Lokomotif Uap D14 : Si Hitam yang Serba Guna

Penulis: Nevy Eka Pattiruhu*

Begandring.com-Berkunjung ke kota Solo pada akhir pekan, mungkin anda akan beruntung apabila tengah melintas di Jl. Slamet Riyadi berpapasan dengan sebuah rangkaian kereta kuno yang berjalan anggun membelah keramaian kota bak model berparas ayu yang menyita perhatian banyak mata.

Lokomotif D1410 di Depo Purwosari, Solo. Foto: Dok. Pribadi

Kereta kuno berjuluk “Sepur Kluthuk Jaladara” tersebut telah eksis selama lebih dari 1 dasawarsa, persisnya sejak tahun 2009 di era presiden Joko Widodo masih menjabat sebagai walikota Solo. Tujuannya jelas, diproyeksikan sebagai ikon pariwisata kota yang ternyata sukses hingga kini.

Sepur Jaladara memiliki rute dari stasiun Purwosari ke stasiun Solo Kota (akrab juga disebut stasiun Sangkrah) berjarak 6 km dengan total durasi perjalanan pergi – pulang selama 2 – 2½ jam.

Yang paling menarik selain adanya 2 kereta penumpang kayu klasik sebenarnya adalah dimana rangkaian kereta wisata itu dihela oleh sebuah lokomotif uap bernomer D1410. Lokomotif berbodi bongsor tersebut usianya juga tak lagi muda, tahun 2023 ini ia menginjak usia 102 tahun!

Usia yang telah membawanya ke banyak lika-liku jaman. Dahulu ia tak sendiri, D1410 adalah unit ke 10 dari 24 lokomotif sejenis yang pernah didatangkan dari Eropa untuk perusahaan KA negara bernama “Staatsspoorwegen” di Hindia – Belanda.

Sejarah mencatat, 24 lokomotif seri D14 adalah lokomotif yang diproduksi oleh 2 pabrikan mesin bernama Hanomag, Jerman dan Werkspoor, Belanda. Tender pengerjaannya dibagi masing – masing 12 unit/pabrikan yang ditunjuk oleh Departemen Urusan Wilayah Jajahan (Departement van Kolonien) di Den Haag, Belanda. Namun desain aslinya digarap Hanomag, sementara Werkspoor membuatnya berdasarkan lisensi yang disediakan pihak Jerman.

Selusin pertama datang pada tahun 1921 dari Hanomag yang diberi Staatsspoorwegen atau SS nomer seri 1401 – 1412, disusul tahun 1922 dari Belanda yang terdaftar sebagai lokomotif seri 1413 – 1424.

Baca Juga  65.946 Pelajar Surabaya Pecahkan Rekor Muri Tari Remo Massal

Perlu dicatat, penomeran awal ini merupakan klasifikasi sarana traksi uap menurut sistem SS yaitu seri 1400 (dibaca; seribu empat ratus), huruf “D” pada seri “D14” (D-empat belas) adalah penomeran lokomotif era pendudukan Jepang berdasarkan jumlah roda penggerak utama lokomotif yaitu 4 pasang roda. Uniknya angka “14”-nya tidak berubah, hanya cara membacanya yang berbeda.

Cara ala Jepang ini tetap dipertahankan oleh PT. KAI sampai sekarang.

Lokomotif D14 melintas di tengah euforia peresmian viaduk Jl. Pahlawan tanggal 28/10/1926 | Foto: repro “Nieuw Soerabaia”

Pengadaan 2 lusin lokomotif uap seri 1400 oleh SS akan dialokasikan sebagai mesin-mesin pelangsir rangkaian gerbong muatan barang kategori berat di 2 kota pelabuhan utama di Jawa, Batavia dan Surabaya. Di Surabaya, seri 1400 difokuskan berdinas pada area antara Sidotopo – Kalimas – pelabuhan Tanjung Perak.

Kawasan yang menjadi titik konsentrasi kepadatan barang – barang komoditas ekspor andalan dari banyak daerah sekitar Jawa Timur yang akan dikapalkan ke luar negeri seperti gula pasir, tetes tebu / molase yang biasanya dikirim ke India oleh perusahaan Inggris “PCMC”(Pure Cane Molasses Company), dan minyak bumi dari kilang milik “BPM” (Batafsche Petroleum Maatschappij), anak perusahaan Shell group.

Pada momen tertentu contohnya saat periode kesibukan musim produksi gula, bahkan dibutuhkan traksi ganda lokomotif untuk melangsir 1 rangkaian muatan berat nan panjang.

Kemajuan kota Surabaya sejak 1916 yang paling menonjol, sangat terasa dipengaruhi oleh pembangunan pelabuhan dan segala macam perbaikan kondisi perkeretaapian di dalamnya. Karena selepas masa perang dunia 1, aktivitas perdagangan memang kembali bergairah dan dengan adanya jalur – jalur kereta yang terhubung ke kawasan sekitar pelabuhan Surabaya menjadi penyempurna dari rancangan besar pelabuhan kelas 1 di Hindia – Belanda, khususnya bagi Surabaya.

Baca Juga  VOC, HVA dan KPM Jejak Hindia Timur di Amsterdam.

Alasan mendasar mengapa SS juga harus memodernisasi barisan armada pelangsir dengan  mesin baru yang lebih bertenaga dan canggih untuk menggantikan peran pelangsir lama yang mayoritas sudah terlalu tua.

Perihal kecanggihan, seri 1400 / D14 telah disematkan fitur Superheater (pemanas uap lanjutan) yang mampu mengubah uap basah menjadi uap kering, sehingga walaupun tenaganya besar namun efisien dalam konsumsi bahan bakar (air + batubara atau kayu jati). Sebelumnya fitur ini hanya disematkan pada  lokomotif – lokomotif SS yang didinaskan di lintas raya mulai 1911.

Lokomotif SS seri 1414 / D1414 ketika disiapkan untuk uji jalan | Foto: De Telegraf edisi Maret 1922

Cerita lain mengenai seri ini terjadi pada awal 1922. Unit bernomer seri 1414 atau D1414 kebetulan adalah lokomotif ke 500 yang telah diproduksi manufaktur Belanda tersebut sejak mereka menyelesaikan pekerjaan pesanan lokomotif pertama kalinya tahun 1899.

Seremoni sederhana dilakukan ditengah proses uji jalan dengan mendekorasi lokomotif memakai beberapa hiasan kembang, pemasangan bendera triwarna Belanda di badan lokomotif, tak ketinggalan adanya tulisan angka “500” pada tangki air lokomotif sebagai penegas keberhasilan mereka. Rangkaian acara ditutup sesi foto para pekerja pabrik yang terlibat bersama sang “500”, setelahnya lokomotif pun dilepas ke Jawa.

Beberapa tahun berselang sesudah ketibaan pertama lokomotif D14, badai krisis ekonomi hebat perlahan menerkam dunia sejak penghujung 1929 yang akhirnya berdampak besar melemahkan negara-negara produsen komoditas ekspor seperti Hindia-Belanda.

Hampir semua yang berkaitan dengan aktifitas ekonomi melesu, barang tak laku di pasaran, tentu kegiatan di pelabuhan pun ikut lumpuh. Sebagai perbandingan, pendapatan SS dari sektor angkutan barang dan jasa tahun 1928 sebelum masa krisis adalah 58.953.000 gulden, lalu menurun tajam ke angka 21.080.000 gulden atau mencapai lebih dari 50% di 1934.

Baca Juga  Kanal Kalimas, Dermaga Sungai Terpanjang di Jawa

Menanggapi situasi ini, perusahaan-perusahaan kereta api seperti SS terpaksa mengambil kebijakan penghematan finansial akibat sepinya minat pengguna jasa kereta api. Beberapa cara yang diambil seperti penurunan tarif, pengurangan jadwal perjalanan KA, pemutusan hubungan kerja para staf, hingga harus mengistirahatkan banyak lokomotif di dalam depo-depo yang ada atau langkah ini tepat pula disebut “konservasi”.

Lokomotif seri 1400 / D14 termasuk menjadi seri yang sebagian besar fisiknya dikonservasi oleh SS sejak awal dekade 1930.

Namun cara-cara SS yang lebih berorientasi penghematan itu kemudian berubah dengan bukan lagi mengurangi pengeluaran tetapi berusaha meningkatkan pendapatan. Langkah pertama telah diambil sejak 1 November 1934 dengan dikenalkannya layanan KA cepat bernama “Vlugge Vier” rute Batavia – Bandung via Cikampek dan “Vlugge Vijf” antara Surabaya – Malang.

Yang paling fenomenal pasti “Vlugge Vijf” yang terus berkembang hingga 25 jadwal perjalanan P.P di tahun 1938. “Vlugge Vier” juga tak kalah mentereng, waktu tempuhnya 2 jam 45 menit, lebih cepat 1 jam ketimbang jadwal lama.

Namun tak ada kesuksesan yang mudah digapai, sebab terdapat masalah yang belakangan muncul yaitu berurusan dengan bencana banjir bandang yang dialami SS di sekitaran Batavia – Karawang selama 2 tahun berturut-turut pada Maret 1933 dan Desember 1934 akibat meluapnya aliran sungai Citarum. Banjir ini berhasil membuat kerusakan jalur cukup parah yang menimbulkan kekacauan lalu lintas KA saat itu, mulai dari banyak perubahan jadwal mendadak, penundaan, sampai pembatalan perjalanan.

Kondisi jalur di ruas Tambun – Cikarang yang dihantam banjir, maret 1933. | Foto: Repro “Spoor -en Tramwegen”

 

bersambung..

 

*Nevy Eka Pattiruhu. Pegiat Sejarah di Komunitas Begandring, spesialisasi di bidang sejarah perkeretaapian.

Subscribe
Notify of
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x