Pasar Bong, Wisata Belanja Malam, dan Kuburan China

Pasar Bong Surabaya segera dibuka pada malam hari, dimulai pada 30 Desember 2022. Kehadirannya akan menunjang kawasan wisata Pecinan Kembang Jepun yang telah dibuka Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, 10 September 2022.

Pembukaan Pasar Bong di malam hari ini sebagai salah satu penunjang, selain tracking wisata malam dengan becak hiasa yang menjelajahi Jalan Slompretan, Jalan Coklat, Jalan Karet dan sekitarnya.

Sejak dibuka sebagai wisata malam, hanya wisata kuliner Kya-Kya Kembang Jepun yang menjadi daya tarik pengunjung. Rumah Abu Han di Jalan Karet sempat dibuka untuk umum ketika pembukaan, namun tidak lama tutup. Begitu pun dengan Kelenteng di Jalan Coklat.

Selama ini, Pasar Bong mulai pagi sampai sore. Pasar tersebut dikenal sebagai pusat grosir garmen. Pasar Bong menghadap ke Jalan Kopi yang membujur dari barat ke timur.

Berangkat dari namanya, Bong, berarti kuburan China. Sebelum mulai berkembang menjadi pasar pada 1970-an, area ini memang sebuah kompleks kuburan China, yang diduga sudah ada sejak 1700-an. Kompleks kuburan China ini memang berada di Kampung Pecinan Surabaya.

Kompleks kuburan ini bersebelahan dengan kuburan keluarga taipan China yang bermarga Han di eranya (1700-an). Kuburan keluarga Han ini berada di bagian belakang rumah yang dijadikan sebagai Rumah Abu. Namanya Rumah Abu Han, beralamat di Jalan Karet yang dulu bernama Chinesevoorstraat.

Melihat prasasti yang tertempel pada dinding bangunan, keluarga Han ini sebelumnya bermukim di Lasem, Jawa Tengah, kemudian pindah ke Surabaya pada kisaran awal abad 18. Di pekarangan belakang rumah ini terdapat makam keluarga yang hingga sekarang masih bisa diidentifikasi keberadaannya.

Area makam keluarga Han ini persis bersebelahan dengan komplek Pemakaman China dan hanya dipisah oleh tembok batas rumah. Makam keluarga Han di barat tembok. Pemakaman China, Bong, di timur batas tembok.

Baca Juga  Surabaya Bergerak Demi Pelestarian Aksara Jawa. 

Sekarang sisa sisa kuburan China yang bernama Bong menjadi area pasar. Namanya Pasar Bong. Secara umum bekas area kuburan China sudah beralih fungsi, yakni menjadi pasar dan permukiman warga.

Semua bangunan, baik rumah maupun toko, berdiri pada bong bong tua. Bongnya sudah hilang, tapi jika diperhatikan dengan seksama masih terlihat bagian bagian dari bong.

Ada yang menyisakan pinggiran kontruksi makam dan keberadaan rumah yang bertengger di ketinggian tanah. Ketinggian tanah ini adalah bentuk dari makam yang umumnya terdapat gundukan tanah.

Keberadaan gang gang yang meliuk liuk menggambarkan kontur tanah dan model setiap makam. Sekarang di are pasar ini menjadi kawasan padat penduduk dengan aktivitasnya sebagai pedagang.

Pasar Bong, Wisata Belanja Malam, dan Kuburan China
Kompleks pemakaman China tahun 1930-an yang sekarang menjadi Pasar Bong.

Penataan

Pasar Bong yang selama ini buka di siang hari, akan dijadikan pasar malam (night market). Tujuannya untuk mendukung kawasan wisata Pecinan di Kembang Jepun. Selama beberapa hari ini kesibukan penataan di pasar sudah terlihat.

Dari pengamatan penulis pada Rabu malam (28/12/2022), terlihat para pekerja dan satgas Pemerintah Kota Surabaya mengebut pekerjaan.

Mereka adalah tenaga yang dikerahkan oleh Lurah Bongkaran untuk kegiatan pembongkaran di area Pasar Bong. Sasaran pembongkaran yaitu kanopi yang sudah jelek dan menonjol melebihi batas kavling toko, pelepasan banner dan spanduk yang sudah usang. Juga pengecatan paving koridor koridor pasar dan pemasangan lampu.

Mereka yang terlibat dalam proses penataan ini, menurut laporan dari kelurahan adalah Sekel Bongkaran, Kasi Bangtib Bongkaran, Bhabinsa, Bhabinkamtibmas, Surya 34 Tim Cakra, Satpol PP Kecamatan Pabean Cantikan, Satpol PP Bongkaran dan Satgas DSDABM.

Kegiatan pasar malam ini dikoneksikan dengan wisata kuliner Kya-Kya Kembang Jepun. Dari pengamatan lapangan, ternyata masih ada keraguan warga setempat tentang operasional pasar malam.

Baca Juga  Menguji Keseriusan Pemerintah Melestarikan Bangunan Cagar Budaya

Moenik, warga dan pedagang di Pasar Bong, mengatakan, ada pedagang yang masih belum tahu bagaimana mekanisme pasar malam nantinya. Sebab, membuka pasar di malam hari butuh biaya untuk bayar lembur karyawan. Sementara mereka belum yakin akan ada pembeli yang belanja di malam hari.

“Mungkin yang buka toko pedagang seperti saya yang memang warga di sini. Tapi bagi pemilik toko yang tidak tinggal di sini, mereka harus datang ke toko dan juga melemburkan karyawannya,” terang Moenik.

Lilik, pedagang Pasar Bong lainya, mengungkapkan, jika diprosentase pedagang yang tinggal di luar pasar sebesar 70 persen.

“Sekitar 30 persen tinggal di sini yang mungkin akan mengawali meramaikan pasar malam. Tapi harus ada yang bisa menarik perhatian agar orang-orang mau datang ke Pasar Bong di malam hari,” tegas Lilik yang sudah tinggal di sini sejak lahir.

Menurut dia,  Pasar Bong ini mulai ada di kisaran tahun 1970-an sejak terjadinya musibah kebakaran Pasar Turi.  “Lalu ada orang yang datang ke sini dan mulai membuka toko,” tambah Lilik.

Pasar Turi pernah mengalami musibah kebakaran lebih dari sekali. Pertama kali terbakar pada tahun 1970-an. Sejak itulah kompleks pemakaman China, Bong mulai menjadi pasar.

Pasar Bong, Wisata Belanja Malam, dan Kuburan China

Riwayat

 Sebelum menjadi pasar, area pemakaman China ini sudah mulai ditempati warga sejak dari era Hindia Belanda. Berdasarkan foto-foto lama yang dijepret para 1930-an, di dalam area makam sudah ada rumah rumah, yang jika diamati secara arsitektural, menggambarkan langgam arsitektur akhir abad 19. Misalnya ada bangunan Indische era 1880-an.

Selain bangunan yang terbuat dari konstruksi bata, layaknya bangunan dari era Kolonial, di sini juga terdapat rumah rumah orang pribumi yang terbuat dari kayu dan bambu yang menempel pada makam-makam. Bongnya sendiri pada 1930-an masih sangat terlihat, sebagaimana terbingkai dari foto-foto lama.

Baca Juga  Kya-Kya Kembang Jepun Redup, Pedagang pun Kelimpungan

Ukuran setiap Bong ini cukup besar. Gundukan bong tinggi tinggi. Gundukan tanah bong ini masih terlihat hingga sekarang, yang lahannya telah berdiri rumah rumah pada ketinggian elevasi tanah.

Sekarang makam China telah beralih fungsi menjadi pasar dan permukiman. Ketika pasar Bong ini dijadikan sebagai kawasan tujuan wisata, maka hendaknya tidak mengubur Bong. Jangan sampai kuburan itu terkubur oleh peradaban baru.

Karenanya, Pasar Bong hendaknya tidak hanya menyajikan wisata belanja, tapi juga merawat peradaban sebagai bagian dari sejarah Surabaya.

Untuk itu sisa sisa makam harus dijaga sebagai bagian dari atraksi wisata. Sisa sisa kuburan harus dihighlight sebagai bagian dari narasi wisata. Di titik-titik sisa kuburan harus diperhatikan. Misalnya, diberi penerangan, ditata agar rapi, bila perlu dicat dan diberi tanda.

Warga setempat mempercayai di dalam pasar ini terdapat dua punden. Satu punden terletak di bagian barat pasar yang dikenal dengan punden Buyut Tonggo, namanya Shech Sin Abdur Rahman.

“Buyut Tinggo ini orang China yang beragama Islam. Sedangkan punden di bagian timur pasar adalah orang China, yang sekarang makamnya sudah hilang karena didirikan bangunan toko,” jelas juru kunci makam Buyut Tonggo.

Dari sisa sisa peradaban masa lalu, hendaknya bisa dijadikan atraksi dengan narasi yang bagus dan mendidik untuk memberi nilai tambah dari makam yang sekarang telah menjelma menjadi pasar dan permukiman. Pasar Bong adalah namanya. (nanang purwono)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *