Landasan Pacu Bakalan
Pada tanggal 5 februari 2022, saya bertemu dengan mbah Seniman warga asli Made yang lahir tahun 1933, usia beliau 89 tahun dan menjadi sesepuh Desa Made Kecamatan Sambikerep Surabaya. Terjadi dialog antara saya dan mbah Seniman saat itu, sebagai berikut :
Zaki : Mbah, lapangan terbang Bakalan itu yang membangun siapa ?
Mbah Seniman : Bakalan !?,, tidak ada lapangan terbang di sana.
Zaki : itu lo mbah yang didaerah Menganti.
Mbah Seniman : Ow Gempol Kurung itu!, lapangan terbang itu yang membangun Jepang menggunakan tenaga Romusha, ayah saya yang bernama Seno dan warga Made juga diperintah tentara Jepang ikut membangun, korbannya banyak itu nak!, kasihan. Lapangan terbang itu dibangun kira kira 1944an, hampir semua warga desa disekitar lapangan terbang itu ikut membangun, Romushanya dari mana-mana.
Zaki : Waktu itu pak Seno usia berapa mbah ?
Mbah Seniman : Bapakku kelahiran 1910.
Zaki : Jadi Pak Seno ikut membangun itu usia 34, kalau mbah Seniman waktu itu usia berapa ?
Mbah Seniman : Aku kelahiran 1933.
Zaki : 11 tahun ya mbah, tapi apa ada pesawat yang pernah turun disana mbah ?.
Mbah Seniman : Saya tidak tahu dan bapak saya juga tidak pernah cerita, tapi sering ada pesawat terbang lewat diatas Made, ada yang besar ada yang kecil, kencang larinya, kadang-kadang aku kaget kalau lewat, sembunyi, takut.
Zaki : Setelah lapangan terbang itu jadi kemudian pak Seno bagaimana mbah ?
Mbah Seniman : Ya pulang, tapi warga Made ada yang meninggal dunia waktu ikut membangun, kata bapak saya banyak yang mati, pokoknya kasihan.
Pak Seno meninggal dunia pada tahun 2005, di usia 95 tahun. Pak Seno dan mbah Seniman juga turut membantu perjuangan Batalyon Jago Darmosugondo saat menjadikan Desa Made sebagai basis gerilyanya tahun 1949.

Sesuai dengan laporan khusus geografis daerah Surabaya dari pasukan Sekutu Wilayah Pasifik Barat Daya tertanggal 17 Agustus 1945, dilaporkan bahwa 15 km barat daya Surabaya terdapat Air Strip atau landasan pacu tanpa pangkalan udara atau fasilitas bandara yang normal di Desa Bakalan (Gempol Kurung Menganti Gresik) pertama kali difoto dari udara pada Juni 1944 yang saat itu dalam proses pembangunan, landasan pacu yang terbuat dari perkerasan tanah dan batu dibangun ditengah persawahan dengan ketinggian 15 meter dari permukaan air.

Pada bulan April 1945 landasan pacu tersebut sudah beroperasi dan membujur dari arah timur ke barat dengan panjang 1525 meter dan lebar 45 meter, dilengkapi aliran listrik dan sistem drainase sepanjang landasan pacu dengan aliran pembuangan ke utara.

Meskipun berada di daerah persawahan yang terbuka landasan pacu ini tidak dilengkapi pagar dan sistem pertahanan udara yang memadai, meskipun memiliki shelter perlindungan untuk pesawat tempur berupa tanggul-tanggul untuk pesawat pemburu dan pembom yang berada di sisi utara dan selatan landasan dengan bentuk melingkar dan dilengkap dengan jalan beraspal.

Meskipun hanya berstatus Air Strip namun tetap dilengkapi barak dan bengkel yang terletak 300 meter di barat laut landasan, meskipun beberapa barak terbuat dari gubuk dan bukan bangunan permanen. Untuk memudahkan akomodasi dan transportasi dibangunlah jalur kereta api cadangan yang membentang sejajar sisi utara landasan pacu dari stasiun Benowo melewati Desa Raci ke selatan sejauh 2 km menuju ke landasan pacu.

Pada tanggal 13 Desember 1945 saat Sekutu dapat menguasai landasan pacu ini, mereka mendapati penghalang pasukan penerjun berupa bambu runcing yang dipasang tegak sepanjang 750 meter, jika suatu ketika landasan ini direbut dengan mengerahkan pasukan payung maka diharapkan saat mendarat mereka menancap di bambu runcing yang dipasang tegak itu, mengerikan.
Oleh : Achmad Zaki Yamani
Sumber :
Wawancara dengan mbah Seniman 5 Februari 2022 di Desa Made Sambikerep Surabaya.
Laporan Pasukan Sekutu Wilayah Pasifik Barat Daya Bagian Geografis Surabaya 17 Agustus 1945.
Digitalcollections.universiteitleiden.nl