Kya-Kya Kembang Jepun Redup, Pedagang pun Kelimpungan

Bisa dibilang jadi tahun yang sendu. Menjelang akhir tahun 2022, keberadaan Kya-Kya Kembang Jepun tak kunjung merekah, malah berkecenderungan layu.

Sejumlah pelaku usaha mulai kelimpungan. Beberapa di antara mereka bahkan dikabarkan sudah tidak lagi melanjutkan usaha alias tutup. Melorotnya pendapatan menjadi penyebab utama.

Nasib Kya-Kya Kembang Jepun yang dilabeli “Reborn” itu kini terancam. Pilihannya ada dua, bertahan dengan berupaya menyelesaikan segala kendala dan kesulitan yang dihadapi, atau bubar karena tidak profitable (menguntungkan) lagi.

Jika pilihan kedua yang diambil, berarti sudah dua kali Pemerintah Kota Surabaya gagal mempertahankan ikon wisata di kawasan Pecinan. Di era Wali Kota Bambang DH, Kya-Kya Kembang Jepun kali pertama dibuka, yakni pada 31 Mei 2003. Lantaran tidak berkembang baik, wisata kuliner itu akhirnya ditutup.

Di penghujung tahun 2022, saya beberapa kali datang ke Kya-Kya Kembang Jepun yang beroperasi tiga hari, yakni pada hari Jumat, Sabtu, dan Minggu. Jam bukanya pukul 18.00 sampai jam 22.00 WIB.

Tiga hari operasional Kya-Kya Kembang Jepun selama sepekan itu sejatinya adalah bagian dari uji coba. Jika berkembang bagus, Pemerintah Kota Surabaya bakal membuka Kya-Kya Kembang Jepun setiap hari.

Saya sengaja ingin melihat dari dekat denyut perekonomian yang terjadi di wisata kuliner yang berada kawasan Surabaya Utara tersebut. Untuk menuju ke sana saya biasa mengitari daerah sekelilingnya, di antaranya Jalan Coklat, Jalan Slompretan, Jalan Panggung, dan lainnya.

Di sana, saya selalu memilih memarkir motor dekat pintu masuk. Setiap parkir di Kya-Kya Kembang Jepun saya tidak pernah diberi karcis parkir. Biaya parkirnya Rp 3.000 dan jukir meminta motor tidak dikunci setir.

Saya melohat perbedaan mencolok traffic pengunjung Kya-Kya Kembang Jepun saat awal-awal setelah dilaunching oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. Tidak nampak lagi kepadatan pengunjung. Tidak ada lagi antrean pembeli di stan-stan yang menjajakan makanan dan minuman.

Pun semula Jalan Kembang Jepun sepanjang 750 meter dengan lebar 20 meter, terlihat full dengan deretan rombong pedagang. Yang dihias alas Pecinan. Bahkan beberapa stan namanya harus diubah menjadi nama-nama berbau Tionghoa.

Baca Juga  Pelurusan Sejarah Gubernur Soerjo

Sekarang, Kya-Kya Kembang Jepun terlihat dimampatkan. Lebih rapat. Hal itu agaknya sangat terkait dengam berkurangnya beberapa pedagang yang sudah tidak jualan lagi alias tutup.

Saya juga sempat meng-interview beberapa pedagang, tukang parkir, ojek online (ojol), dan pengunjung. Saya ingin mendapatkan gambaran bagaimana dengan perkembangan Kya-Kya Kembang Jepun.

Yang paling penting tentu pelaku usaha atau pedagang yang jualan di Kya-Kya Kembang Jepun. Hampir semua mengeluhkan hal serupa. Jika musim hujan belakangan ini sangat berdampak besar terhadap aktivitas bisnis mereka. Karena infrastruktur di Kya-Kya Kembang Jepun memang belum memadai.

Di Kya-Kya Kembang Jepun, para pedagang berjualan dengan menggunakan rombong-rombong. Jika hujan tiba, mereka menepi di selasar toko-toko di Kembang Jepun yang hanya jualan pada pagi hingga sore hari.

Lantaran lokasinya yang sempit, pengunjung pun kesulitan untuk berteduh dan menikmati kuliner kalau hujan tiba. Buntutnya, jumlah pengunjung Kya-Kya Kembang Jepun pasti melorot alias sepi.

Kya-Kya Kembang Jepun Redup, Pedagang pun Kelimpungan
Pedagang Kya-Kya  Kembang Jepun melayani pembeli. foto: diskominfo surabaya

***

Kya-Kya Kembang Jepun dengan label “Reborn” diresmikan pada 10 September 2022. Kala itu, optimisme tinggi diapungkan oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, jika Kya-Kya jadi destinasi wisata baru.

Saat launching dulu, Eri menyebut bertepatan dengan bulan Purnama. Menurutnya, tanggal baik bagi orang China untuk memulai suatu pekerjaan, perdagangan, dan usaha adalah di bulan Purnama.

Praktis, sudah tiga bulan lebih Kya-Kya beroperasi. Seperti halnya usaha, harapan tumbuh besar agaknya tidak selaras dengan kenyataan objektifnya.

Pemerintah Kota Surabaya agaknya belum menyerah melihat redupnya Kya-Kya Kembang Jepun. Pada 30 Desember 2022, Pemerintah Kota Surabaya bakal “menyulap” Pasar Bong menjadi night shopping, wisata belanja malam.

Pasar Bong berada di Jalan Slompretan. Lokasinya sekitar 100 meter dari Jalan Kembang Jepun. Selama ini, Pasar Bong ini buka mulai pagi hingga sore.

Pasar Bong dikenal sebagai pasar grosir garmen. Biasanya, mereka yang ingin membeli suvenir setelah pulang haji dan umrah, jujugannya di Pasar Bong

Sejarahnya, nama Bong itu berarti kuburan China. Sebelum mulai berkembang menjadi pasar pada tahun 1940-an, area ini memang sebuah kompleks kuburan China, yang diduga sudah ada sejak 1700-an. Kompleks kuburan China ini memang berada di Kampung Pecinan Surabaya.

Baca Juga  Menelusuri Rumah Indonesische Studieclub Soerabaia

Kompleks kuburan ini bersebelahan dengan kuburan keluarga taipan China yang bermarga Han di eranya (1700-an). Kuburan keluarga Han ini berada di bagian belakang rumah yang dijadikan sebagai Rumah Abu. Namanya Rumah Abu Han di Jalan Karet yang dulu bernama Chinesevoorstraat.

Dibukanya Pasar Bong sebagai merupakan skema baru untuk meramaikan kawasan Pecinan di Surabaya. Karena jika Pasar Bong menggeliat di malam hari, bakal berdampak dapa Kya-Kya. Belanja di Pasar Bong, kulinernya di Kya-Kya, begitu kira-kira yang diharapkan.

Soal night shopping ini saya bersama pedagang di Kapasan punya pengalaman. Ketika itu, kami membuat pasar malam (night market) di Pasar Tambahrejo. Pasar itu telah lama mati suri.

Pasar malam itu diprioritaskan mengajak pedagang Pasar Kapasan. Di mana di Pasar Kapasan bukanya mulai pagi hingga sore. Malamnya, mereka diajak melanjutkan jualan dengan menempati stan-stan di Pasar Tambahrejo.

Ada puluhan pedagang Pasar Kapasan akhirnya buka di Pasar Tambahrejo. Kami menyambut gembira. Berbagai gebrakan promosi gencar kami lakukan. Dari menyebar voucher belanja sampai diskon harga barang.

Awal-awal beroperasi, banyak pengunjung yang datang ke pasar malam Tambahrejo hingga nampak semarak. Transaksi jual beli, khususnya untuk produk-produk garmen cukup ramai.

Namun dalam perjalanan, situasinya pun berubah. Pasar Malam Tambahrejo makin meredup. Terlebih ketika itu banyak orang memanfaatkan belanja online di marketplace dengan harga miring dan model yang lebih up-to-date.

Pasar pedagang resah lantaran mereka harus mengeluarkan biaya yang tidak kecil untuk lembur pegawainya. Ujungnya, pasar malam Tambahrejo itu akhirnya tutup.

Kya-Kya Kembang Jepun Redup, Pedagang pun Kelimpungan
Kerja bankti di Pasar Bong sebelum launching night shopping. foto: diskominfo surabaya

***

Saya dan juga sekian banyak orang tentu akan sangat menyayangkan jika Kya-Kya Kembang Jepun sampai tutup. Karena hal itu bakal meniadakan ikon wisata yang kerap jadi jujugan wisatawan domestik maupun mancanegara.

Selain itu, kalau sampai Kya-Kya Kembang Jepun ditutup, berarti Pemerintah Kota Surabaya bakal mengulang kegagalan yang sama. Karena sebelumnya, Kya-Kya Kembang Jepun pernah dibuka pada tahun 2003, namun juga tidak bertahan lama.

Sementara, hingga sekarang, Kya-Kya Kembang Jepun belum menunjukkan tanda-tanda perkembangan positif. Bisa dibilang masih jauh dari harapan.

Saya sempat berdiskusi dengan Freddy H. Istanto. ketua Surabaya Heritage Society. Laki-laki yang juga memiliki profesi sebagai dosen arsitek dan sosial enterpreneur di salah satu universitas swasta ternama di Surabaya.

Baca Juga  Konser Dewa 19 di JIS dan Pesan Persahabatan

Freddy menuturkan, sejak awal dia memang sangat khawatir dengan keberlangsungan Kya-Kya Kembang Jepun. Kata dia, ada dua hal penting yang menjadi penyebab kenapa Kya-Kya Kembang Jepun sulit berkembang.

Pertama, tidak ada yang unik di Kya-Kya Kembang Jepun. Penataan foodcout yang dilakukan di Kya-Kya Kembang Jepun itu terbilang biasa. Model seperti itu banyak sudah banyak sekali.

“Yang namanya foodcourt, ya kuliner taruhannya. Kalau ada kuliner enak, jauh pun pasti akan dicari. Wong yang enak saja sekarang tinggal WA. Kenapa harus jauh ke Kya-Kya? Kuliner yang ada di Kya-Kya semua ada di bagian mana pun di Surabaya,” sebut Freddy.

Kedua, secara jarak, Jalan Kembang Jepun itu jauh dari pusat-pusat pemukiman. Kalau Pemerintah Kota Surabaya mendirikan Kya-Kya Kembang Jepun karena berkaca pada kesuksesan Tunjungan, itu salah besar. Kenapa? Karena, kawasan utara itu bukan lagi jadi traffic utama. Aktivitas di sana itu kukut (tutup) setelah pukul 17.00.

“Tunjungan itu masih akses utama kota. Tunjungan punya modal besar, lingkungan kolonialnya kuat. Ambience-nya kena,” kata Freddy.

Kalau Kya-Kya Kembang Jepun, timpal dia, mau jual suasana, tidak ada yang unik. Maunya mungkin suasana di Kya-Kya dibikin santai. Model kursi seperti tong itu baik, tapi tidak nyaman untuk makan, seperti makan soto.

“Tidak ada meja yang dibikin makan biar leko (enak sekali),” ujar Freddy.

Dia juga menilai kuliner China peranakan tidak terwakili di Kya-Kya Kembang Jepun. Kuliner yang kontekstual dengan jati diri kawasan, menurut dia, sampai sekarang tidak terlihat

“Kalau Kuliner Arab konteksnya dengan kawasan Ampel. Orang ke Ampel pasti berburu kuliner khas di sana,” katanya.

Tahun 2023, bkal menjadi tantangan berat bagi pengelola Kya-Kya Kembang Jepun. Bukan hanya terkait redesain dan konsep Kya-Kya, tapi juga ancaman resesi ekonomi. Dua masalah ini harus bisa diantisipasi.Jika tidak, bukan tak mungkin Kya-Kya Kembang Jepun akan tinggal kenangan untuk  kedua kalinya. (*)

 

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *