Dalam sejarah perkembangan kota Surabaya, tercatat bahwa Surabaya di era VOC pernah dikelilingi oleh tembok. Karenanya, kota ini disebut Walled City alias Kota Bertembok.
Fakta ini sebagaimana terdeskripsi pada sumber-sumber buku dan peta kuno yang diterbitkan oleh penerbit di masa VOC hingga Hindia Belanda.
Struktur tembok sebagai pembingkai Kota Surabaya (Stad van Sourabaya) menjadi unsur penting dalam konsep infrastruktur kota di masa lalu, tepatnya di awal awal permukiman di mana Surabaya, Semarang dan juga Batavia, menjadi permukiman (kampung) warga Eropa.
Ketika waktu telah berlalu, infrastruktur kota masa lalu, khususnya di Surabaya, jajak peradaban itu masih bisa dilihat. Tapi tidak banyak orang yang menyadari dan mengetahui itu.
Dibandingkan dengan dua kota tua lainnya (Semarang dan Batavia), Surabaya masih memiliki sebagian tembok yang dulunya masih utuh melindungi kota.
Tembok Kota Surabaya memang dirancang bangun untuk perlindungan warga Eropa. Secara geografis, kawasan kampung Eropa ini terletak di barat Sungai Kalimas.
Sementara warga etnis lainnya yang sudah ada terlebih dahulu (Cina, Melayu dan Jawa) bertempat di timur Kalimas. Kedua kelompok etnis antara Eropa dan Cina-Melayu-Arab-Jawa dipisahkan oleh sungai Kalimas.
Rupanya sungai yang dipakai sebagai pembatas tidaklah cukup bagi warga Eropa. Mereka masih membangun benteng dan tembok untuk melindungi permukiman mereka.
Selain tembok, juga parit yang digali mengelilingi kawasan Kota. Alangkah kokohnya Kota Surabaya secara fisik.
Kini di era milenium, abad 21, wajah kota bertembok sudah banyak berubah. Bangunan bangunan di dalam wilayah tembok juga sudah berubah mengikuti tren arsitektur dan gaya bangunan.
Namun infrastruktur jalan tidak berubah. Jalan-jalan yang melintang dan membujur di wilayah kota bertembok masih ada. Akan tetapi nama jalan telah berganti.
Bagian dasar fondasi tembok kota
Kalau dulu ada yang bernama Schoolstraat, kini bernama Jalan Garuda. Jika dulu ada yang bernama Oude Hospitalstraat, kini sudah berubah menjadi Jalan Mliwis (sisi barat). Termasuk Jalan Cendrawasih, yang dulunya bernama Roomache Katolijk Kerk Straat.
Sesungguhnya jika dilihat nama-nama jalan pada era Kolonial, di kawasan Kota bertembok ini, setiap nama jalan menunjukkan pernah adanya utilitas kota.
Seperti Oude Hospital Straat yang artinya jalan Rumah Sakit lama, di sekitar jalan itu memang pernah ada sebuah rumah sakit. Demikian pula dengan School Straat yang artinya jalan Sekolah. Disana memang pernah ada sebuah sekolahan.
Selain infrastruktur jalan, ternyata bekas tembok pembatas kota masih berdiri di kota Surabaya. Meski hanya sebagian. Panjangnya sekitar 10 hingga 15 meteran. Letaknya berada di jalan Krembangan Timur, membujur dari selatan ke utara. Inilah sisa tembok Kota Surabaya (Stad van Sourabaya).
Selain sisa tembok, yang diduga sebagai peninggalan dari tembok kota, juga ada struktur pondasi tembok yang tebal. Pondasi tembok ini memiliki lebar sekitar 1 meter dan terbuat dari struktur batu bata yang kuat keras dan disesuaikan dengan kondisi dan fungsi yang harus tertanam (terpendam) dalam tanah yang kala itu berair.
Tembok kota, yang mengelilingi kota ini, juga didukung oleh parit berair sebagai penunjang sistim pertahanan.
Secara design, tembok yang ada di Surabaya ini tidak berbeda dengan tembok tembok yang pernah ada di kota kota tua lainnya. Tinggi tembok sekitar 3 hingga 4 meter.
Pada bagian atas dibuat berbentuk miring ke dalam dan ke luar, seperti limasan. Ketika tembok tembok kota lainnya sudah tiada karena perkembangan zaman, tembok kota Surabaya masih menyisakan jejaknya.
Secara fisik memang terlihat kuno dan sangat sederhana. Tapi sisa tembok ini menyimpan fakta sejarah kota bahwa kota atau kampung Eropa Surabaya pernah dikelilingi oleh tembok pembatas dan perlindungan.
Revitalisasi
Seiring dengan upaya dan rencana Pemerintah Kota Surabaya yang akan merevitalisasi kawasan bekas kota Eropa Surabaya, maka sisa tembok kota yang masih ada, seharusnya menjadi salah satu unsur penting untuk dilestarikan sebagai bagian dalam menunjang dan mendukung keberadaan Kota Eropa Surabaya.
Sisa tembok itu dapat dimanfaatkan sebagai media informasi yang faktual dan sekaligus sebagai bukti sejarah yang nyata bahwa kota Surabaya pernah dikelilingi oleh tembok perlindungan dan pertahanan.
Pada bagian tembok ini sendiri bisa digunakan untuk memasang sebuah prasasti yang berisi narasi tentang tembok Surabaya.
Sebuah perbandingan bisa dipelajari dari kota Batavia, bagaimana sebuah tembok di kompleks kediaman Pieter Erberveld, pejuang Betawi (Jakarta) yang melawan VOC, dipakai sebagai sarana untuk menempatkan pesan peringatan dari pemerintah VOC kepada rakyat Jakarta.
Pesan itu berisi tentang peringatan agar rakyat tidak berani berani melakukan tindakan melawan pemerintah atau hukuman mati akan dijatuhkan kepada mereka seperti yang dialami Pieter Erberveld.
Prasasti Pieter Erberveld di Batavia
Namun, pesan yang perlu dituliskan pada prasasti yang seharusnya dipasang pada sisa tembok Kota Surabaya ini adalah berisi tentang sejarah tembok kota Surabaya.
Dengan demikian, kelak jika kawasan Eropa Surabaya menjadi kawasan wisata, maka Prasasti Tembok Kota ini menjadi daya tarik yang informatif.
Siapa pun, ketika membaca prasasti ini, mereka dapat sekaligus mengamati dan mengobservasi keberadaan sisa tembok kota.
Bentuk prasasti hendaknya dibuat besar dengan ukuran lebar 1 meter dan tinggi 1,5 meter, terbuat dari batu marmer putih, yang menceritakan tentang sejarah tembok kota yang juga diisertai dengan gambar denah kota bertembok.
Lokasi dimana sisa tembok ini berada adalah tempat yang strategis. Berdekatan dengan jalan Rajawali yang menjadi jalan arteri di kawasan kota tua Surabaya.
Pembuatan prasasti ini hanya salah satu unsur yang perlu dibuat untuk menunjang Kota Eropa Surabaya. Masih ada unsur unsur lainnya yang perlu dirancang dan dibuat untuk tema tertentu (tematik) di kawasan kota Eropa ini.
Jika di timur Jembatan Merah temanya adalah Pecinan, maka di barat Jembatan Merah, temanya adalah Belanda (Eropa). (*)