Sebuah penggalan pidato peresmian Monumen Hussni di Surabaya yang dilakukan oleh Walikota Dijkerman pada 10 Juni 1923. Walikota memuji sang penerbang, Achmad Djiwad Hussni, seseorang Turki dan tinggal di Surabaya, dia gugur akibat kecelakaan pesawat dari Batavia ke Surabaya pada hari Sabtu 8 Juli 1922 jam 07:00.
Perlu diketahui bahwa Achmad Djiwad Hussni adalah pilot tempur yang memperoleh lisensi penerbang dari Luftfahrt Gesellschaft Jerman. Pada saat kecelakaan dia menggunakan sebuah pesawat ringan berbaling-baling satu LVG C.VI yang sebenarnya adalah pesawat pengintai artileri dua kursi buatan Jerman yang digunakan selama Perang Dunia I. Pesawat yang digunakan Hussni tidak terdaftar dalam register di Hindia Belanda karena sistem registasi pesawat udara baru dikenalkan pada tahun 1929.
N.I.L.O atau Nederlandsch-Indische Luchtvaart Onderneming (N.I.L.O.) sebuah Perusahaan Penerbangan Hindia Belanda baru saja membeli pesawat di Surabaya. Pesawat ini menjalani misi layanan penerbangan reguler Batavia ke Surabaya dan hari sabtu 8 Juli 1922 adalah pembukaan layanan tersebut untuk pertama kali dan diresmikan secara meriah.
Pagi itu, pesawat akan lepas landas dari lapangan terbang Ancol, sebelum penerbangan dimulai dilakukan upacara meminum segelas Champagne untuk mengantar perjalanan yang penuh tantangan ini. Mesin pesawat menderu keras, lambaian tangan dari para penonton dan undangan melepas keberangkatan pesaawat, Hussni sang pilot melepas rem dan menambah kecepatan pesawat, Hussni tidak sendirian, dia ditemani oleh 3 wartawan yang akan meliput petualangan yang hebat ini, yaitu Van Huut dari Aneta, Borst dari Java Bode serta Gerritsen dari Indische Courant.
Namun sebelum penerbangan dimulai, mereka telah diperingatkan jika apa yang mereka bawa telah kelebihan beban, pesawat yang berkapasitas 2 orang itu harus membawa 4 orang, mereka juga mengemas sejumlah barang bawaan dan makanan ringan untuk perjalanan. Peringatan itu tidak diperhatikan sama sekali.
Dalam keadaan itu Hussni tetap melanjutkan penerbangannya, saat pesawat lepas landas mengarah ke timur dan mencapai ketinggian kurang lebih 150 meter tiba-tiba pesawat kehilangan kendali dan jatuh vertikal dengan cepat seperti daun yang jatuh dari pohon. Melihat kecelakaan itu mereka yang hadir berlarian menuju pesawat yang jatuh, para penolong harus melewati sungai dan pagar kawat untuk mencapainya, begitu tiba di lokasi mereka dihadapkan dengan keadaan yang mengerikan, pesawat biplan yang dirancang oleh Willy Sabersky Mussigbrodt dan dikembangkan oleh Luft Verkehrs Gesellschaft (LVG) Jerman pada tahun 1917 seri C.VI yang terbuat dari kayu, logam dan kanvas ini hancur total.
Para penolong mendapati Gerritsen tewas dilokasi kejadian, Borst dan sang Pilot Hussni terluka parah yang kemudian meninggal dunia di Rumah Sakit Cikini, van Huut selamat meskipun dia terlempar dan jatuh ke tanah sebelum pesawat jatuh dan mengalami luka yang cukup parah. Ketiga korban dimakamkan di Batavia. Gerritsen dan Borst di pemakaman Eropa Laanhof, sedangkan Hussni di pemakaman Islam Karet. Sebuah makam dan monumen besar untuk Gerritsen dan Borst diresmikan pada bulan Mei 1923 di Laanhof Weltevreden Batavia.
Komisi penyelidikan kecelakaan dibentuk untuk menginvestigasi penyebab jatuhnya pesawat tersebut, hasilnya dinyatakan bahwa :
- Pesawat kelebihan beban.
- Kecepatan pesawat menurun saat belok dan tidak memiliki momentum untuk menanjak sehingga jatuh.
- Karena 3 tahun tidak pernah menerbangkan pesawat sejenis, maka saat diuji coba pada tanggal 7 Juli 1922, ternyata pilot dan pesawat mengalami hal yang sama, namun karena beban muatan lebih ringan sehingga keadaan tersebut bisa segera diatasi dan tidak berakibat fatal.
- Pilot Achmad Djiwad Hussni meskipun mempunyai kualifikasi penerbang namun tidak melalui inspeksi berkala untuk kelayakan terbang.
Pada November 1922 arsitek Wolffers dari Biro Arsitek dan Kontraktor Hindia Belanda di Surabaya telah menyiapkan desain untuk sebuah monumen guna mengenang penerbang Hussni. Pada 10 Juni 1923, satu bulan setelah peresmian monumen makam Gerritsen dan Borst di Batavia, Hussni pun menerima monumennya di Surabaya.
Saat pembukaan monumen, Walikota Surabaya Dijkerman dalam pidatonya yang bersemangat memuji-muji Achmad Djiwad Hussni sebagai seorang pemberani, pelopor dan perintis penerbangan komersial sipil dari Surabaya, meskipun sebelum dan setelah pembangunan monumen yang terletak di Darmoplein itu banyak tanggapan positif maupun negatif dari warga Surabaya.
Monumen Hussni dibongkar sekitar tahun 60an dan saat ini menjadi Masjid Alfalah Surabaya, monumen yang terletak di Darmo Surabaya ini pada lempengan marmernya tertulis: “Untuk mengenang Achmad Djiwad Hussni, lahir di Konstantinopel pada 5 September 1897, meninggal di Batavia pada 8 Juni 1922 akibat kecelakaan penerbangan di atas Ancol pada awal penerbangan sipil pertama Batavia-Surabaya”, seorang Unerschrockenen Waghalsiger Flieger, Penerbang yang tak kenal takut dan pemberani.
Oleh : Achmad Zaki Yamani.

Sumber artikel dan foto :
javapost.nl
Een dappere jonge Turk, sarcelled58.rssing.com
asn.flightsafety.org