Begandring.com-Berdasarkan 43 arsip dokumen mulai pendidikan, politik, vonis pengadilan dan dari pustaka, Ketua Dewan Pakar Memori Kolektif Bangsa Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) bersama akademisi dan pegiat sejarah teguhkan Surabaya sebagai kota kelahiran Bung Karno.
Kajian publik berjudul Menelusuri Jejak Bung Karno di Surabaya: Dari Pustaka Hingga Arsip Negara digelar di basement Balai Pemuda (30/6). Tepat di penghujung bulan Juni, semangat acara itu adalah mendiskusikan keterkaitan Sang Proklamator Kemerdekaan itu dengan kota Surabaya.
Tiga pembicara dihadirkan. Yakni, Yayan Indrayana (Komunitas Begandring Soerabaia), Dr. Samidi (Departemen Ilmu Sejarah FIB Unair), dan Prof. Dr. Mukhlis Paeni (Ketua Dewan Pakar Memori Kolektif Bangsa Arsip Nasional Republik Indonesia).
Yayan Indrayana membuka paparannya dengan menampilkan sejumlah scan dokumen arsip resmi, hingga buku-buku berisi testimoni dan autobiografi, seputar tempat kelahiran Bung Karno.
Pria lulusan Arsitektur ITS ini menuturkan, Begandring Soerabaia kerap menggelar diskusi tentang Bung Karno. Secara lebih intens, kurang lebih tiga tahun belakangan ini, Begandring menelusuri dan mengkliping arsip-arsip, baik dokumen, foto, buku, dan rekaman audio terkait Bung Karno dan Suroboyo.

“Berdasarkan data-data yang kami kliping dan kumpulkan, sudah terang dan jelas bahwa kota tempat Bung Karno lahir adalah Surabaya. Baik dari dokumen saat Bung Karno kuliah di Technische Hoogeschool di Bandung tahun 1926, dokumen di era Jepang, maupun dokumen-dokumen di tahun setelahnya, secara eksplisit menyebutkan Surabaya sebagai tempat lahir Bung Karno,” tegasnya.
Koleksi dokumen yang ditampilkan Yayan cukup jelas terbaca. Dia menuturkan, dokumen-dokumen diperoleh langsung dari berbagai institusi. “Ada dari National Archief Belanda. Ada juga dari ANRI, dari Perpustakaan Bung Karno, Dinas Arsip Provinsi dan Kota, bahkan ada yang kami dapatkan dari pihak kerabat. Misalnya seperti buku nikah Bung Karno dengan Haryatie,” jelasnya.
Dari arsip berupa dokumen-dokumen tentang pendidikan, vonis pengadilan kolonial Belanda tertanggal 26 Mei 1931, paspor, hingga buku nikah, lanjut Yayan, semuanya konsisten, tertulis kota lahir Bung Karno adalah Surabaya.

Yayan menampilkan kliping koran-koran pada bulan Januari tahun 1932 yang menempatkan Bung Karno di halaman muka. Artikel-artikel itu, seperti ditampilkan Yayan, menuliskan biografi singkat Bung Karno. Seluruh koran menuliskan Bung Karno dilahirkan 6 Juni 1901 di Surabaya. Putra dari seorang guru bernama Raden Sosrodihardjo.
Di koran Lembar Djawa Tengah 18 Januari 1932 dan Harian Aksi 22 Januari 1932 tertulis
“..ada goenanja djikalau kita koetib toelisan dari madjallah peladjar-peladjar (Indonesische Student Unie). Raden Soekarno, dilahirken di Soerabaja pada Tg. 6 Juni 1901 sebagai poetera jang kedoea dan R. Sosrodihardjo, sekarang mendjabat pakerdja’an goeroe sekolahan Normaal di Blitar.”

Sementara itu, Dr. Samidi mengatakan pentingnya kejujuran dalam mendiskusikan tempat lahir. Dalam menentukan tempat lahir ini, lanjut Samidi, tidak bisa didasarkan pada asumsi. Hal itu rawan mengarah pada yang disebut dengan kesalahan ad hominem.
“Yakni kesalahan karena mengulik atau mengumpulkan informasi dari wawancara kepada seseorang, sementara orang yang bersangkutan itu bukan saksi dan pelaku yang melihat langsung peristiwa kelahiran. Jika sekarang ada orang yang mengetahui kelahiran Bung Karno secara langsung, itu adalah pernyataan bohong, ” ujarnya.
Termasuk cerita-cerita tutur yang bersumber dari nenek moyang. “Itu adalah tafsir atas tafsir. Si A menafsir pernyataan si B yang didapat dari si C yang berbeda masa. Itu sudah di luar jangkauan sejarah,” tegasnya.
Data Bung Karno dalam Dokumen Arsip Pendaftaran Orang Indonesia Jang Terkemoeka tahun 1943
Sumber: Arsip Nasional Republik Indonesia
Di tempat yang sama, Prof. Dr. Mukhlis Paeni mengatakan, Bung Karno adalah tokoh realitas dalam sejarah. Dokumennya banyak, jejak sejarahnya sangat jelas. Mengenai kelahiran, Mukhlis mengatakan dirinya mendasarkan pada dua dokumen. Yang pertama dokumen oleh Pemerintah Jepang tahun 1943.
“Di situ jelas sekali Sukarno mengatakan saya lahir di Surabaya 6 Juni 1901. Itu ada tahun jepangnya yang dia tulis. Ini sangat-sangat penting. Sukarno menulis tentang dirinya bahwa dia dilahirkan di Surabaya. Mengapa kita semua ribut kalau orang yang dilahirkan itu mengatakan dirinya lahir di Surabaya?”
Yang kedua adalah dokumen biografi yang dibacakan sesaat sebelum Bung Karno dimakamkan. “Di situ dibacakan Bung Karno lahir di Surabaya, 6 Juni 1901. Arsip sekretariat negara itu kini disimpan di ANRI.”
Sejarawan yang juga Ketua Dewan Pakar Memori Kolektif Bangsa Arsip Nasional Republik Indonesia ini mengatakan, dokumen tersebut adalah arsip negara. Sehingga, dia mengatakan sudah jelas di mana kota lahir Bung Karno, yakni Surabaya.
“Kalau kita tidak menemukan data sejarah, mungkin kita masih bisa pakai katanya, katanya, katanya. Tetapi karena data sejarah dan informasi kesejarahannya sudah lengkap, berhentilah menggunakan katanya, katanya, katanya. Mari kita semua dengan kepala yang dingin dan dada yang lapang mengatakan Sukarno lahir tanggal 6 Juni 1901 di Surabaya,” tegas Mukhlis Paeni.
Samidi juga menyampaikan pandangan serupa.
“Jika orang yang bersangkutan menulis dirinya dalam dokumen negara saja tidak kita percaya, lalu apakah kita mau lebih mempercayai orang yang menafsirkan dokumen tersebut? Itu adalah kesalahan berpikir,” tegas Samidi.
Secara keseluruhan, kajian publik itu telah menampilkan 43 data dari 43 sumber tertulis yang kredibel, sebagai dasar pernyataan bahwa Surabaya adalah kota lahir Bung Karno.
Termasuk rekaman audio asli berjudul Pidato Bung Karno di Depan Mahasiswa Universitas Airlangga di akhir tahun 1959.
“Dan ada lagi satu kesalahan level. Dikatakan tadi saya ini bekas Arek Suroboyo. Lho aku iki jek Arek Suroboyo… Pancet!”
Kutipan Bung Karno tersebut yang menjadi tajuk dalam kajian publik ini.
Video lengkap kajian publik bisa dilihat di tautan ini (*)