Konsep Wisata Peneleh Dibedah di Lodji Besar

Peneleh menjadi kawasan penting di Surabaya. Kawasan ini menyimpan banyak jejak sejarah yang panjang. Peneleh juga punya catatan sejarah empat masa, yakni di Masa Majapahit, Masa Kolonial, Masa Pergerakan dan Masa Kemerdekaan.

Demikian benang merah Begandringan (diskusi ala Surabaya) yang digelar di Lodji Besar, Jalan Makam Peneleh 46, Surabaya. Rabu (4/1/2023) malam.

Begandringan yang berlangsung 3,5 jam tersebut berasa spesial. Karena dihadiri Irvan Widyanto (Asisten II Pemkot Kota Surabaya), A. Hermas Thony (Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya), Yusuf Musruh (Kepala Dinas Pendidikan), Musdiq Ali Suhudi (Kepala Badan Pendapatan Daerah), M. Aris Hilmi (Camat Genteng), Skundario Kristianindraputra (Lurah Peneleh).

Dari jajaran akademisi ada Prof. Purnawan Basundoro (Dekan FIB Unair), Kukuh Yudha Karnanta (dosen FIB Unair). Juga para pegiat sejarah dan budaya, Ketua RW dan RT di lingkungan Peneleh dan Pandean.

Konsep Wisata Peneleh Dibedah di Lodji Besar
Yayan Indrayana memaparkan perkembangan Peneleh dari masa ke masa. foto: zaki begandring

Yayan Indrayana, sekretaris Begandring, memaparkan konsep pengembangan kawasan Peneleh berbasis sejarah, budaya dan cagar budaya.

Dia menunjukkan bukti-bukti otentik dari masa ke masa yang ciamik. Foto, data, dan narasi disampaikan secara jelas dan bernas. “Banyak hal menarik di Peneleh. Makanya, sangat penting menjaga dan merawat kawasan ini,” tegas pria yang melakoni profesi sebagai arsitek itu.

Kuncarsono Prasetyo, inisiator Begandring, memaparkan konsep Pengembangan Kawasan berbasis komunitas. Kuncar memandang penting adanya partisipasi masyarakat dalam menjalankan konsep pengembangan Peneleh.

“Potensi Peneleh menjadi tempat wisata sangat besar. Kami dan teman-teman sudah membuktikan lewat jelajah sejarah dalam program Subtrack (Surabaya Urban Track),” tutur Kuncarsono yang secara rinci menjabarkan potensi-potensi di Peneleh.

Konsep Wisata Peneleh Dibedah di Lodji Besar
Kuncarsono Prasetyoa m,enjelaskan konsep wisata Peneleh. foto: zaki begandring

Paparan kedua konsep pengembangan yang saling melengkapi ini, yakni dari aspek fisik dan nonfisik. Ini sebagai respons dan follow up dari hasil pertemuan pengurus Tim Begandring Soerabaia dengan Irvan Widyanto (Asisten II Pemkot Surabaya) di Lodji Besar, dua pekan sebelumnya.

Baca Juga  Desak Pembentukan Badan Pengelola Cagar Budaya

Menurut Irvan, paparan Tim Begandring ini sudah masuk pada tataran kajian, sehingga sudah saatnya masuk pada tataran implementasi.

“Saya kaget datang ke sini, wong kapan hari ngobrol-ngobrol soal pengembangan kawasan Peneleh, eh sekarang ini sudah jadi konsepnya. Kalau saya bilang ini sudah bentuk kajian, tinggal diimplementasikan. Salut untuk Begandring,” ucap Irvan, lalu disambut applaus semua peserta begandringan.

Untuk mengawali kerja kolaboratif dan partisipatif untuk Surabaya ini, kata Irvan, pihaknya akan melakukan kerja bakti massal bersih bersih Makam Belanda Peneleh, Minggu (8/1/2023) pagi. Makam Belanda Peneleh yang selama ini menjadi jujugan wisata di kawasan Peneleh.

Melihat output yang sangat positif dari begandringan itu, Irvan berjanji mengundang pihak-pihak terkait lainnya. Di antara dari Bappeko, Dinas Cipta Karya, Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata, Dinas Lingkungan Hidup, termasuk Dinas Pendidikan dan Pendapatan Daerah, dan Dinas Arsip dan Perpustaakaan.

Konsep Wisata Peneleh Dibedah di Lodji Besar
Prof. Purnawan Basundoro memberikan pemaparan. foto: zaki begandring

 

Kerja Bakti Massal

Apa yang dipaparkan Tim Begandring dalam rangka pengembangan kawasan Peneleh sudah terlihat sinkron yang apa yang mulai dikerjakan Pemkot Surabaya. Misalnya sudah disediakannya dermaga di bantaran Kalimas di jalan Peneleh.

Lurah Peneleh Skundario berharap dermaga Kalimas yang sudah dibuat dapat dikoneksikan ke Makam Belanda dengan pembuatan pedastrian sehingga wisatawan yang turun dari dermaga dengan tujuan Makam Peneleh dapat berjalan dengan aman dan nyaman.

Sementara Musdiq Ali Suhudi, Kepala Bapenda sebelumnya menjabat sebagai Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Kota Surabaya, memandang perlunya menata dan mengembangkan Kalimas sebagai pendukung kawasan Peneleh.

Konsep Wisata Peneleh Dibedah di Lodji Besar
Irvan Widyanto (berdiri) siap mengeksekusi pengembangan kawasan Peneleh. foto: zaki begandring

Kata dia, Kalimas sendiri menjadi jalur wisata yang berbasis historis untuk mendukung pengembangan wisata Peneleh. Apalagi ruas Kalimas di wilayah Peneleh merupakan ruas kali yang sibuk di zamannya.

Baca Juga  Begandring Jadi Tamu Perkuliahan Internasional FIB Unair

“Hingga sekarang di bantaran Kalimas di wilayah kelurahan Peneleh ini masih dapat dilihat dermaga-dermaga kuno, baik di sisi timur maupun barat sungai. Bekas dermaga yang masih ada ini menunjukkan pentingnya kawasan Peneleh tempo dulu,” jabar dia.

Camat Genteng Muhammad Aris Hilmi berangan-angan bantaran Kalimas di wilayah Peneleh ini menjadi waterfront, di mana warga bisa menikmati suasana kali secara alami dengan latar historis. Ia membandingkan Kalimas ini dengan sebuah sungai di Jepang.

Konsep Wisata Peneleh Dibedah di Lodji Besar
Yusuf Masruh janjikan merawat SD Sulung. foto: zaki begandring

Sedangkan Yusuf Musruh, Kepala Dinas Pendidikan, mengatakan, pengembangan Peneleh tidak luput dengan pengembangan Kalimas. Karena itu dia mengharpkan bisa mengkoneksikan lingkungan Peneleh dengan lingkungan Sulung yang terdapat bangunan cagar budaya, yakni SD Sulung (sekarang SDN Alun-Alun Contong). SD Sulung ini dulu tempat Raden Sukeni Sosrodihardjo, ayahanda Bung Karno, semasa masih bernama Hollandsch Inlandsche School.

“Kami akan merenovasi sekolah itu (SD Sulung) sehingga nilai penting dadi sekolah bersejarah itu dapat diketahui masyarakat. “Ini sekaligus menjadi materi pembelajaran dan muatan lokal,” tegasnya.

Purnawan Basundoro, Dekan FIB Unair, menyampaikan, salah satu peninggalan penting penting di kawasan Peneleh yang baru ditemukan pada 2018, yaitu Sumur Jobong.

“Ini penemuan langka berupa artefak arkeogi yang mengungkap keberadaan kawasan Pandean-Peneleh sebagai kawasan permukiman kuno di era Majapahit,” ungkap dia.

Penemuan itu, menurut Purnawan, bisa menjadi pintu masuk untuk meluruskan sejarah Hari Jadi Kota Surabaya yang selama ini dikaitkan dengan Kali Jagir yang dianggap sebagai jalur keluarnya serdadu Tartar dari Pulau Jawa pada 1293.

“Di sana tidak ada bukti historis yang kuat untuk mendukung sejarah Hari Jadi Kota Surabaya,” kata Purnawan.

Ketuaan Peneleh dengan bukti peradaban kota terkuak di Kampung Pandean, yakni penemuan Sumur Jobong. Sumur itu diketahui sudah ada pada 1430, berdasarkan hasil uji karbon pada tulang manusia yang diremukan di sekitar dan di dalam sumur.

Baca Juga  Kepala Perwakilan BI Jatim, Doddy Zulverdi, Kunjungi Peneleh

“Penemuan Sumur Jobong ini menggugurkan sejarah Kota Surabaya di Jagir, Wonokromo,” tandas Purnawan.

Ia menambahkan, pengelolaan Sumur Jobong sebagai bagian dari pengembangan kawasan Peneleh sangat penting.

Konsep Wisata Peneleh Dibedah di Lodji Besar
A. Hermas Thony, satu-satunya legislator yang hadir di begandringan. foto: zaki begandring

Harus Digandrungkan

Semua gerakan sadar wisata yang berbasis sejarah dan budaya ini kiranya perlu suatu landasan hukum yang kuat sesuai dengan perkembangan sekarang.

Untuk hal ini. A. Hermas Thony, wakil ketua DPRD Kota Surabaya, menyatakan, pihaknya sudah mempersiapkan lahirnya Perda Pemajuan Kebudayaan dan Nilai Kepahlawan. Perda ini merupakan inisiatif murni dari dewan.

“Perda Pemajuan Kebudayaan dan Nilai Kepahlawanan ini menjadi dasar pelestarian dan pengembangan nilai-nilai budaya dan kepahlawanan Kota Surabaya,” ujar politisi Partai Gerindra itu.

Selain Perda Pemajuan Kebudayaan, imbuh Thony, perda lain yang menjadi dasar hukum pelestarian dan pengembangan benda-benda cagar budaya adalah Perda Cagar Budaya, di mana di salah satu klausulnya mengamanahkan dibentuknya Badan Pengelola Kawasan Cagar Budaya.

Menurut Thony, Badan Pengelola Kawasan Cagar Budayaini perlu segera ada untuk mendukung geliat pembangunan dan pembangunan pariwisata yang berbasis cagar budaya.

“Banyak bangunan dan kawasan cagar budaya yang tersebar di Surabaya. Dalam rangka pengembangan kawasan Peneleh kiranya sangat perlu adanya Badan Pengelola yang mengurusi kawasan ini. Kelak, yang diurusi akan semakin meluas di wilayah kota Surabaya,” jelas Thony.

Irvan Widyanto pun langsung merespons usulan A. Hermas Thony. “Segera, kita juga akan konsentrasi ke kawasan kota Tua Surabaya,” kata Ivan

Thony juga mengingatkan, hasil begandringan ini harus bisa digandrungkan alias disosialisasikan dan dipopulerkan ke masyarakat. Sehingga, pembahasan masalah ini benar-benar memberi manfaat bagi semua, termasuk menguatkan jati diri Kota Surabaya. (nanang purwono)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *