Begandring.com–Museum Nasional
Koleksi-koleksi langka itu pulang kembali ke tanah kelahirannya, setelah lama berdiam di mancanegara. Tak hanya dapat merasakan aura keindahan nan magis dari koleksi, pengunjung juga dapat menikmati teknologi imersif dan interaktif melalui workshop dalam pameran.
Berbagai koleksi mulai dari arca hingga manuskrip dan benda-benda pusaka dihadirkan dalam Pameran Repatriasi, 28 November-10 Desember 2023 di Galeri Nasional Indonesia. Pameran ini diselenggarakan oleh Kemendikbud Ristek melalui Museum dan Cagar Budaya, Museum Nasional, Galeri Nasional, dengan menggandeng Historia.ID.
Sesuai tema pameran yakni “Kembalinya Saksi Bisu Peradaban Nusantara”, misi pameran adalah memperkenalkan warisan budaya yang kembali ke tanah air, kepada masyarakat. Tentunya misi mengenal budaya nusantara melalui artefak itu sangat penting.
Zamrud Setya Negara, Ketua Pameran, membuat sketsa salah satu koleksi arca dalam Pameran Repatriasi. Foto: Istimewa
Bagaimanakah penataan pameran tersebut dilakukan?
Memasuki ruang pameran kita disambut dengan lima arca yang berasal dari Jawa bagian Timur tepatnya pada wilayah Kerajaan Singasari. Yakni arca Prajnaparamita, arca Durga Mahisasuramardini, arca Mahakala, arca Nandiswara, dan arca Ganesha.
Kelima arca tersebut berwujud sesuai dengan ciri khas arca dari Kerajaan Singasari, yaitu megah, kompleks, dan sangat detail. Pada zaman Kerajaan Singasari menjadi puncak dari sebuah seni arca, sehingga arca-arca yang dibuat begitu halus dan indah pada masanya. Lima arca tersebut tergabung dalam satu vitrin yang berada di tengah-tengah ruangan yang membentuk segi sepuluh (decagon).
Latar pada ruangan arca memiliki nuansa berwarna putih yang simple namun tetap menonjolkan objek yang dipamerkan. Selain itu, warna putih sebagai warna netral yang berfungsi memvisualkan ruangan yang besar dan warna putih juga merupakan warna yang paling mudah dijangkau, karena pada hari pembukaan terdapat LED yang menghiasi seluruh ruangan. Hasilnya, terciptalah suasana yang meriah dan elegan pada saat pembukaan di ruangan arca.
Selanjutnya pengunjung diarahkan memasuki ruangan imersif, di mana para pengunjung diajak berimajinasi dengan proyeksi audio visual pada setiap dinding. Para pengunjung akan dibuat melintasi waktu dengan melihat proses repatriasi yang sudah dilakukan dari tahun ke tahun.
Panel Imersif dalam Pameran Repatriasi. Foto: Istimewa
Ada juga koleksi Pangeran Diponegoro, Keris Klungkung dan miniatur kapal dagang dari Kota Baru, Sumatera Barat.
Ruangan ketiga atau dapat disebut juga dengan Ruangan Masterpiece dimana koleksi emas hasil rampasan Kolonial Belanda yang berasal dari Lombok. Lombok merupakan daerah Indonesia bagian timur yang terkenal dengan emas yang melimpah.
Dalam ruangan ini terdapat koleksi Hulu Keris, Kotak Tembakau, Mangkuk Persembahan, Piring, Gelang Kaki, Cincin, Anting, Bros, Naskah Daun Lontar, Uang Kepeng, dan Selop. Selain rampasan emas, ruangan ini juga terdapat beberapa koleksi benda seni dan bersejarah yang dipajang.
Pada ruangan terakhir, ditutup dengan video yang ditampilkan dengan menggunakan proyektor yang disorotkan pada sebuah tembok. Penampilan video menggambarkan sebuah proses repatriasi dari tahun ke tahun dan dilengkapi dengan proses repatriasi koleksi bersejarah Indonesia tahun 2023 dimana banyak instansi yang terlibat. Mulai dari tim repatriasi negara Indonesia dan Belanda yang saling bahu-membahu dalam melakukan proses mengembalikan beberapa koleksi ke Tanah Air.
Linimasa Repatriasi
Isu repatriasi sudah ada sejak tahun 1950-an, saat itu Moh. Yamin sudah mulai gencar-gencarnya untuk meminta pengembalian benda-benda objek bersejarah bagi bangsa Indonesia. Di antaranya adalah manuskrip-manuskrip kuno dari Jawa Barat dan Makassar, harta karun Lombok yang dijarah dari Pura Cakranegara pada tahun 1896, hingga koleksi-koleksi manusia purba.
Visualisasi Lini Masa Repatriasi. Foto: Istimewa
Kemudian tahun 1970-an isu repatriasi sudah menjadi pembahasan penting oleh pemerintah Indonesia. Di tahun 2013 ketika Museum Delft ditutup secara paksa akibat krisis Ekonomi yang terjadi di Eropa. Sebanyak 1.500 koleksi kembali ke Indonesia. Di tahun 2015 kembalinya Tongkat Kiai Cokro dan di tahun 2016 Keris Bugis.
Memasuki tahun 2023, terciptalah Pameran Repatriasi yang baru saja kedatangan beberapa koleksi arca yang berasal dari Candi Singhasari, di mana arca-arca tersebut merupakan arca yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Arca-arca itu adalah saksi bisu peradaban Nusantara akhirnya kembali. Tidak hanya koleksi repatriasi yang baru saja datang, koleksi repatriasi dari tahun sebelumnya juga mengisi ruang pameran.
Pameran Repatriasi tidak hanya mengajak pengunjung untuk menjelajahi ruang dan waktu terhadap koleksi yang dipamerkan, namun mereka juga dapat ikut serta dalam program publik yang disediakan oleh pihak panitia, yaitu Treasure Hunt.
Aktivitas permainan puzzle oleh pengunjung Pameran Repatriasi. Foto: Istimewa
Dengan menjawab beberapa pertanyaan pada sebuah kertas yang telah disediakan seputar koleksi pameran. Selain itu, juga terdapat beberapa workshop yang juga melibatkan beberapa pengunjung jika memang sudah mendaftar sedari awal yang nantinya masih berkaitan dengan Pameran Repatriasi. Workshop yang dapat diikuti Cyanotype Print, Workshop Belajar Peradaban Nusantara melalui Permainan Puzzle, dan Workshop Sketsa.
Saksi Mata
Kelompok 10 juga berpartisipasi dalam kegiatan Pameran Repatriasi. Selama pameran berlangsung, mulai dari Pembukaan hingga Penutupan. Kami membagi tugas secara bergantian dalam menjadi panitia tim lapangan selama kegiatan publik. Seperti menjaga booth Treasure Hunt, booth Exhibition Tour, dan Workshop. Secara tidak langsung kami juga berinteraksi dengan para pengunjung pameran repatriasi. Memastikan kegiatan publik ini berjalan dengan lancar dan tidak ada peserta yang kecewa. Pengalaman ini sungguh luar biasa, mengisi waktu setelah pendataan koleksi berakhir dan tentunya menjadi bekal kedepannya.
Tetapi, seberapa penting koleksi repatriasi untuk bangsa Indonesia? Tak jarang ada yang berpendapat bahwa koleksi benda bersejarah sebaiknya disimpan di Belanda saja biar aman. Dalam beberapa hal, komentar itu bisa dipahami sebagai salah satu bentuk kepedulian masyarakat Indonesia kepada benda bersejarah. Akan tetapi terlalu berlebihan juga tidak baik. Lalu bagaimana cara generasi selanjutnya untuk mempelajari budayanya, jika koleksi saja berada di luar negeri?
Pameran repatriasi ini merupakan langkah yang sangat positif. Inisiatif ini tidak hanya mencerminkan tanggung jawab moral terhadap warisan budaya. Semakin banyak institusi yang mengadopsi pendekatan ini, semakin besar peluang kita untuk menjaga keragaman dan keunikan warisan budaya global.
Sebagaimana pemanfaatan Warisan Budaya Nusantara tercipta dalam pameran repatriasi. Koleksi benda bersejarah yang masih di luar negeri berhak untuk kembali ke tanah air, agar nilai budaya semakin beragam dan mengetahui identitas suatu negara untuk generasi selanjutnya.(*)
*Tim Penulis Alihwahana Repatriasi Magang Bersertifikat Kebudayaan 2023 Asisten Pendata Koleksi Museum Nasional Indonesia:
- Khusnul Avifah (Universitas Airlangga)
- Talitha Maritza Azhar (Universitas Udayana)
- Reizki I’Dil Putra (Unversitas Brawijaya)
- Bayu Putera Purnama (Univeristas Indraprasta PGRI)
- Sandra Zulfiyanti (Universitas Jambi)