Rotterdam dan Surabaya Dalam Jejak Jelajah Wisata

Begandring.com: Surabaya (9/8/23) – Begitu menginjakkan kaki di Surabaya pada Senin sore (7/8/23), kawan kawan komunitas Begandring Soerabaia sudah menanti dan menjemput di St. Pasar Turi. Dari sana, mereka langsung membawa ku ke markas Begandring Soerabaia di Lodji Besar di jalan Makam Peneleh 46. Di markas, pembicaraan mengenai agenda kegiatan ke depan langsung mulai mencuat. Yang dibicarakan lumayan banyak dan semua menantang. 

Apa yang dibicarakan, nanti saja jika sudah semakin dan menjadi nyata dalam bentuk kegiatan, yang tentu saja melibatkan masyarakat sebagai subyek dan obyek kegiatan. Sementara salah satu oleh oleh dari negeri Kincir angin, setelah mengikuti kelas Urban Heritage Strategies 2023, adalah gagasan komparatif antara Rotterdam dan Surabaya.

Disambut dan langsung gelar diskusi untuk rencana ke depan: mad/Begandring.

Di kota Rotterdam, pada dua hari terakhir, peserta Urban Heritage Strategies 2023, diajak jelajah kawasan bersejarah di kawasan Pelabuhan lama. Rotterdam adalah kota pelabuhan. Karenanya arsitek moderen terkenal asal Belanda di awal abad 20, HP Berlage, mengatakan bahwa Surabaya itu Rotterdam nya Jawa. Ada kemiripan antara Surabaya dan Rotterdam di mata HP Berlage, yang sempat berkunjung ke Surabaya pada 1923. Karya Berlaga di Surabaya adalah Gedung Singa di jalan Jembatan Merah. 

Dalam jelajah ke kawasan pelabuhan lama dan karena mayoritas peserta Urban Heritage adalah profesional arsitek dari negara negara mitra pemerintah Belanda, termasuk dari Indonesia, kecuali peserta dari Surabaya, yang berangkat dari komunitas sejarah, maka kegiatan jelajah sejarah itu berorientasi pada konten sejarah arsitektur. 

Para profesional arsitek itu diperkenalkan pada keragaman arsitektur di kawasan pelabuhan, yang berbentuk bangunan pergudangan di pelabuhan, perkantoran maupun bangunan perumahan. Bangunan bangunan itu sudah ada di abad 19 ketika kawasan ini mulai tumbuh sebagai kawasan pelabuhan. Bangunan lainnya yang turut menyertai adalah bangunan perumahan yang awalnya untuk fasilitas perumahan pekerja pelabuhan dan perumahan rakyat di sekitar pelabuhan. 

Baca Juga  Masuk ke Zaman Romawi di kota Nijmegen, Belanda. 
Model perumahan rakyat (social housing) yang sudah ada di abad 19 di kota Rotterdam. Foto: nng/Begandring.

Pada masa abad 19, tentu gaya bangunan yang berkembang kala itu adalah bangunan dengan gaya klasiknya. Gaya itu kemudian berubah seiring dengan perubahan zaman hingga pertengahan abad 20. Tapi perubahannya tidak banyak. Keragaman gaya arsitektur di kawasan ini juga banyak dan beragam. Gaya gaya arsitektur itu mewakili masanya sendiri sendiri. 

Di era abad 21, keragaman gaya arsitektur lama ini tercermin dan terpadu pada gaya arsitektur moderen, masa kini. Perubahan di era moderen ini tidak meninggalkan aksentuasi arsitektur lama. Arsitektur lama tampak pada arsitektur modern. Bahkan masih ada rumah dan bangunan yang masih asli meski zaman telah berganti. 

Kawasan pelabuhan lama Rotterdam menjadi sebuah kawasan yang kontras. Di satu sisi terlihat moderen. Di sisi yang lain, masih menyimpan keaslian nya. Ternyata, di kota Rotterdam ada kebijakan yang mengatur tata bangunan dalam perkembangan zaman. Para pengembang harus mematuhi undang undang yang berlaku di kota itu. 

Bangunan baru dengan menggunakan bekas pergudangan yang di model seperti sebuah kapal pesiar. Sebuah local wisdom. Foto: nng/Begandring.

Selain itu, ternyata sejak dahulu sudah ada aturan yang mengatur pembangunan perumahan beserta modelnya. Penyediaan perumahan masyarakat, yang umum disebut social housing, tidak hanya menyediakan jumlah unit perumahan tapi juga mengatur model dan arsitektur perumahan sesuai dengan kearifan lokal. 

Karena dasar itulah, peserta Urban Heritage Strategies 2023 diajak walking tour di kawasan pelabuhan, yang kawasan itu dikenal dengan Historic Urban Landscape (HUL) nya kota Rotterdam. Bangunan yang menjadi ikon kawasan ini adalah bangunan Holland Amerika Lijn (perusahaan Pelayaran Holland Amerika). Sekarang telah dialih fungsikan menjadi hotel dan restoran yang bernama New York Hotel. Rombongan Urban Heritage Strategies 2023 mengawali dan mengakhiri walking tour dari tempat ini. Bahkan diakhiri dengan makan malam di restoran hotel mewah di Rotterdam ini. 

Baca Juga  Wakil Ketua MA Dikubur dengan Peti Wine di Makam Peneleh
Peserta Urban Heritage Strategies 2023 di depan land mark pelabuhan lama kota Rotterdam, eks bangunan Holland Amerika Lijn. Foto: Begandring.

