Sebanyak 80 dokter mata dari Departemen/KSM Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga yang bertugas di RSUUD Dr Soetomo dan RS Unair menjelajah kawasan Kota Tua Surabaya, Minggu (16/1/2022) pagi. Mereka dipandu oleh pegiat sejarah dari Perkumpulan Begandring Soerabaia melalui program Surabaya Urban Heritage (Subtrack).
Ketertarikan para dokter mata yang berasal dari berbagai daerah, menjelajah sejarah Kota Tua Surabaya ini menjadi perhatian Wakil Wali Kota Surabaya Ir Armuji MH. Da menyempatkan nggowes di kawasan Kota Tua Surabaya sebelum akhirnya menyapa rombongan jelajah sejarah Heritage Walk.
Armuji mengapresiasi upaya pelestarian sejarah dan cagar budaya di Surabaya yang dilakukan Perkumpulan Begandring Soerabaia melalui kegiatan edukatif. “Di kawasan Kota Tua Surabaya ini tidak hanya ada Jembatan Merah yang legendaris dan historis. Tapi masih banyak bangunan yang memiliki nilai sejarah dan peradaban kota,” katanya.
Menurt dia, banyak bangunan yang usianya sudah ratusan tahun dan bernilai sejarah di Surabaya. “Karenanya, Begandring Soerabaia mengajak untuk memperkenalkan peninggalan sejarah ini sebagai upaya pelestariannya. Mumpung peninggalan bersejarah ini masih ada wujudnya. Kalau sudah gak ada, kita pasti hanya bisa membayangkan saja,” imbuh Armuji.
Titik kumpul kegiatan ini dipusatkan yang bertempat di bangunan eks halte di jalan Jembatan Merah yang memberi atmosfir klasik sebagai bekal penjelajahan. Dalam pesannya, Armuji mengajak semua peserta Heritage Walk untuk menjaga dan memanfaatkan kawasan Kota Tua Surabaya sebagai aset edukasi dan pariwisata kota yang berbasis heritage.
Ada pun titik pertama dalam rute Heritage Walk Kota Tua Surabaya ini adalah Jembatan Merah. Kemudian dilanjutkan ke Taman Sejarah yang dulunya di era VOC, merupakan Alun-Alun Kota yang bernama Willemplein. Alun- Alun Kota ini seperti halnya konsep tata ruang kota Amsterdam, di mana di depan balai kota terdapat alun alun yang bernama Dam Square.
Sementara Alun-Alun Kota Belanda Surabaya bernama Willemplein sekarang menjadi Taman Sejarah. Dulu, Balai Kota Surabaya berada persis di barat Jembatan Merah. Pada 1930, Gedung Balai Kota Surabaya dibongkar dan pindah ke gedung baru di Ketabang.
Dari 80 peserta, kemudian dibagi dua kelompok yang masing masing berisi 40 peserta. Tujuannya agar efektif.. Menurut Ketua Pelaksana Subtrack, Taufan Hidayat, pembagian menjadi dua kelompok ini untuk efektivitas penjelajahan dan juga untuk menghindari penumpukan masa.
“Meski dipisah menjadi dua kelompok, tapi masing masing kelompok tetap mengunjungi objek-objek yang telah ditentukan dalam rute jelajah sejarah ini,” jelas pria yang juga Ketua Divisi Usaha Perkumpulan Begandring Soerabaia ini.
Objek lain yang dikunjungi adalah Jembatan Merah, Eks Dermaga Kali, Taman Sejarah, Gedung Singa, Gerbang Kota Tua (pertigaan Jalan Jembatan Merah–Cendrawasih–Veteran), Pabrik Lemon di Jalan Mliwis , Perumahan warga Eropa di Jalan Gelatik, Jalan Branjangan, eks Apotik Surabaya di Jalan Branjangan-Rajawali, Javasche Bank, Penjara Kalisosok dan Gedung Internasional.
Interaktif Komparatif
Para dokter mata FK Unair sangat antusias mengikuti jelajah sejarah Kota Tua Surabaya. Mereka serius menyimak penjelasan pemandu sejarah dari objek-objek yang dikunjungi. Bahkan, beberapa peserta yang pernah mengunjungi Kota Amsterdam, menyebut ada kemiripan antara gedung-gedung tua di Surabaya dan di Amsterdam.
Seorang peserta Subtrack, dr M Firmansjah, membandingkan Kanal Amsterdam dan Kanal Kalimas, water front Amsterdam dan water front jalan Jembatan Merah (dulu Willemkade). Dia juga membandingkan Alun- Alun Kota Dam Square (Amsterdam) dengan Willemplein (Surabaya) yang sekarang menjadi Taman Sejarah.
“Ada kemiripan, ini sangat menarik,” kata Firmansjah, seraya memperlihatkan foto-foto ketika mengunjungi Amsterdam.
Di sekitar di kedua alun-alun kota (Dam square – Amsterdam dan Willemplein – Soerabaia) terdapat kantor Balai Kota. Di kota Amsterdam gedung Balai Kotanya (Istana Dam) masih berdiri kokoh. Sementara Balai Kota Soerabaia sudah dibongkar pada 1930 untuk akses jalan.
Satu lagi bangunan yang menjadi perhatian Firmansjah. Yakni gedung Cerutu di jalan Rajawali yang di bagian sudut bangunan nya terdapat sebuah menara yang mirip seperti cerutu. Karenanya gedung ini dikenal dengan nama Gedung Cerutu.
Padahal gedung ini dulu merupakan kantor perusahaan gula tahun 1916 yang dibangun oleh N.V. Maatsschappij Tot Exploitatie van Het Bureau Gebroders Knaud. Gedung ini juga pernah difungsikan menjadi kantor Said Oemar Bagil dan kantor Bank Bumi Daya. Sekarang menjadi aset Bank Mandiri.
Gedung yang memiliki menara berbentuk cerutu ini ternyata, menurut kesaksian Firmansjah, memiliki kembaran di Kota Amsterdam. Lokasinya tidak jauh dari alun laun Dam (Dam Square). Hal serupa juga dialami oleh gedung cerutu yang lokasinya di areal Alun-Alun Willem (Willemplein).
Entah siapa yang membangun gedung “cerutu” di kota Amsterdam. “Bentuk cerutunya sama persis. Termasuk gawel bangunan. Ada kesamaan,” jelas Firmansjah.
Kemiripan kota Surabaya dengan kota Amsterdam juga ada pada karya arsitek terkenal, Peter Berlage, yang merancang gedung Singa di jalan Jembatan Merah. Di kota Amsterdam, yang tidak jauh dari alun alun Dam, di jalan utamanya Dam rak, juga terdapat bangunan besar karya HP Berlage.
Sebagai kota Eropa, kota tua Surabaya yang luasnya hanya sekitar 4 hektar itu, juga terdapat kantor kantor perdagangan yang terlbeli nama kota kota di Belanda. Misalnya HVA (Handelsverenigging Amsterdam) dan gedung Internsio yang bernama Internationale Credit en Handelvereeniging Rotterdam.
Semua itu hanya sebagian kecil dari kekhasan kota tua Surabaya sebagai cerminan kota Eropa.
Segera Direvitalisasi
Jelajah sejarah Kota Tua Surabaya berlangsung dua jam, mulai pukul 07.30 hingga 09.30 WIB. Peserta mengaku puas dan excited. Mereka juga berharap kawasan Kota Tua Surabaya segera direvitalisasi, dikelola dengan baik dan dapat dimanfaatkan untuk tujuan edukasi, penelitian, ilmu pengetahuan, budaya, dan pariwisata.
Harapan para dokter tersebt bukan tanpa alasan. Mereka melihat aktivitas ekonomi kreatif yang dilakukan Perkumpulan Begandring Soerabaia yang memajang aneka souvenir khas Surabaya, mulai dari postcard, gantungan kunci, mug, kaus hingga buku-buku tentang sejarah Surabaya.
Hasilnya, penjualan souvenir laris. Sebagian peserta mengatakan bahwa belum pernah melihat kekhasan souvenir Surabaya seperti yang tersaji dalam agenda Heritage Walk ini. Made, seorang peserta dari Jakarta, mengatakan belum pernah melihat corak bangunan tua, khususnya yang beratap lancip dari era abad 18-an, di Jakarta.
“Iya, setau saya di Kota Tua Jakarta, sudah tidak ada bangunan yang berlanggam lancip di bagian atap” kata Made.
Karena kekhasan yang masih dimiliki Surabaya , Pemerintah Kota Surabaya hendaknya bisa segera melindungi aset aset itu. Juga melakukan revitalisasi kawasan Kota Tua Surabaya. Selama ini, aset-aset itu belum termasuk cagar budaya. Padahal menjadi bukti penting adanya peradaban Kota Surabaya. (*)
Ditulis Oleh : Nanang Purwono, jurnalis senior, ketua Begandring Soerabaia