
Pertempuran Surabaya banyak melahirkan perintisan satuan bersenjata dari berbagai golongan baik, dari kalangan sipil maupun yang berbasis militer. Bahkan hingga saat ini kesatuan-kesatuan tersebut masih ada dan semakin berkembang, kita ambil beberapa contoh, Kita mengenal satuan Brigade Mobil Polri yang juga berawal dari Surabaya untuk perintisannya, kemudian ada Direktorat Zeni yang perintisannya juga berawal dari Surabaya, dan lain lain yang mungkin kita bisa jabarkan dalam artikel-artikel selanjutnya, pertempuran Surabaya seakan menjadi satu ajang penobatan bagi satuan-satuan tersebut.
Tidak terkecuali para pelajar-pelajar Surabaya yang seakan tidak ingin ketinggalan dalam kancah revolusi itu. Kita mengenal ada TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar) dan TGP (Tentara Genie Pelajar) yang secara basis adalah pelajar Sekolah Menengah Pertama dan Atas dari berbagai sekolah di Surabaya yang berikrar turut mempertahankan kemerdekaan Indonesia, awalnya mereka adalah satu, namun kemudian memilih jalannya masing-masing dalam pengabdiannya, bagaimana kisahnya ?, yuk kita simak, begini :
Tentunya semua itu tidak lepas dari berita Proklamasi kemerdekaan Indonesia yang tersebar di Surabaya, dan dengan segera pemindahan kekuasaan dengan cara seksama serta dalam tempo yang sesingkat-singkatnya dilakukan. Kemudian dibentuklah badan-badan pemerintahan sebagai satu komponen Republik Indonesia termasuk membentuk Badan Penolong Keluarga Korban Perang dan Badan Keamanan Rakyat atau disingkat BPKKP dan BKR di Surabaya pada 2 September 1945 bertempat di Kaliasin no 121, penyempurnaan pembentukan BKR kemudian dibahas dalam pertemuan di GNI Bubutan pada 4 September 1945 yang selanjutnya diputuskan untuk membentuk 3 wilayah BKR, yaitu BKR Jawa Timur, BKR Karesidenan dan BKR Kota oleh karena Surabaya menjadi pusat pemerintahan saat itu baik ditingkat Provinsi, Karesidenan dan Kota. Semangat pembentukan BKR kemudian diikuti dengan pembentukan Badan Perjuangan oleh masing-masing kekuatan sesuai dengan instansi dan afiliasi masing-masing.
Insiden perobekan bendera Belanda di Hotel Oranje yang terjadi pada 19 September 1945 memicu rapat besar di lapangan Tambak Sari yang dihadiri ratusan ribu rakyat Surabaya, rapat tersebut dikenal dengan nama Rapat Samudera yang terjadi 21 September 1945.

Pasca menghadiri Rapat Samudera para pelajar Surabaya yang tergabung dalam GASEMA Surabaya atau Gabungan Sekolah Menengah Surabaya mengadakan pertemuan di Gedung SMT Darmo 49, pertemuan itu dihadiri organisasi perjuangan pemuda dan badan perjuangan yang turut berorasi dan mengajak para pelajar untuk bergabung, namun hasil pertemuan itu para pelajar menyatakan “Turut dalam menegakan kemerdekaan Negara Republik Indonesia melalui pejuangan bersenjata bersama-sama dengan segenap aparatur Negara serta tidak terafiliasi dengan badan dan atau kelompok politik manapun”.
Tepat tengah malam pada 21 September 1945 disusunlah pengelompokan BKR-Pelajar dengan nama Staf, dengan pembagian sebagai berikut :
Staf I : Wilayah Darmo, pelajar SMT Darmo 49 dan SMP II Ketabang, bermarkas di Darmo 49 dipimpin oleh Mas Isman.
Staf II : Wilayah Sawahan, pelajar Kogyo Gakko dan Kogyo Senmon Gakko, bermarkas di Kogyo Senmon Gakko Sawahan dipimpin oleh Sunarto.
Staf III : Wilayah Praban, pelajar SMP I Praban, Sekolah Radio, Sekolah Dagang dan Taman Siswa, bermarkas di SMP I Praban dipimpin oleh Anirun.
Staf IV : Wilayah Heerenstraat, peajar pelajar SMT kelas 2 dan pelajar sekitar Heerenstraat, bermarkas di Heerenstraat (SMPN 5 Surabaya saat ini) dipimpin oleh Sutoyo Raharjo.
Yang harus kita ketahui, semua pelajar di Surabaya tanpa terkecuali mendapatkan pelatihan semi-militer pada masa pendudukan Jepang yang diberi nama Gakkuko-Tai atau Pasukan Pelajar yang dipimpin seorang Chutai-cho di tiap-tiap sekolah. Mereka dilatih di Gunungsari seminggu sekali selama satu hari penuh.
Meskipun berstatus pelajar, mereka juga wajib berlatih Sento Kyoren atau latihan perang dengan menggunakan senapan kayu yang bernama Mokuju, meskipun bukan senapan asli namun para pelajar itu harus memperlakukannya seperti senapan betulan, militer Jepang melatih mereka dengan keras dan disiplin tinggi, jadi jangan tanya jika mereka melakukan kesalahan atau tidak betul serta kurang semangat.
Disela-sela latihan mereka wajib menjalankan Kinrohoshi atau kerja bakti membangun Jinchi-Jinchi atau kubu pertahanan dari beton dan karung pasir, selain itu mereka wajib menanam Jagung dan Jarak untuk kebutuhan militer, selain membangun Jinchi-Jinchi sebagian dari mereka juga diperintahkan membersihkan perlengkapan perang Jepang di Gunungsari yang memang menjadi basis Daidan PETA Surabaya dan Kohara Butai yang dipimpin oleh Kolonel Kohara Jinggo.
BKR-Pelajar ini kemudian diresmikan oleh Kolonel Sungkono selaku Kepala BKR Kota Surabaya pada 25 Oktober 1945 di Darmo 49 dan menjadi bagian BKR Kota Surabaya, namun dalam perkembangan waktu BKR-Pelajar Staf I, III dan IV bergabung menjadi satu dibawah pimpinan Mas Isman, gabungan inilah yang kemudian hari menjadi TRIP atau Tentara Republik Indonesia Pelajar.
BKR-Pelajar Staf II wilayah Sawahan mempunyai perkembangan sendiri, Mas Isman mengajak BKR-Pelajar Staf II untuk bergabung bersama namun ditolak karena mereka berasal dari pelajar Sekolah Teknik yang ingin mempertahankan identitas Teknik dalam kesatuannya, meraka bangga dengan identitas tersebut.
Namun dalam perkembangan waktu pula, BKR-Pelajar Staf II yang awal pembentukanya merupakan satu kesatuan pelajar Teknik kemudian memilih memisahkan diri dengan membentuk dan masuk organisasi lain, yaitu :
- Bergabung ke Sekolah Opsir Surabaya dibawah pimpinan Ronokusumo. Mereka berasrama di jalan Sawunggaling yang kemudian dikenal dengan nama Pasukan Sawunggaling, pasca pertempuran Surabaya pindah ke Mojoagung dan berubah nama menjadi Sekolah Kader Perwira Mojoagung.
- Bergabung ke Pasukan Teknik TKR Gajah Mada atau biasa disebut Pasukan Genie Don Bosco karena bermarkas di Don Bosco dipimpin oleh Hasanudin Sidik Guru Kogyo Senmon.
- Masuk dan bergabung ke Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia atau BPRI, TKR, Polisi Tentara, TKR-Udara dan atau badan perjuangan lainya.
- Tetap bertahan menjadi BKR-Pelajar Staf II yang dipimpin Sunarto yang kemudian menggabungkan diri ke Dinas Genie Pertahanan Surabaya pimpinan Ir. Nowo Joyo Sentono Guru Kogyo Senmon Gakko dan merubah namanya menjadi BKR-Pelajar Dinas Genie Pertahanan Surabaya yang lebih dikenal dengan Pasukan Sekolah Teknik Surabaya atau Pasukan STS yang kemudian menjadi embrio TGP atau Tentara Genie Pelajar yang dibentuk di Malang pada 2 Februari 1947.
Para pejuang pelajar ini menjadi anak-anak revolusi selama pertempuran Surabaya dan perang kemerdekaan, kedewasaan mereka muncul dan berkembang dimasa-masa genting. Perang seakan menjadi satu ajang praktek apa yang pernah diajarkan oleh sindokang- sindokang Jepang, yang membedakan saat ini mereka benar-benar bertempur dengan alat perang yang sesungguhnya. Korbanpun berjatuhan dari kalangan pelajar termasuk para pendidik, TRIP dan TGP merupakan bukti nyata peran pelajar perjuangan kemerdekaan Indonesia, siapa yang menyangka hancurnya jembatan-jembatan sepanjang jalan menuju Sidoarjo adalah ulah pelajar-pelajar teknik dibawah bimbingan guru mereka.

Namun pelajar tetaplah anak-anak yang penuh canda tawa, meskipun jatuhnya bom yang ditimang-timang di daerah Sepanjang sehingga jatuh dan meledak bermula dari suatu candaan, namun peristiwa itu mengilhami satu teknik peledakan yang melegenda dikalangan Genie Pelajar, bom tarik yang melegenda, Trek Bom.
Oleh : Achmad Zaki Yamani.
Sumber :
- Pelajar dan Perang Kemerdekaan oleh A. Radjab, Yayasan Widoro, Surabaya, 1977.
- Pelajar Pejuang Tentara Genie Pelajar 1945 -1950 oleh Drs Moehkardi, Yayasan Ex Batalyon TGP Brigade XVII, Surabaya, 1983.
- Pelajar Pejuang oleh Asmadi, Sinar Harapan, Jakarta, 1985.