Alih fungsi, yang umum disebut Adaptive Reuse inilah, yang menjadi materi dalam kegiatan Walking Track ini. Para peserta sengaja diajak untuk melihat kawasan pelabuhan lama dengan fokus ke adaptive Reuse. Bagaimana pemerintah kota Rotterdam memperhatikan dan mengolah kawasan bersejarah (Historic Urban Landscape) itu. 

Kegiatan ini dilakukan dengan berjalan kaki selama 4 jam mulai pk 14.00 hingga pk 18.00. Yang diamati mulai konstruksi tepian pelabuhan, bangunan bekas pergudangan, pabrik pabrik, perumahan hingga fasilitas umum dan nama nama jalan. Ada nama nama jalan yang berbau Indonesia seperti Sumatrastraat, Lombokstraat dan Atjehstraat. 

 

Surabaya

Di Surabaya banyak terdapat Historic Urban Landscape atau ringkasnya dikenal dengan kawasan bersejarah atau cagar budaya. Diantaranya adalah kawasan Tunjungan, kawasan Peneleh dan Ampel. 

Lantas pertanyaan kita adalah seberapa jauh perhatian, pengelolaan dan pemanfaatan kawasan itu demi kebutuhan masyarakat pada saat ini dan mendatang tanpa menghilangkan nilai nilai sejarah dan cagar budaya yang ada sehingga kawasan itu terjaga nilai Historic dan cagar budayanya tanpa harus menghambat pembangunan. 

Perbandingan dalam tulisan ini adalah kawasan Plampitan di kelurahan Peneleh yang di awal bulan Juli 2023 lalu dicanangkan sebagai pengembangan Peneleh sebagai kawasan wisata berbasis sejarah. 

Model rumah dari tahun 1930 di kawasan Plampitan. Foto: yyn/Begandring.

Kampung Plampitan adalah sebagian dari kawasan kelurahan Peneleh. Kawasan Plampitan kaya akan rumah dan bangunan yang berarsitektur indah. Tentunya bersejarah dan diduga masuk kategori bangunan cagar budaya dari sisi usia. Usianya sudah lebih dari 50 tahun. 

Dari sisi model dan arsitektur, Plampitan menyimpan bangunan dengan beragam arsitektur. Bahkan ada yang mengandung nilai sejarah karena pernah ditempati oleh tokoh tokoh pejuang kebangsaan. Seperti Cak Roeslan Abdoelgani. 

Baca Juga  Menggembalikan Sesanti Sura ing Baya

Memasuki kampung Plampitan seperti berjalan di lorong lorong waktu masa lalu. Rumah rumah lama dengan beragam arsitektur menghiasi setiap gang gang Plampitan. Ada yang masih utuh, ada yang sudah dirombak dan sayang, ada yang sudah dibongkar dan menjadi penampakan baru. Tetapi rumah rumah lama masih bertengger di sana. 

Rumah gaya abad 19 dengan aksentuasi pilar pilar di teras. Foto: yyn/Begandring.

Ketika kawasan ini dikembangkan menjadi kawasan bersejarah dan cagar budaya dengan konsentrasi wisata arsitektur, maka kawasan Plampitan bisa menjadi seperti kawasan Pelabuhan lama Rotterdam. Jika kawasan pelabuhan lama Rotterdam bisa menjadi kawasan wisata arsitektur, tentunya kawasan Plampitan bisa menjadi kawasan wisata arsitektur Surabaya. 

Tidak hanya sebagai kawasan wisata arsitektur, tapi juga sekaligus sebagai laboratorium arsitektur bagi mahasiswa arsitek dan sipil. Gaya dan model menjadi materi pengetahuan bagi mahasiswa arsitektur. Kekuatan dan teknik bangunan menjadi materi bagi mahasiswa teknik sipil. Kawasan ini tentu menunjang dan memberi ilmu pengetahuan bagi dunia akademik. 

Rumah dengan gaya abad 18 dengan piron pada ujung atap kiri dan kanan. Foto: nng/Begandring.

Dalam undang undang dan perda cagar budaya disebutkan pemanfaatan cagar budaya yang salah satunya adalah untuk menunjang tujuan ilmu pengetahuan. Ada juga untuk tujuan tujuan pendidikan dan penelitian. Kawasan Plampitan memiliki bahan untuk tujuan tujuan itu. Maka, selayaknya kampung Plampitan diperhatikan, dikelola dan dimanfaatkan sebaik baiknya untuk tujuan tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan dan penelitian yang endingnya bisa menambah kesejahteraan masyarakat. 

Seni arsitektur tidak hanya menyimpan nilai estetika tetapi di balik seni arsitektur menyimpan juga nilai peradaban. Misalnya, jika diamati, rumah rumah dengan gaya yang berkembang saat itu tidak hanya pada rumah yang berukuran besar dan luas. Tapi rumah dengan ukuran kecil dan sempit pun tidak asal asalan dibangun. Rumah rumah yang kecil dan sempit di Plampitan dibangun dengan gaya dan arsitektur yang tidak kalah dengan yang berukuran besar. Mengapa? Ini adalah taste masyarakat di zaman itu. 

Selain Plampitan, masih ada kawasan lain di Kota Surabaya yang masih menyimpan nilai dan gaya yang patut diperhatikan sebagai upaya menjaga nilai kawasan jika kawasan ini telah ditetapkan dalam Perda sebagai kawasan cacar budaya. 

Pembangunan di Surabaya dari hari ke hari kian pesat. Perubahan pun banyak terjadi. Termasuk pada bangunan. Hal yang sama terjadi di kota Rotterdam. Jika kota Rotterdam bisa, kota Surabaya seharusnya jiga bisa. (nng) 

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *