Begandring.com – As time goes on, things change. Seiring dengan berjalannya waktu, perubahan perubahan terjadi. Ini karena sesuatu di muka bumi ini tidak abadi.
Banda karya manusia, produk hukum dan keputusan serta undang undang pun demikian, bisa berubah. Mereka bisa berubah menyesuaikan zaman. Teknologi, apalagi, selalu berubah dari waktu ke waktu mengikuti zamannya. Bagi mereka, yang mampu menghasilkan produk yang tahan perubahan, tentu akan memenangi perubahan. Tapi jumlahnya sangat sedikit.
Perubahan sifatnya alami. Apalagi perubahan, yang didasari oleh alasan alasan yang masuk akal, maka perubahan itu akan dikatakan lumrah. Misalnya suatu perubahan yang terjadi demi kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi dan golongan.
Namun jika perubahan itu tidak masuk akal, maka jadinya akan tidak lumrah dan berpotensi mengakibatkan masalah. Apapun perubahan yang terjadi dan bakal terjadi, akan sangat bijak jika ada rembukan antar beberapa pihak terkait sehingga dapat dicapai kesepakatan bersama yang win win solution.
Kini, suatu perubahan yang akan dihadapi di kota Surabaya adalah pilar konstruksi “eks bangunan Toko Nam” di pojokan pertemuan jalan Basuki Rahmad dan jalan Embong Malang. Pilar pilar ini berdiri persis di depan gedung Tunjungan Plaza 5 dengan kaki pilar berdiri dan menginjak badan trotoar.
Toko Nam adalah toko kelontong pertama dan terkenal di era Hindia Belanda yang berlanjut hingga era tahun 1980-an. Menurut Prof Johan Silaas, Toko Nam pada saat itu telah memiliki layanan antar kepada pelanggan atau pembeli. Satu terobosan besar di eranya. Yaitu jasa antar barang.
Seiring dengan perubahan zaman, di area ini telah dibangun mall moderen, yang menurut Johan Silaas, merupakan reinkarnasi dari Toko Nam. Karenanya, sebagai penanda cikal bakal mall tersebut, bangunan Toko Nam disimbolkan dengan konstruksi pilar pilar seperti yang terlihat di depan gedung Tunjungan Plaza.
Namun seiring dengan perkembangan dan estetika kota saat ini dan ke depan, struktur konstruksi pilar pilar ini dianggap sudah tidak sesuai dengan lingkungan dimana ia berada. Selain dari sisi estetika, keberadaan pilar yang berdiri di atas trotoar ini juga dianggap mengganggu pejalan kaki.
Dengan tidak bermaksud untuk menghilangkan nilai sejarah kehadiran Toko Nam, yang mengukir sejarah layanan antar barang pertama di Surabaya dan bahkan di Hindia Belanda ke pembeli, nilai historis ini perlu disesuaikan keberlanjutannya dalam bentuk simbol yang berbeda. Bentuk berbeda, nilainya sama.
Simbol Toko Nam
Toko Nam yang pernah berjaya di Surabaya pada masanya, kini tinggal kenangan dan kenangan itu berbentuk pilar pilar yang berdiri di depan gedung Tunjungan Plaza dengan kaki pilar yang berdiri di atas trotoar.
Di satu sisi, pilar pilar yang menggambarkan struktur konstruksi gedung Toko Nam itu, menggambarkan memori publik tentang pernah adanya toko legendaris bagi kota Surabaya. Toko Nam. Di sisi lain, pilar pilar sebagai simbol Toko Nam itu sudah bukan pada tempatnya. Selain mengganggu estetika keindahan kota di kawasan Basuki Rahmad, Embong Malang dan Tunjungan, keberadaannya yang berada di tengah trotoar juga mengganggu pejalan kaki.
Karenanya untuk tetap menjaga memori publik dan demi menjaga nilai historis Toko Nam, yang menurut Prof. Johan Silaas, telah bereinkarnasi menjadi mall moderen Tunjungan Plaza, group Pakuwon, maka nilai sejarahnya perlu dijaga agar tidak hilang.
Sebuah resume dari rapat Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Surabaya pada 10 Juli 2023 mencatat bahwa pelestarian nilai sejarah dari Toko Nam perlu tetap dilakukan. Namun setelah dilakukan evaluasi terkait sejarah Toko Nam serta perkembangan kota bahwa posisi pilar pilar tersebut sesungguhnya sudah tidak pada posisi pilar asli Toko Nam.
Berdasarkan kajian sejarah bahwa secara fisik keberadaan gedung Toko Nam sudah hilang, hanya menyisakan sebagian struktur pilar yang selanjutnya dipindahkan ke depan. Karena mengikuti garis yang sejajar dengan posisi pilar Toko Nam, maka struktur bangunan pilar pilar baru ini memakan badan trotoar.
Struktur konstruksi pilar pilar baru yang dibangun pada awal tahun 2002 ini adalah perpaduan sebagian pilar pilar lama (asli) dari bangunan Toko Nam (1935) dan pilar pilar baru (2002), yang dimaksudkan sebagai tetenger atau monumen atas Toko Nam.
Sejarah Toko Nam
Kali pertama Toko Nam menempati bangunan di pojokan jalan Tunjungan dan Jalan Embong Malang pada tahun 1925 (Handinoto: Narasi Singkat Gedung Eks Toko Nam Surabaya, 22 Juni 2023). Toko Nam menempati gedung yang sebelumnya digunakan sebagai kantor De Fikkert Motorcar (Soerabaiasche Handelsblad, 13 Januari 1921).
Gedung ini berdiri di lokasi yang sangat strategis. Berada di pojokan jalan Tunjungan dan Embong Malang. Kala itu jalan Tunjungan dan Embong Malang masih dua jalur sehingga gedung Toko Nam menjadi pandangan mata pengguna jalan yang menuju ke Jalan Tunjungan dan Embong Malang dari arah selatan.
Secara arsitektur, bangunannya unik dan menarik. Kaya ornamen dan bentuk. Bangunan ini dirancang bangun oleh arsitek Cor De Graff pada 1921. Dengan lokasi strategis dan arsitektur unik, gedungnya menarik perhatian masyarakat. Ini sangat menguntungkan pengguna gedung. Utamanya Toko Nam. Dalam sepuluh tahun (1925 – 1935), Toko Nam berkembang sangat pesat sehingga membutuhkan tempat yang lebih luas.
Karenanya, Toko Nam pindah ke tempat baru di seberangnya (Embong Malang) pada 28 Oktober 1935 dan resmi bernama NV Handels Maatschappij Toko Nam, yang berdagang barang barang kelontong.
Secara arsitektur, bangunan Toko Nam ini tidak banyak ragam hias. Bentuknya terlihat sangat fungsional, mencerminkan ciri ciri arsitektur kolonial moderen antara 1938-1949-an.
Gaya moderen tidak hanya terlihat pada fisik bangunan, tetapi juga pada sistim pelayanan. Toko Nam memiliki layanan antar ke rumah pelanggan. Menurut Handinoto, para pelanggan setelah memilih barang dan bayar di kasir, barang barangnya bisa diantarkan oleh kurir ke rumah pembeli dengan menggunakan sepeda. Sistim layanan seperti inilah yang membuat Toko Nam menjadi terkenal.
Pada pasca kemerdekaan, khususnya pada periode 1962 – 1989 Toko Nam mengalami masa masa jaya. Namun di era tahun 1996-1997 Toko Nam mengalami kemunduran pesat. Ini seiring dengan semakin bangkitnya jaringan Mall baru di sebelahnya, Tunjungan Plaza. Akhirnya tahun 2002, bangunan Toko Nam dibongkar dan didirikan Tunjungan Plaza 5.
Untuk menjaga memori publik atas Toko Nam, maka dibuatlah tetenger Toko Nam dalam bentuk pilar pilar bangunan Toko Nam sebagaimana dapat dilihat hingga sekarang. Demi menjaga memori publik dan menjaga estetika kota dan kenyamanan pengguna jalan, sebuah gagasan yang win win solution adalah bahwa tetenger pilar itu dapat ditransformasikan ke dalam bentuk tetenger yang bisa dipasang di lokasi lama (1925) di sekitar Monumen Pers di jalan Tunjungan 100 atau Embong Malang dan di lokasi baru (1935) di depan mall Tunjungan Plaza 5 sehingga sejarah Toko Nam dapat ditampilkan secara utuh. Dengan demikian, memori publik tentang Toko Nam dapat dan tetap terjaga.
Secara historis, premise Toko Nam bermula di pojokan jalan Tunjungan dan Embong Malang, yang selanjutnya berubah menjadi toko Kwang dan kini terkenal dengan Monumen Pers Perjuangan. (nng).