Penulis: Agung Widyanjaya
Desa Koeti, Surabaya, punya makna penting dalam riwayat industri minyak di Indonesia. Kenapa eksplorasi dilakukan di Desa Koeti?
Aktivitas penambangan tradisional oleh penduduk pribumi sudah dilakukan semenjak tahun 1864. Seorang berkewarganegaraan Jerman melakukan pemurnian minyak dengan cara sederhana, membeli minyak mentah (crude oil) dari penambang pribumi di daerah Lidah dengan harga NLG 12 per pikol (60.479 kg).
Minyak mentah yang dibeli & kemudian diproses untuk menghasilkan minyak lampu, harga minyak lampu dijual dengan harga NLG 25 per kotak (sekitar 1 kg).
Penambangan tradisional oleh pribumi berlangsung sampai dengan datangnya minyak dari Amerika Serikat yang dijual di Hindia Belanda dengan harga relatif murah. Akibatnya, mematikan penambangan tradisional yang dilakukan oleh orang pribumi.
Setelah mendirikan Dordtsche Petroleum Maatschappij pada tanggal 22 Juli 1887, Ir. Adrian Stoop langsung bergerak cepat untuk mendapatkan sumur eksplorasi.
Rencana awal eksplorasi di Desa Koeti dan Lidah. Tetapi, setelah dipertimbangkan dari berbagai pertimbangan baik geologis maupun hukum pertambangan dan ekonomi serta lalu lintas, akhirnya diputuskan eksplorasi dilakukan di Desa Koeti. Kini, desa tersebut menjadi daerah Kutisari, Rungkut.
Peta Konsesi Sumber Minyak di Kota Surabaya. Sumber: delpher.nl
Lokasi Desa Koeti sangat menguntungkan, hanya berjarak sekitar 2.5 paal (3.75 KM) dari Halte Waroe (saat ini menjadi Stasiun Waru).
Pada tanggal 25 Januari 1888, aktivitas pengeboran di Dessa Koeti dimulai & pada tanggal 12 Februari 1888 pengeboran sudah mencapai lapisan pasir dengan kedalaman 146 m. Tetapi pada tanggal 18 Maret 1888, pengeborannya bisa dikatakan kurang sukses.
Perusahaan akhirnya memodifikasi peralatan untuk pengeboran lebih lanjut yang akhirnya bisa mendapatkan 8,000 Liter dalam 24 jam. Setelah dianalisis, komposisi minyak mentah: 11.1% memiliki kandungan bensin, 43.8% minyak lampu, dan 44% residu.
Grafik pendapatan dari Sumur Minyak yang ada di Kota Surabaya, terlihat pada saat awal operasi DPM, Sumur Koeti memberikan pendapatan mulai tahun 1889. Sumber: delpher.nl
Setelah mendapatkan minyak mentah, DPM segera membangun kilang minyak kecil di daerah Medang (disekitar Kendangsari) & kilang kecil ini dibangun pada tahun 1888 sebelum mendirikan Kilang Minyak Wonokromo.
Pompa Angguk, peralatan yang dipakai untuk pengeboran Minyak Mentah (Crude Oil). Sumber: delpher.nl
*Agung Widyanjaya. Pegiat Sejarah di Komunitas Begandring. Kolektor arsip Perkeretapian dan Industri Gula di Indonesia.