Memaknai Prasasti Canggu yang Kini Berusia 664 Tahun

Persis 664 tahun lalu. Tepatnya pada 7 Juli 1358 M, sebuah prasasti berisi tentang perintah layanan jasa penambangan di seluruh mandala pulau Jawa, dikeluarkan Raja Majapahit Prabu Hayam Wuruk.

Hari ini, genap 664 tahun usia Prasasti Canggu atau Prasasti Trowulan I. Disebut Prasasti Canggu karena ditemukan di daerah Canggu, Mojokerto. Juga dikatakan Prasasti Trowulan I karena tercatat sebagai prasasti yang kali pertama ditemukan di Tlatah Trowulan, eks Ibu Kota kerajaan Majapahit.

Prasasti yang berisi perintah Raja untuk pelayanan jasa tambangan (anambangi) atau penyeberangan (ferry) di seluruh mandala Pulau Jawa ini, sebetulnya juga mengilustrasikan sungai sebagai jalur transportasi utama dari hilir ke hulu dan sebaliknya di masa lalu.

Sebagai jasa tambangan (penyeberangan atau ferry) nampak pada aktivitas manusia dari zaman ke zaman yang berjasa menghubungkan wilayah di tepi sungai yang satu ke tepi sungai lainnya. Sehingga berlangsunglah urusan orang-orang yang berada di kedua tepian sungai itu, mulai dari urusan dagang, ekonomi, sosial, budaya hingga keagamaan.

Ternyata hingga di era moderen abad 21 ini, jasa tambangan masih dijumpai di  beberapa titik di tepian sungai. Baik Sungai Brantas maupun Bengawan Solo (Wulayu). Utamanya di desa-desa yang tersebut pada Prasasti Canggu sebagai Naditira Pradeca. Tambangan-tambangan itu adalah wujud peninggalan peradaban maritim Majapahit.

Sesungguhnya peradaban maritim Majapahit itu tidak hanya tambangan, tapi pengarungan atau berperahu (maparahu) di sungai atau Bengawan. Karena sungai menjadi urat nadi perekonomian dan perhubungan. Terbukti hingga era Kerajaan Mataram (Kasunanan Surakarta), Bengawan Solo menjadi alur lalu lintas perhubungan antara Surakarta dengan kerajaan di Pulau Madura.

Baca Juga  Perlu Prasasti Tembok Kota untuk Menunjang Kampung Eropa

Perahu Kiai Rajamala adalah fakta sejarah, bukan legenda yang menjadi kendaraan maritim keluarga Kerajaan Kasunanan Surakarta. Canthik Rajamala dari kapal kerajaan masih disimpan di Keraton Surakarta dan Museum Radya Pustaka Solo. Bahkan, sebuah replika Canthik Rajamala juga disimpan di Pesanggrahan Langenharjo, tempat di mana raja dan keluarga raja serta pembesar kerajaan biasa berekreasi di zamannya. Jarak antara Pesanggrahan Langenharjo dan Keraton Surakarta sekitar 10 kilometer. Pesanggrahan ini berdiri di tepian Bengawan di Kabupaten Sukoharjo.

Namun sayang, fungsi Bengawan sebagai sarana transportasi yang menghubungkan satu tempat ke tempat lainnya sudah mati. Kalau toh ada wujudnya perahu-perahu kecil nelayan pencari ikan, bukan kapal yang berfungsi sebagai angkutan massal. Tidak demikian dengan fungsi tambangan yang masih bertahan.

Bengawan Solo. foto: begandring

Memakai Prasasti Canggu sesungguhnya geliat sungai pada masa itu sudah menunjukkan pentingnya Bengawan sebagai alur perhubungan. Baik sebagai lintasan yang menghubungkan satu daerah ke daerah yang lain di sepanjang Bengawan (maparahu) maupun antartepian Bengawan (anambangi).

 

Memuliakan Bengawan Solo 

Melalui Ekspedisi Bengawan Solo 2022, ada upaya upaya untuk mengingatkan kepada semua pihak akan pentingnya menjaga dan memanfaatkan Bengawan sebagai sumber kehidupan yang ramah lingkungan dan ramah peradaban.

Bengawan Solo adalah bagian dari kehidupan manusia dari zaman ke zaman. Jika dahulu Bengawan adalah wajah (muka) dalam sebuah peradaban manusia, kini cenderung menjadi belakang (buritan) dalam peradaban modern. Akibatnya, bengawan menjadi tempat pembuangan limbah domestik maupun industri.

Tidak dipungkiri, air bengawan masih sangat dibutuhkan manusia untuk pengairan dan irigasi, sehingga di sana-sini dibangun banyak bendungan.  Ironisnya, pembangunan bendungan itu menguntungkan pihak tertentu. Menguntungkan mereka yang tinggal di atas. Mereka yang tinggal di bawah terancam dengan kekeringan ketika memasuki musim panas karena air dibendung untuk memenuhi kebutuhan air di sekitar bendungan. Akibatnya air yang mestinya mengalir ke hilir tertahan oleh bendungan.

Baca Juga  Ita Surojoyo (Begandring Soerabaia) Menerbitkan Buku Anak Beraksara Jawa

Itu sebuah gambaran tentang kebutuhan air Bengawan sebagai fungsi pengairan dan irigasi. Belum lagi air sebagai sarana transportasi. Sebagai fungsi transportasi inilah yang dianggap sudah mati. Terbukti tidak ada lagi generasi baru dari Kapal Rajamala dari era Kerajaan Kasunanan Mataram. Padahal Bengawan Solo masih berpotensi sebagai sarana transportasi air di Pulau Jawa. Mengingat sarana transportasi jalan darat sudah semakin padat.

Prasasti Canggu. foto:repro

 

Lihatlah negara-negara lain. Australia dengan Sungai Psramatta, Inggris dengan Sungai Thames, Belanda dengan Sungai Amstel dan Canada dengan banyak sungainya. Sungai masih menjadi sarana transportasi yang menghubungkan satu daerah ke daerah lain.

Sungai Barito di Kalimantan Tengah juga memiliki sarana transportasi sangat fungsional. Apakah Bengawan Solo dan Sungai Brantas tidak bisa? Tentu bisa. Karena zaman dulu, Brantas dan Bengawan Solo juga sudah menjadi urat nadi perekonomian, perdagangan, dan perhubungan.

Ekspedisi Bengawan Solo 2022 yang diinisiasi oleh Stand Up Paddle Indonesia (SUPID), Putera Nusantara, dan Begandring Soerabaia dan didukung beragam komunitas, mengingatkan kepada semua akan pentingnya memuliakan Bengawan Solo dengan memanfaatkan Bengawan secara ramah lingkungan (environmentally friendly) dan ramah peradaban (civilizationally friendly), yang berpijak pada pesan yang terkandung pada Prasasti Canggu (1358 M).

Prasasti Canggu dari masa lalu mengingatkan pentingnya Bengawan Solo untuk bisa dimanfaatkan demi masa depan. (*)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *