Dari Gerakan Pemuda ke Pintu Gerbang Kemerdekaan

Pameran bersama antarmuseum “Cross Musea Bangkit Pemuda” digeber di Gedung Nasional Indonesia (GNI), Jalan Bubutan Surabaya. Pemeran itu digelar oleh Pemerintah Kota Surabaya dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada 28 Oktober.

Pameran diikuti oleh Museum Pos Indonesia Bandung, Museum Sumpah Pemuda Jakarta, Museum Tubuh Kota Batu dan Museum Olahraga Nasional Jakarta.

Museum Sumpah Pemuda yang menyajikan riwayat terkait dengan sejarah Surabaya. Yakni, artefak majalah dan jurnal yang diterbitkan oleh dr Soetomo. Di antaranya, Majalah Suluh yang diterbitkan oleh Indonesiach Studie Club Soerabaia. Dokter Soetomo sendiri dikenal sebagai salah satu tokoh pendiri Perkumpulan Boedi Oetomo.

Boedi Oetomo adalah organisasi pemuda yang didirikan oleh dokter Soetomo dan para mahasiswa School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) pada 20 Mei 1908. Organisasi ini sebetulnya digagas oleh Wahidin Sudirohusodo.

Boedi Oetomo adalah organisasi yang bersifat sosial, ekonomi, dan budaya, yang tidak bersifat politik. Berdirinya Budi Utomo menjadi awal pergerakan yang bertujuan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada awalnya organisasi ini hanya ditujukan bagi golongan berpendidikan Jawa. Berdirinya Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908 diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Berdirinya Perkumpulan Boedi Oetomo pada awal abad 20 ini menjadi arah baru bentuk pergerakan untuk memerdekakan bangsa Indonesia. Sebelumnya, di sepanjang abad 19, serangkaian gerakan yang melawan penjajahan dilakukan secara parsial kedaerahan. Diantaranya adalah Perang Pattimura 1817, Perang Jawa 1825 dan Perang Aceh pada 1873.

Memasuki abad 20, upaya untuk lepas dari belenggu penjajahan memasuki babak baru. Perjuangan tidak lagi dalam bentuk perlawanan fisik yang bersifat head to head. Tetapi melalui upaya bersama dari jalur pendidikan, kebudayaan dan perekonomian. Maka muncullah Perkumpulan Boedi Oetomo yang resmi berdiri pada 20 Mei 1908 yang selanjutnya diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Baca Juga  Dulu, Bedanten Sebanding Surabaya dan Paramaribo

Di abad ini Indonesia mulai bangkit secara bersama sama melalui jalur jalur yang lebih elegan. STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen), sebuah sekolah kedokteran yang pada akhirnya mencetak para cendikiawan, dokter dokter dan tokoh-tokoh aktivis yang kelak membuka jalan menuju kemerdekaan Indonesia.

Sebut saja dr. Sutomo, dr. Cipto Mangunkusumo, Gunawan, Suraji, dan R.T. Ario Tirtokusumo. Mereka semua adalah para aktivis intelektual sekaligus pendiri Boedi Oetomo, yakni organisasi pertama di masa pergerakan nasional.

Dokter Soetomo ada di Surabaya. Dia tak cuma berprofesi sebagai seorang dokter, tapi kiprahnya juga menggelora di bidang pendidikan dan pengajaran. Dia sadar bahwa dengan pendidikan sebagai tulang punggung kehidupan akan mampu menjadi kekuatan besar di negeri ini. Ia pun mendirikan klub belajar yang dikenal dengan Soerabaijasch Studie Club pada 1924.

Studie Club ini melahirkan beberapa produk media, salah satunya adalah majalah Suluh Indonesia. Pada penerbitan 23 November 1927, Suluh Indonesia menuliskan seberapa pentingnya pendidikan.

Kita poenja pengadjaran dan pendidikan haroes memberi soeatoe dasar pada marika (anak anak kita), jalah soeatoe pertanggoengan jang koekoeh dan lengkaplengkap,  agar kelak, apabila anak anak kita hidoep di dalam pergaoelan hidoep bersama, dapatlah marika meneroeskan sendiri oentoek kesempoernaan hidoepnja, baik di doenia maoepoen di achirat”, begitulah tulis Suluh Indonesia tentang pendidikan.

Tidak hanya Suluh Indonesia, dokter Soetomo juga membuat penerbitan bahasa Jawa Panjebar Semangat yang hingga kini masih terbit. Penerbitan penerbitan itu menjadi penyambung lidah kebangkitan dan kebangsaan Indonesia.

Masih ada penerbitan lainnya yang menunjukkan bangkitnya kebangsaan dari para muda. Yaitu “Soeara Tjabang Soerabaja” yang dibuat oleh Perkoempoelan Jong Java. Apapun penerbitannya, semuanya demi kebebasan, yang terlebih dahulu harus melewati tangga sumpahnya para muda. Sumpah ini dikenal dengan Sumpah Pemuda yang tercetus pada 28 Oktober 1928.

Baca Juga  Mal Jaga Tradisi Jawa

Artefak artefak dari bentuk pergerakan di bidang pendidikan, pengajaran, kebudayaan dan perekonomian ini dapat dilihat di ajang pameran museum bersama “Cross Musea” yang digelar di Gedung Nasional Indonesia (GNI) di jalan Bubutan Surabaya dimulai dari 19 Oktober hingga 21 Oktober 2022.

Museum dr Soetomo di jalan Bubutan Surabaya.

Dari Studie Club ke Partai Politik

Studie Club Soerabaja bukan semata klub atau wadah belajar. Tetapi memiliki kegiatan kegiatan investigatif dalam masyarakat, khususnya yang berhubungan dengan teori yang diperoleh mahasiswa Indonesia dari bangku kuliah di Belanda. Mereka ini kerap mendiskusikan persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat dan kadang-kadang hasil diskusi itu dikemukakan dalam rapat-rapat umum.

Jika Studie Club Soerabaja didirikan dr Soetomo di Surabaya pada 1924, maka Soekarno yang baru lulus dari Technische Hoge School (ITB sekarang) mendirikan Algemene Studie Club pada 1926. Club ini lebih banyak berdiskusi soal-soal teori dan cenderung mengadakan kegiatannya dalam bidang politik. Dalam perkembangannya, Studie Club ini melahirkan sebuah partai yang bernama Partai Nasional Indonesia (PNI).

Pemerintah Belanda menganggap partai ini berbahaya, lebih-lebih setelah terjadi pemberontakan PKI tahun 1926. Sehingga tokoh-tokoh PNI seperti Ir. Soekarno sempat dibuat meringkuk dalam penjara lebih lama atau pembuangan.

Berbeda dengan dr Soetomo yang menjalankan aktivitasnya berdasarkan asas kooperasi insidental terhadap pemerintah Belanda sehingga dr. Sutomo sebagai pemimpin pergerakan tidak pernah ditangkap oleh Belanda. Studie Club dr Soetomo ini akhirnya juga menjadi Partai Bangsa Indonesia (PBI).

Kesadaran akan kebangsaan ini semakin memperkukuh rasa kebangkitan nasional yang pada akhirnya mendorong hadirnya gerakan pemuda yang disebut Sumpah Pemuda. Disana Pemuda Pemuda dari berbagai daerah seperti: Jong Java, Jong Ambon, Jong Madura, Jong Sunda, Jong Sumatera, Jong Sulawesi dan Jong Bali berkumpul di Jakarta dalam Kongres Pemuda ke II pada 27-28 Oktober 1928. Akhirnya, tercetuslah keputusan Sumpah Pemuda.

Baca Juga  Jelajah Kota Amsterdam Hingga ke Masa VOC

Keputusan ini menegaskan cita-cita akan “tanah air Indonesia”, “bangsa Indonesia”, dan “bahasa Indonesia”. Keputusan ini diharapkan menjadi asas bagi setiap perkumpulan kebangsaan Indonesia dan agar disiarkan dalam berbagai surat kabar dan dibacakan di muka rapat perkumpulan-perkumpulan.

Dokter Soetomo dengan semua penerbitannya di Surabaya, termasuk Majalah berbahasa Jawa Panjebar Semangat menjadi platform dalam mengabarkan berita berita pergerakan dan perjuangan untuk meraih kemerdekaan. Alhamdulillah, atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia dihantarkan menuju pintu gerbang kemerdekaan bangsa Indonesia, yang selanjutnya diproklamirkan pada 17 Agustus 1945. (*)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *