Begandring.com: Surabaya (26/9/23) – Nama Toko Nam si Surabaya pernah melambung di erenya mulai tahun 1920-an hingga 1980-an. Kini nama itu masih terngiang bagi sebagian orang di Surabaya, khususnya bagi mereka di era 70–80an. Generasi setelah itu tidak tau. Toko Nam tinggal nama.
Toko Name juga meninggalkan puing sebagai penanda toko legendaris yang dibuka pada 1925 di pojokan jalan Tunjungan dan Embong Malang dan kemudian pindah di tikungan jalan Basuki Rahmad (d/h: Kaliasin) dan Embong Malang. Letaknya di trotoar persis di depan gedung Tunjungan Plaza V.
Dalam perkembangan zaman dan perubahan perubahan kota, puing “struktur” Toko Nam ini menjadi pemandangan yang kontras di kawasan bisnis tersebut. Apalagi struktur itu diketahui bukan bagian dari struktur bangunan asli dari Toko Nam. Keberadaannya hanya sebagai penanda pernah adanya Toko Nam, bukan sisa dari bangunan Toko Nam.
Menurut Ir. Handinoto, bangunan Toko Nam asli berada di bagian teras bangunan gedung Tunjungan Plaza V. Bentuk fisiknya sudah hilang dan berganti menjadi gedung bertingkat. Untuk menjaga memori publik, maka dibuatkan pedanda di depan bangunan gedung Tunjungan Plaza V yang secara fisik berdiri di trotoar.
Dalam perkembangannya, Surabaya yang terus menata dan berbenah, penanda Toko Nam ini sudah tidak relevan dan perlun dipikirkan demi estetika kota dan keamanan pengguna trotoar (pedastrian).
Menurut pengamatan dan penelusuran penulis bahwa penanda ini bukanlah struktur asli bangunan Toko Nam yang dibangun pada 1935 yang kala itu secara resmi bernama NV Handels Maatschappij Toko Nam. Toko ini berdagang barang barang kelontong. Struktur aslinya sudah hilang.
Di awal tahun 2000-an, ketika dibangun gedung gedung baru bertingkat pada situs Toko Nam, bangunan asli dibongkar. Untuk menjaga ingatan publik maka dibangunlah replika bagian bangunan Toko Nam yang letaknya di depan bangunan baru. Tepatnya di atas trotoar pojokan jalan Basuki Rahmat dan Embong Malang. Bentuk arsitektur dibuat mirip sesuai aslinya.
Hingga kini, bangunan struktur sebagai penanda Toko Nam itu masih berdiri, tepatnya di badan trotoar. Struktur bangunan itu ditopang dan disanggah oleh kontruksi besi pada setiap pilarnya.
Karena berdiri persis di badan trotoar, selain mengganggu estetika kawasan, struktur ini juga dipandang membayangkan pejalan kaki. Dengan tidak mengurangi arti sebuah penanda Toko Nam, akan lebih bagus bila penanda ini dibuatkan penanda baru yang sesuai dengan kawasan itu.
Bahwa Toko Nam sebagai sebuah entitas, Toko ini pernah berdiri di dua tempat. Pertama (1925-1935), berdiri di pojokan jalan Tunjungan dan Embong Malang. Kedua (1935-1996) pernah perdiri di tikungan jalan Basuki Rahmad dan Embong Malang.
Berdasarkan fakta sejarah dan perkembangan kota, perlu dipikirkan penyesuaian atas bentuk dan lokasi tetenger yang baru di kawasan itu.
Sejarah Toko Nam
Kali pertama Toko Nam berdiri, Toko ini menempati bangunan di pojokan jalan Tunjungan dan Jalan Embong Malang pada tahun 1925 (Handinoto: Narasi Singkat Gedung Eks Toko Nam Surabaya, 22 Juni 2023). Toko Nam menempati gedung, yang sebelumnya digunakan sebagai kantor De Fikkert Motorcar (Soerabaiasche Handelsblad, 13 Januari 1921).
Toko Nam pertama (1925) menempati gedung ini, yang sekarang terkenal dengan gedung Monumen Pers Perjuangan. Gedung ini berdiri di lokasi yang sangat strategis. Berada di pojokan jalan Tunjungan dan Embong Malang.
Kala itu jalan Tunjungan dan Embong Malang masih dua jalur sehingga gedung Toko Nam menjadi pandangan mata pengguna jalan yang menuju ke Jalan Tunjungan dan Embong Malang dari arah selatan.
Secara arsitektur, bangunannya unik dan menarik. Kaya ornamen dan bentuk. Bangunan ini dirancang bangun oleh arsitek Cor De Graff pada 1921. Dengan lokasi strategis dan arsitektur unik, gedungnya menarik perhatian masyarakat. Ini sangat menguntungkan pengguna gedung. Utamanya Toko Nam. Dalam sepuluh tahun (1925 – 1935), Toko Nam berkembang sangat pesat sehingga membutuhkan tempat yang lebih luas.
Karenanya, Toko Nam pindah ke tempat baru di seberangnya (Embong Malang) pada 28 Oktober 1935 dan resmi bernama NV Handels Maatschappij Toko Nam, yang berdagang barang barang kelontong.
Secara arsitektur, bangunan Toko Nam yang baru tidak banyak ragam hias. Bentuknya terlihat sangat fungsional, mencerminkan ciri ciri arsitektur kolonial moderen antara 1938-1949-an (Ir. Handinoto).
Gaya moderen tidak hanya terlihat pada fisik bangunan, tetapi juga pada sistim pelayanan. Toko Nam memiliki layanan antar ke rumah pelanggan. Menurut Handinoto, para pelanggan setelah memilih barang dan bayar di kasir, barang barangnya bisa diantarkan oleh kurir ke rumah pembeli dengan menggunakan sepeda. Sistim layanan seperti inilah yang membuat Toko Nam menjadi terkenal.
Pada pasca kemerdekaan, khususnya pada periode 1962 – 1989 Toko Nam mengalami masa masa jaya. Namun di era tahun 1996-1997 Toko Nam mengalami kemunduran pesat. Ini seiring dengan semakin bangkitnya jaringan Mall baru di sebelahnya, Tunjungan Plaza. Akhirnya tahun 2002, bangunan Toko Nam dibongkar dan didirikan Tunjungan Plaza 5.
Untuk menjaga memori publik atas Toko Nam, maka dibuatlah tetenger Toko Nam dalam bentuk struktur pilar pilar bangunan Toko Nam sebagaimana dapat dilihat hingga sekarang.
Secara historis, premise Toko Nam bermula di pojokan jalan Tunjungan dan Embong Malang (1925-1935), yang selanjutnya berubah menjadi toko Kwang dan kini terkenal dengan Monumen Pers Perjuangan.
Kemudian seiring dengan pesatnya perkembangan Toko Nam, Toko ini pindah ke seberang jalan di pojokan Jalan Basuki Rahmad dan Embong Malang (1935-1996), yang kini sudah berdiri gedung Tunjungan Plaza V. (nng).