Program Surabaya Urban Track (Subtrack) yang digagas Perkumpulan Begandring Soerabaia benar-benar menjadi magnet publik. Banyak kalangan memanfaatkan program ini untuk belajar sejarah. Yang terakhir dari SMP Muhammadiyah 14 Surabaya.
Puluhan siswa bersama tiga guru pendamping, Senin (30/5/2022), menjelajahi sejumlah bangunan bersejarah yang termasuk dalam situs kebangsaan di Peneleh dan sekitarnya. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) ke-729 sekaligus berwisata heritage.
Dalam jelajah yang didukung Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unair tersebut, para siswa SMP Muhammadiyah 14 didampingi koordinator tour guide Begandring Soerabaia, Toufan Hidayat dibantu dua asisten, Agus Santoso dan Budi Irawan.
Rute awal, para siswa SMP Muhammadiyah 14 mengujungi Kampung Lawas Maspati dan bersih-bersih kawasan. Selanjutnya pada pukul 11.00, mereka ke kawasan Kampung Pandean dan Kampung Lawang Seketeng.
Setelah beristirahat sebentar di Lodji Besar, Jalan Makam Peneleh 46, rombongan menuju ke rumah kelahiran Bung Karno di Pandean Gang IV Nomor 40.
“Di rumah ini Bung Karno dilahirkan. Rumah ini telah dibeli oleh Pemerintah Kota Surabaya. Rumah ini sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Di situ ada tulisan “Di Sini Tempat Kelahiran Bapak Bangsa Dr Ir Soekarno”, terang Toufan seraya menunjukkan plakat yang menempel di dinding rumah tersebut.
Ketika dikunjungi, rumah kelahiran Bung Karno itu sedang direnovasi. Bangunan rumah berukuran sekitar 15×4 meter persegi. Masih terlihat kuno, layaknya bangunan tua. Pintu masuknya seperti pintu gerbang yang memiliki dua pintu.
Di luar gang terdapat spanduk besar bergambar foto Soekarno, disertai tulisan: Pandean Bersejarah, tanah kelahiran Soekarno. Di sebelah gambar itu, gang Pandean IV yang tulisannya digantung di pintu gerbang itu.
“Pada usia 6 bulan, tepatnya Desember 1901, bapak Bung Karno dipindahtugaskan ke Ploso, Jombang dan memboyong keluarganya,” ujar pria kalem yang hobi mengoleksi barang-barang antik itu.
Puas, rombongan SMP Muhammadiyah 14 lantas melanjutkan jelajah ke Langgar Dhukur Lawang Seketeng. Langgar kuno berdinding kayu sisik, berdiri di tengah-tengah perkampungan. Langgar seluas 39 meter ini, konon didirikan beberapa ulama yang berdiam di Lawang Seketeng, tahun 1893 silam.
“Di dalamnya ada sebuah prasasti bertuliskan bahasa Arab yang ada di mimbar langgar. Prasasti itu menunjuk kalau bangunan ini didirikan pada tahun 1893 bulan pertama,” jabar Toufan.
Rute berikutnya melihat Sumur Jobong. Sumur tua di Kampung Pandean Gang I ini ditemukan pada 31 Oktober 2018. Yang menemukan tukang bangunan. Waktu penggalian tanah untuk drainase. Setelah menggali kedalaman 1 meter, ditemukan bata yang tertata 1 meter persegi.
“Temuan itu kemudian dilaporkan ke pengurus RT. Di dalam sumur itu juga ditemukan guci yang berisi fosil tulang, batu bata dan tembikar,” beber Agus Santoso yang juga juru pelihara kampung (jupel).
“Di dekat situ ada juga beberapa tengkorak kepala manusia, ada 4 kepala kalau gak salah, dan sudah dikubur lagi,” imbuh dia.
Temuan Sumur Jobong ini menjadi salah satu bukti arkeologis yang terkait dengan perkembangan Kota Surabaya. Karena Sumur Jobong strukturnya mirip sumur yang dibuat di era Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Singosari.
Jelajah berakhir pukul 12.10. Rombongan SMP Muhammadiyah 14 kembali ke Lodji Besar. Sambil beristirahat, para siswa melakukan tanya jawab ringan seputar sejarah Surabaya dengan pengurus Bagandring Soerabaia. (*)