Lokomotif Uap PG Kedawung no. 16.

Made in Belanda, tapi ala Jerman, unik sekali, tutur Navy Eka Pattiruhu, industri mesin Belanda memang tak sedigdaya negara tetangganya seperti Jerman dan Inggris. Namun, upaya dan semangat mereka untuk dapat berdiri melawan hegemoni mesin – mesin non Belanda terutama Jerman yang dilandasi rasa nasionalisme pun patut diacungi jempol. Hal demikianlah yang terjadi pada kisah perjalanan sejarah sebuah lokomotif uap tua milik pabrik gula Kedawung di Pasuruan, Jawa Timur. Lokomotif tua bernomer 16 itu kini telah pensiun dari pekerjaannya sebagai penarik beban rangkaian muatan tebu tebangan dari ladang dan juga gerobak – gerobak blontong (sisa arang pembakaran dari ketel pabrik gula) keluar pabrik.

Kiprahnya bermula saat Departemen Koloni menugaskan pabrikan mesin asal Belanda bernama NV. Machinefabriek Breda atau yang pada awalnya dikenal sebagai Backer & Rueb untuk membuat beberapa lokomotif yang akan digunakan di pertambangan timah milik pemerintah kolonial di pulau Bangka. Lokomotif no. 16 merupakan bagian dari pengadaan sarana – sarana traksi tersebut, dimana ia dibuat pada tahun 1912 yang kemudian ditempatkan pada pertambangan timah sektor blinyu di pulau Bangka. Desainnya dirancang berdasarkan lisensi yang diperoleh dari pabrikan Krauss, Jerman. Sehingga ditemukan kemiripan detil konstruksi bodi dengan lokomotif Krauss bekas proyek “Solo Vallei” di Jawa yang juga dipakai di pertambangan timah di Bangka, seperti bentuk cerobong serta model jendela ruang kabin masinis. Spesifikasi lokomotif buatan Breda no. 16 itu memiliki bobot kosong 6,45 ton, panjangnya 5,055 M (antar ujung alat perangkai/ kopler dari depan ke belakang), punya lebar gauge 700 mm, dipasangkan valve gear jenis Stephenson, sanggup menggendong batubara / kayu sebagai bahan bakar seberat 900 kg dan air 750 L..

Baca Juga  LEGENDA MAKAM BAJUL PUTIH DI SURABAYA BARAT

Nama Breda / Backer & Rueb sendiri sebenarnya tak asing bagi dunia perkeretaapian di Hindia – Belanda saat itu, mereka sebenarnya pernah rutin memasok lokomotif – lokomotif trem bagi perusahaan kereta api di Jawa sejak tahun 1889 sampai akhir dekade 1890. Terlebih lagi Breda memang terkenal fokus memproduksi lokomotif trem berbentuk persegi di Belanda, hanya saja di lingkungan jaringan sepur industri produknya sedikit sekali beredar. Berkat pesanan lokomotif untuk pertambangan timah Bangka, maka secara fakta pabrikan Breda mencatatkan namanya sebagai pabrikan yang lengkap meramaikan kancah perkeretaapian baik di jalur KA reguler dan dalam lingkungan industri Hindia – Belanda. Pada era krisis ekonomi atau malaise sepanjang 1930’an,  penurunan produksi tambang terjadi ditambah pemakaian jaringan rel pada pertambangan timah pun berkurang sampai tergantikan oleh masifnya penggunaan truk didukung infrastruktur jalan raya yang makin baik, maka tugasnya di Bangka resmi berakhir. Lokomotif Breda itu menemukan petualangan barunya di Jawa. Tepatnya di sebuah pabrik gula tertua di Jawa yang berdiri tahun 1750 yakni Pabrik Gula Kedawung.

Di Kedawung ia terlihat masih aktif sampai pada awal 2000’an, lalu lama terdiam di dalam remise lokomotif hingga akhirnya dijadikan pajangan penghias saat PG Kedawung membuka wahana wisata KAS (Kedawung Agro Selfie) pada penghujung tahun 2017. Ia kembali diremajakan secara tampilan kosmetik. Sayangnya, wisata KAS hanya bertahan 3 tahun saja atau ditutup tahun 2020 lalu. Keadaan demikian membawa kembali pada kondisinya yang memperihatinkan sebagaimana sebelum dipoles menjadi penghias, korosi pada dinding bodi lokomotif kembali bermunculan ditambah dengan bentuk cerobong yang tak lagi sempurna. Pada saat kunjungan dilakukan beberapa waktu lalu, bahkan ditemukan lebah bersarang di bagian peti api lokomotif. Beruntung, secara kelengkapan tidak begitu banyak bagian – bagian lokomotif hilang sehingga lokomotif masih dapat dikenali dengan mudah.

Baca Juga  Rumah Sakit Militer Simpang

Sebagai tambahan informasi, diketahui ketel lokomotif telah diganti dengan merk Du Croo & Brauns bernomer produksi 210, bersumber dari dokumentasi penggemar kereta api bernama John Raby pada saat kunjungannya ke Kedawung di akhir era 1990. Jika ditelusuri, ketel itu berasal dari sebuah locomobile tahun 1930/31, yang pernah dikirimkan untuk perusahaan tambang timah di Bangka. Mungkin sebelum kepergian lokomotif ke Kedawung, terjadi pergantian ketel akibat kerusakan saat pemakaian. Semoga lokomotif Breda nomer 16 milik PG. Kedawung tetap lestari karena dari sekian banyak yang pernah diproduksi dengan model yang  sama, hanya dialah satu-satunya yang bertahan.

Oleh Navy Eka Pattiruhu, Railfans Begandring Soerabaia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *