Tempat Lahir Bung Karno Jadi Inspirasi Pelurusan Sejarah HJKS

Bulan Bung Karno semakin berarti bagi Kota Surabaya. Karena kota ini ikut menandai kehadiran momen penting pada bulan Juni.

Bulan Bung Karno terhitung mulai 6 hingga 21 Juni. Tanggal 6 Juni 1901 adalah kelahiran Bung Karno di Surabaya. Tanggal 21 Juni 1970 adalah tanggal wafatnya Bung Karno di Jakarta.

Bulan Bung Karno akan menjadi agenda nasional tahunan. Agenda ini diawali tahun 2022. Pemanasan sudah dilakukan dengan digelarnya “Ngobrol Gayeng Soekarno Lahir di Surabaya” di Lodji Besar Jalan Makam Peneleh 46, Surabaya, Sabtu (4/6/2022) malam. Selanjutnya secara formal digelar kegiatan di Rumah Lahir Soekarno, Jalan Pandean IV/40, Surabaya, Senin (6/6/2022).

Dari acara itu, ada kesaksian dari Bambang DH, mantan wali kota Surabaya yang kini menjadi anggota DPR RI, terkait temuan data sejarah tempat kelahiran Soekarno. Saat itu, BDH (begitu panggilan karibnya) menjabat sebagai wali kota Surabaya periode 2003-2010.

Sebelumnya, jamak diketahui Soekarno lahir di Blitar. Tapi dari temuan sejarawan dan didorong goodwill (itikad baik) Pemerintah Kota Surabaya, lantas dilakukan kajian lebih lanjut mengenai sejarah tempat lahir Soekarno.

Menurut Bambang DH, temuan fakta Soekarno lahir di Surabaya berawal dari pernyataan almarhum Roeslan Abdulgani, sahabat Bung Karno serta mantan Menteri Luar Negeri, yang asli kelahiran Kampung Peneleh.

“Pak Roeslan mengatakan, Bung Karno lahir di Surabaya. Kemudian Pak Pieter A. Rohi, yang waktu itu melakukan riset dan penelitian, memperkuat dengan data dan fakta. Di antaranya berdasar kesaksian data sekunder. Seperti ijazah Bung Karno di ITB, yang tertulis tempat lahirnya di Surabaya. Kemudian ditemukan rumah kecil di Pandean Gang IV Nomor 40,” kata BDH.

Baca Juga  Keren, Subtracker Tuangkan Pengalaman melalui Tulisan

Prosesnya, kala itu, BDH memberanikan meresmikan dengan penandatanganan prasasti tahun 2010. Satu tahun kemudian, Wali Kota Tri Rismaharini mengaku sangat yakin bahwa Bung Karno bukan dilahirkan di Blitar, tapi di Surabaya. Keyakinan ini dibuktikan dengan mengirim surat ke Pemerintah Pusat untuk meluruskan persoalan ini.

Akhirnya, data sejarah tempat lahir Bung Karno yang sebelumnya dicatat di Blitar, direvisi. Soekarnoi ditetapkan lahir di Surabaya, tepatnya di Pandean IV / 40, Surabaya.

Dari fakta perubahan tempat lahir Soekarno ini memberi pelajaran penting: sejarah bisa diluruskan bila terbukti bengkok.

Bambang DH berjuang meluruskan sejarah hari lahir Bung Karno. foto:begandring

 

Terkait HJKS

Ada adagium begini: sejarah bisa dibuat oleh rezim yang berkuasa. Sejarah juga bisa tercatat oleh karena kekhilafan. Tak  ada manusia terbebas dari salah dan dosa. Pun demikian dengan sejarah Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) yang ditetapkan pada 1975

Begandring Soerabaia telah mencatat atas temuan literasi dan faktual premier, bahwa sejarah Kota Surabaya perlu diluruskan. Ada tiga catatan sejarah kota Pertama, Hari Jadi Kota Surabaya, Letak Hujung Galuh dan Penyematan kembali semboyan “Sura ing Baya” pada emblem kota.

Atas temuan temuan itu, Begandring Soerabaia mengajukan usulan untuk meluruskan sejarah Surabaya. Usulan pelurusan HJKS itu disampaikan Ketua Begandring Soerabaia Nanang Purwono, kepada Ketua DPRD Kota Surabaua, Adi Sutarwijono, saat acara “Ngobrol Gayeng tentang Tempat Lahir Bung Karno” Sabtu (4/5/2022).

Adi Sutarwijono, yang akrab dipanggil Awi, langsung mnanggapi di depan forum diskusi yang dihadiri Ketua Panitia Nasional Bukan Bung Karno dan juga anggota DPR RI, Andreas Hugo Pirera, Bambang DH, Wisnu Sakti Buana (mantan wali kota dan Wawali Surabaya), jajaran anggota DPRD Surabaya, dan masyarakat umum.

Baca Juga  Ungkap Sejarah Wonokromo dan Riwayat Gerbong Maut

“Saya terimanya surat dari Begandring Soerabaia.  Saya akan teruskan untuk dibahas,” jelas Awi.

Upaya pelurusan sejarah ini, kata Nanang Purwono, menunjukkan kepedulian warga tentang sejarah Kota Surabaya. Usulan pelurusan ini juga merupakan sifat wani Arek-Arek Suroboyo yang diwariskan secara turun temurun.

“Sifat berani ini tentu memiliki dasar kebenaran sebagai mana telah dicontohkan oleh para pendahulu. Misalnya, almarhum Peter A Rohi yang berani mengajukan perubahan atas tempat lahir Bung Karno pada 2010. Dasar kebenarannya adalah data,” kata Nanang.

“Juga keberanian Arek-Arek Suroboyo menghadapi Sekutu di tahun 1945. Dasarnya adalah fakta bahwa Indonesia telah berdaulat. Pun demikian dengan keberanian Begandring Soerabaia mengusulkan pelurusan Hari Jadi Kota Surabaya. Dasarnya sumber-sumber hukum, literasi, dan prasasti,” imbuh dia. (*)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *