Parade Event Soera Ing Baja digelar di Basement Balai Pemuda, 4-18 Desember 2022. Event ini merupakan rangkaian acara Road to Gala Premiere film dokudrama Soera Ing Baja: Gemuruh Revolusi ’45.
Film yang dijadwalkan tayang Desember ini diproduksi secara kolaboratif oleh Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga, serta Pariwisata (DKKOP) Kota Surabaya, TVRI Jawa Timur, serta didukung penuh oleh Perkumpulan Begandring Soerabaia, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga, serta komunitas-komunitas reenactor dari berbagai kota yang tergabung di Reenactor Jawa Timur.
Kepala DKKOP, Wiwiek Widayati menyatakan mengepresiasi seluruh pihak yang ikut berpartisipasi. “Kami berkomitmen untuk memfasilitasi dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan seni budaya yang tidak hanya menarik, namun juga bermakna bagi publik,” ujar Wiwiek.
Wiwiek lalu mengatakan, kegiatan ini diinisiasi dan dikerjakan bersama-sama komunitas, kampus, rekan-rekan TVRI, dan praktisi profesional. Banyak anak-anak muda yang terlibat.
“Ini sinergi yang baik agar eksosistem seni budaya semakin positif ke depannya,” lanjutnya.
Yayan Indrayana, kurator pameran Soera Ing Baja, mengatakan, meski November telah berlalu, bukan berarti agenda-agenda bertema kepahlawanan telah usai.
“Melalui pameran ini, kami ingin menunjukkan bahwa sebenarnya pejuang dan pahlawan itu tak pernah pergi. Tidak mengenal momen atau musim,” ujarnya.
Laki-laki yang berprofesi sebagai arsitek sekaligus pegiat sejarah di Begandring Soerabaia itu menambahkan, pameran ini juga merupakan ajang apresiasi bagi para kru dan pemain film dokudrama Soera Ing Baja.
Yayan menjelaskan, proses pembuatan filmnya memakan waktu berbulan-bulan untuk riset, syuting, dan lainnya. Namun di filmnya mungkin hanya akan jadi satu jam.
“Nah, kami punya ide, bagaimana bila dokumentasi seluruh prosesnya, mulai dari foto-foto lama yang menjadi dasar bagi posisi dan komposisi pengambilan gambar, bisa diketahui. Termasuk properti yang digunakan seperti kostum, replika senjata, arsip-arsip, bahkan ada juga koleksi senjata asli, dipamerkan dan didiskusikan secara publik. Agar masyarakat juga bisa melihat dari dekat dan berinteraksi dengan semua yang terlibat dalam film,” jabar dia.
Dalam pameran itu, terdapat 90 foto yang dipamerkan. Masing-masing terdiri dari foto-foto asli pertempuran 10 November 1945, dokumentasi proses reka ulang selama proses produksi film di kurun waktu September-November 2022.
Juga ada arsip-arsip penting lain, seperti, Surat Penetapan 10 November 1945 sebagai Hari Raya Pahlawan oleh Pemerintah RI, Naskah Asli Pidato Soekarno saat Peresmian Tugu Pahlawan pada 10 November 1952, dokumen Resolusi Jihad yang dikeluarkan Nahdlatul Ulama, dan lainnya.
Tiga fotografer yang karya-karyanya dipamerkan yakni karya Andreas Arisotya, Hengky Khresno Purwoko, dan Hito Susatyo.
“Ketiganya memang terlibat sejak awal untuk mendokumentasikan proses produksi film. Mereka semua fotografer profesional dengan karakteristik atau gaya karya masing-masing. Seluruh karya foto telah melalui proses kurasi dengan mempertimbangkan aspek kesejarahan dan estetika,” ujar Yayan yang juga sukses dengan pameran foto Surabaya Lintas Masa pada September 2022 lalu.
Agar tidak menjadi pameran pada umumnya, sebut Yayan, ada agenda diskusi tematik, teatrikal, serta workshop pembuatan seragam dan atribut pejuang, sehingga pengunjung dapat lebih mengerti arti dan makna setiap koleksi yang dipamerkan.
Tiga tema diskusi itu adalah ragam baju pejuang yang digunakan saat perang 10 November 1945, reka-ulang sebagai praktik edukasi dan rekreasi sejarah; serta behind the scene film Soera Ing Baja, yang akan menghadirkan sutradara serta para fotografer.
Kukuh Yudha Karnanta, dosen FIB Unair yang juga turut menginisiasi pameran ini, mengatakan, parade event Soera Ing Baja dapat menjadi model bagi terciptanya ekosistem seni-budaya bertema sejarah kepahlawanan.
“Event ini, juga film Soera Ing Baja, bukan semata sebagai produk seni. Kalau kita cermati proses kreatifnya, saya kira ini menunjukkan kolaborasi yang luar biasa. Ada mahasiswa generasi Z, ada teman-teman komunitas yang berpengalaman, ada praktisi media, akademisi, bahkan Wali Kota Eri Cahyadi pun ikut. Semuanya dapat memainkan peran dan saling menopang,” ujarnya.
Kukuh optimistis, apabila acara serupa ini rutin diselenggarakan, ekosistem seni-budaya di Surabaya akan semakin kondusif dan kian produktif. (*)