68 HARI 350 KM PEMERINTAHAN GERILYA JAWA TIMUR.

Jombang, Bojonegoro dan Basis Gerilya Seran lereng Wilis

Saat melakukan perjalanan gerilya ada “menu favorit” dari pak Samadikoen, meskipun belum tentu satu bulan mendapatkan, namun jika ada dan dirasa bisa mengolahnya maka beliau akan melakukannya. Ayam rebus bawang adalah “menu favorit” beliau, sebuah olahan kuliner berbahan dasar ayam betina yang direbus dengan bawang merah yang dihaluskan dan diberi garam, 1 potong ayam bisa dimakan untuk 4 sd 5 orang, bisa pakai nasi,ketela, jagung atau ubi-ubian.

Selanjutnya, perjalanan dinas gerilya PDRI Pj Gubernur Samadikoen dilanjutkan ke wilayah Karesidenan Bojonegoro dengan pengawalan 1 Pleton Mobile Brigade Polisi Karesidenan Surabaya.

Setelah menerobos jalan raya Surabaya-Madiun yang dijaga ketat oleh patroli tentara Belanda, maka rombongan kecil Pj Gubernur Samadikoen sampai di kecamatan Perak Jombang, perjalanan diteruskan dan pada tengah malam rombongan sampai di tepi sungai Brantas, karena sudah terlalu larut malam maka diputuskan untuk beristirahat ditempat tersebut.

Rombongan baru melanjutkan perjalanan pada pagi pagi buta untuk menghindari pertemuan dengan patroli Belanda, kemudian menyeberang dengan rakit melintasi sungai Brantas menuju wilayah Karesidenan Bojonegoro.

KH. Wachid Hasyim

Saat ditepi sungai Brantas Pj Gubernur Samadikoen bertemu dengan KH. Wachid Hasyim, seorang tokoh agama di Jombang yang pernah menjabat sebagai Menteri Agama dalam Kabinet RI, putra dari Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari pendiri Nahdlatul Ulama, beliau berdua saling bertukar informasi setelah itu berpisah untuk melanjutkan perjalanan masing masing.

Setelah menyeberang dengan selamat, perjalanan dinas gerilya PDRI dengan berjalan kaki ini dilanjutkan ke arah utara melewati desa Menung, Jatikalen, Lengkong memasuki perkampungan ditengah tengah hutan jati wilayah pegunungan Kendeng, dalam perjalanan tersebut rombongan beliau bertemu dengan Kapten Welly Soedjono, setelah berbincang sebentar, Pj Gubernur Samadikoen melanjutkan perjalanan kembali.

Baca Juga  Monumen Jago Yang Hilang Di Surabaya

Pada 07 Mei 1949, setiba di desa Sendang Gogor (Kel. Ngepung, Kec. Lengkong, Kab. Nganjuk), rombongan berhasil mendapatkan pemancar radio, dari pemancar tersebut dapat diterima kabar bahwa telah tercapai persetujuan gencatan senjata antara RI dan Belanda sebagai hasil perundingan Roem-Rojen.

Dari desa Sendang Gogor perjalanan dilanjutkan kembali melalui desa desa tandus dilerang pegunungan Kendeng, perbatasan antara Kabupaten Nganjuk Karesidenan Kediri dengan Bojonegoro.

Ketika menginjakan kaki di wilayah Kabupaten Bojonegoro, diketahui bahwa sebagian wilayah tersebut dikuasai oleh Batalyon Djarot dengan komandan Mayor Djarot Soebiantoro yang dulu adalah pegawai kantor Gubernuran Jawa Timur di Surabaya dan kemudian sampailah rombongan itu dengan selamat ditempat kediaman Residen Bojonegoro Mr. Tandiono Manu di desa Deling (Kec. Sekar, Kab. Bojonegoro) dimana diadakan Konperensi besar, dibawah pohon asam dengan pemandangan indah disekelilingnya yang dihadiri oleh kurang lebih 30 penjabat-penjabat Pemerintah sipil dan militer Daerah Bojonegoro yaitu Bupati, Residen, Letkol Soedirman, Mayor Basoeki Rachmat serta para pembesar-pembesar lainnya.

Moh Jasin Komandan Mobbrig Besar Jawa Timur

Setelah menerima keterangan dan laporan-laporan dari Residen Bojonegoro, kemudian “long-march” itu diteruskan menuju Daerah Madiun dengan melalui gunung Pandan (Kel. Klino, Kec. Sekar, Kab. Bojonegoro) dan gunung Wilis liwat Desa Gemagah (Kel. Segulung, Kec. Dagangan, Kab. Madiun) sampailah akhirnya di Afdeling Jeladri (Kel. Kare, Kec. Kare, Kab. Madiun) Markas Gerilya Mobiele Brigade Besar Jawa Timur yang dipimpin oleh Komisaris Pol Tk 1 Mohammad Jasin, namun kemudian pak Samadikoen dipindahkan ke desa paling ujung yaitu di Desa Seran (Kel. Kare, Kec. Kare, Kab. Madiun). Desa Seran merupakan lokasi pemancar radio Mobiele Brigade Besar Jawa Timur dimana pak Samadikoen senantiasa mendapatkan berita terbaru prihal perkembangan Republik Indonesia, pemancar milik Mobiele Brigade Besar Jawa Timur dapat berhubungan dengan 2 pemancar lain, salah satunya pemancar TNI di Gunung Lawu dan Jawa Tengah.

Baca Juga  MISTERI BONG CINA DI BELAKANG WARKOP

Di Desa Seran ini pak Samadikoen berhasil menemui Residen Madiun Pamoedji serta Wakil Residen Sidarta ditempat pondokannya, hingga dengan demikian lengkaplah laporan-laporan dan keterangan-keterangan yang dikumpulkan beliau dari para Residen diseluruh daerah Jawa Timur, termasuk juga laporan yang telah diterima beliau dari seorang utusan Residen Besuki R. Soekartono dan termasuk laporan dari Residen Kediri R. Soewondo Ranoewidjojo, dengan berjalan kaki menyusur lembah, ngarai dan curah berbulan-bulan lamanya.

Akhirnya laporan-laporan yang telah dikumpulkan dari para Residen kemudian disusun dalam satu laporan lengkap tentang semua keadaan dan peristiwa yang terjadi di Jawa Timur, laporan ditulis dengan menggunakan pensil disertai “condro sengkolo” atau susunan kata-kata yang memiliki makna perhitungan tahun berupa tulisan “Djoenggring Saloko” atau 22 Mei 1949. Kemudian dengan perantaraan Residen Madiun Pamoedji dikirimkan kepada Menteri Dalam Negeri Mr. Soesanto Tirtoprodjo di Desa Nglorok Pacitan yang diterima dengan selamat pada tanggal 27 Mei 1949.

Soedarno, Cantrik Gubernur Samadikoen selama gerilya.

Dengan diterimanya laporan itu, maka selesai sudah tugas gerilya Gubernur Samadikoen bersama Soedarno yang menjadi “Cantrik” selama perjalanan gerilya. Dimulai dari Desa Jemblong Lodoyo Blitar 15 Maret 1949 hingga Desa Seran dibawah puncak Gunung Wilis pada 22 Mei 1949, dengan total 68 hari berjalan kaki dengan jarak 350 km mengadakan perjalanan keliling untuk mengadakan hubungan langsung dengan para Residen dalam usaha Pemerintah Gerilya Republik Indonesia diseluruh Jawa Timur.

Rute Gerilya Gubernur Samadikoen

Raden Samadikoen pensiun sebagai Gubernur Jawa Timur pada tahun 1959 atas permintaan sendiri setelah menjabat selama 9 tahun sejak 1950, beliau meninggal dunia pada usia 70 tahun pada 28 Agustus 1971, penerima Bintang Gerilya, SL Perang Kemerdekaan I & II serta SL GOM 1 ini dimakamkan di TMP Kusuma Bangsa Surabaya

Baca Juga  Tambak Bayan Surabaya dan Kisah Pelarian Bangsawan Pajang
Makam Raden Samadikoen di TMP Kusumabangsa Surabaya

Semoga ini semua menjadi satu tauladan bagi kita semua akan penegakan nilai kemerdekaan yang dilakukan oleh para Pegawai Negeri Sipil di era perjuangan, maka mensyukuri kemerdekaan ini dengan sebaik-baiknya adalah satu kewajiban mutlak bagi kita semua.

Selesai.-

Oleh : Achmad Zaki Yamani.

Sumber :

Kirab Pemerintahan Darurat R.I Jawa Timur, MKGR Jawa Timur, Surabaya, 1998.

Sejarah Pemerintahan Militer dan Peran Pamong Praja di Jawa Timur Selama Perjuangan Fisik 1945-1950, Sudarno dkk, Balai Pustaka, Jakarta, 1993.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *