Mina Kruseman, Multatuli, dan Kota Tua Surabaya

Nama Mina Kruseman sebagai penggerak kesetaraan gender memang kurang bergema. Ini bila dibandingkan dengan Raden Ajeng (RA) Kartini yang telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional dan diperingati setiap tanggal 21 April.

Mina Kruseman memang beda. Dia punya banyak kelebihan sebagai penggerak kesetaraan gender di zaman Hindia Belanda. Pergaulan Mina Kruseman cukupa luas. Salah satunya dia kenal dengan Eduard Douwes Dekker. Ya, mungkin tidak asing di telinga bangsa Indonesia.

Eduard Douwes Dekker memiliki nama samaran Multatuli (1820-1887). Dia dikenal sebagai penulis novel berjudul Max Havelaar. Ia adalah Asisten Residen di Lebak.

Perkenalan Mina Kruseman dan Multatuli berawal dari Mina mengajak dia memvisualkan karya tulisan Multatuli menjadi pertunjukan drama yang menarik, tapi sayangnya penyelenggara pertunjukan belum berani memulainya.

Sampai akhirnya pada tahun 1875, pemilik nama lengap Wilhelmina Jacoba Pauline Rudolphine Kruseman itu, berhasil menandatangani kontrak dengan perusahaan teater pemula di Rotterdam, “De nieuwe Rotterdamsche Schouwburg”.

Mina Kruseman, Multatuli, dan Kota Tua Surabaya
Buku Feminis tentang Mina Kruseman.

Dalam drama itu Mina menjadi pemeran utama sebagai Ratu Louise. Pertunjukan pertunjukan selalu sukses besar. Tapi pada pertunjukan berikutnya, posisi Mina digantikan oleh aktris lain, Nans Sandrock-ten Hagen. Mina tidak dipakai oleh Multatuli.

Mina pun marah. Sementara pertunjukan pertunjukan berikutnya dengan pemeran baru tidak sesukses jika Ratu Louise diperankan Mina.

Mina sempat mengajukan klaim kepada Multatuli sebesar 3.000 gulden, tapi klaimnya ditolak oleh pengadilan Rotterdam pada 4 Mei 1875.

Mina Kruseman, Multatuli, dan Kota Tua Surabaya
Jalan Rajawali (Hereenstraat) yang bersinggungan dengan jalan Belakang Penjara (Nieuwe Hollanstraat).

Tinggal di Surabaya

Mina Kruseman kecil sudah dapat menggambarkan dan membandingkan antara kampung halamannya, Velp, di Belanda dan Semarang di Hindia Belanda, dia lebih menemukan alam kebebasan di Semarang.

Ketika dewasa, Mina Kruseman menerbitkan otobiografi lainnya Mijn leven (My Life) pada tahun 1877. Buku otobiografi ini menjadi pamungkas tentang hidupnya di Belanda.

Baca Juga  Sidokare, Kisah Gereja yang Hilang

Tepat pada 1 September 1877, dia mengucapkan selamat tinggal untuk Belanda dan pergi ke Hindia Belanda untuk menghabiskan sisa hidupnya.

Dalam halaman terakhir otobiografinya, dia menuliskan, “Saya dapat melihat kembali masa lalu saya tanpa pertobatan, saya bahagia dengan masa kini, dan masa depan saya akan saya temui tanpa ilusi, tetapi juga tanpa rasa takut. Apa lagi yang Anda inginkan?”.

Mina Kruseman bahagia bisa menginjak tanah Hindia Belanda. Sebelum kedatangan Mina Kruseman, sejumlah media massa telah mengendusnya. Di antaranya Algemeen Dagblad van Nederlands Indie. Koran itu mengabarkan rencana kedatangan aktris terkenal Mina Kruseman.

Berita itu ditulis pada 12 Oktober 1877. Dikabarkan Mina Kruseman akan tinggal lama, setidaknya 10 tahun. Ternyata Mina datang pada 18 Oktober 1877.

Yang mengejutkan publik adalah, ia datang bersama Pangeran Amalia dengan menumpang Nederlandsche Stoombootmaatschappij dan berlabuh di Batavia. Ia datang dengan membawa beberapa eksemplar buku Otobiografi nya.

Pada 1881, Mina  yang sudah berusia 42 tahun, bertemu dengan Frits J. Hoffman yang usianya masih 22 tahun. Antar keduanya ada sisih 20 tahun.

Frits J. Hoffman tidak lain adalah murid Mina. Ini adalah hubungan asmara yang berbeda usia.

Mina Kruseman, Multatuli, dan Kota Tua Surabaya
Gedung pertunjukan di comedi traat, sekarang PTPN XI

Karena beda usia itulah, Mina merahasiakan hubungan asmaranya. Saat itu Mina Kruseman sudah tinggal di Surabaya, tepatnya di rumah sendiri di Jalan Nieuwe Hollandstraat (kini Jalan Belakang Penjara Surabaya) kawasan Kota Tua Surabaya.

Dalam buku Een Feminist In De Tropen De Indische Jaren van Mina Kruseman, dituliskan bahwa pada 1880, Mina mulai menempati rumahnya sendiri di jalan Nieuwe Hollandstraat setelah pamit dari keluarga Magelink yang tinggal di Gemblongan-Tunjungan.

Di rumahnya sendiri itulah Mina Kruseman tinggal bersama Frits J. Hoffman sejak 1881. Sebagai seorang aktris, rumah di jalan Belakang Penjara itu tidaklah jauh dari rumah pertunjukan yang berdiri di Comedistraat (kini jalan Merak). Gedung pertunjukan itu selanjutnya dibongkar dan dibangun Gedung Handels Vereniging Amsterdam (HVA) yang kini dipakai PTPN XI.

Baca Juga  Pengaburan Sejarah di Jalan Mawar 10 Surabaya. Disengajakah?

Sebuah surat kabar lokal Soerabaya Courant terbitan 5 November 1883 mengabarkan bahwa ada kelahiran seorang putri dari hubungan “perkawinan” Mina dan Frits ketika mereka dalam perjalanan ke Napels, Italia. Di sana juga lahir satu anak perempuan. Tapi sayang keduanya meninggal di usia muda.

Dari Italia, pasangan itu kemudian pindah dan menetap di Boulogne-sur-Seine, pinggiran kota Paris. Hoffman meninggal pada tahun 1918. Kemudian pada 1922, Mina Kruseman meninggal pada usia 82 tahun. (nanang purwono)

 

Artikel Terkait

3 thoughts on “Mina Kruseman, Multatuli, dan Kota Tua Surabaya

  1. Menarik, dan selalu menarik. Penulisan alur pergerakanya dan kemmapuan mengkorelasikan aktor sejarahnya nyambung dan terasa kuat. Bahkan mampu membangkitkan emosi nasionalis yg sedang menepi. Gita cinta tua mudanya, tak kalah menarik untuk di hayati. bahkan menguatkan antithesa seniman Gombloh, bila cinta melekat tahi kucing terasa coklat
    Sukses selalu begandring.

    1. Semua ini bisa tercinta dan terjadi karena iklim yang mendukung. Ada semangat untuk meracik serpihan yang tercecer.

  2. Semua ini bisa tercinta dan terjadi karena iklim yang mendukung. Ada semangat untuk meracik serpihan yang tercecer.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *