Jalan Guntur-Megawati dan Romantisme Bung Karno di Surabaya

Pencanangan Bulan Bung Karno secara nasional sudah digelar di Surabaya, 6 Juni 2022), yang menjadi tempat kelahiran Sukarno. Semangat Soekarno bagai Bara Api yang menyala. Hingga lahir semboyan, “Warisi Apinya, Bukan Abunya”. Apinya memberi terang dan semangat untuk mengisi kemerdekaan guna mencapai kesejahteraan.

Di Surabaya, Bulan Bung Karno menjadi pijakan dalam melacak jejak-jejak Soekarno sebagai Arek Suroboyo. Jejak-jejak inilah yang akan digunakan sebagai “api” untuk membakar semangat dan rasa bangga memiliki pemimpin bangsa asal Surabaya.

Sejumlah literasi telah menorehkan kabar: Soekarno lahir di Surabaya. Tidak cuma literasi, tapi jejak-jejaknya di Surabaya telah “berbicara” banyak meski membisu sepanjang masa. Mulai dari jejak kelahiran yang berupa rumah lahir Bung Karno di Pandean IV, rumah belajar kebangsaan di Peneleh VII, sekolah formal HBS di Jalan Kebon Rojo, diplomasi di kantor Gubernuran di Jalan Pahlawan, hingga romantisme keluarga di Jalan Megawati dan Jalan Guntur.

Jejak romantisme keluarga ini belum banyak diketahui publik. Bahkan kebanyakan orang belum tahu ada Jalan Guntur dan Jalan Megawati. Guntur dan Megawati adalah anak Bung Karno.

Di Luar Pagar Makam

Begandring Soerabaia, perkumpulan pegiat sejarah Surabaya, melakukan penelusuran. Jalan Guntur dan Jalan Megawati berada di wilayah kelurahan Peneleh. Tepatnya di luar pagar tembok Makam Belanda Peneleh sisi tenggara, dekat kampung Plampitan.

Plampitan Kalimir, Polack Wonorejo, Plampitan, Wonorejo, Peneleh adalah nama-nama lokal yang sudah ada di era Hindia Belanda, bahkan sebelum Belanda masuk Surabaya, 1612.

Dari pengamatan kartografi (studi peta) lama, seperti periode tahun 1940 an, nama Jalan Plampitan, Peneleh, Pandean, Wonorejo sudah tertulis di sana. Tapi tidak demikian dengan nama Jalan Guntur dan Jalan Megawati.

Baca Juga  Case van der Linden, Warga Amerika Berdarah Belanda Asli Suroboyo, Saksi Perang dan Damai di Surabaya.

Pelacakan peta lama Surabaya dilakukan Begandring Soerabaia hingga ke Kantor Perpustakaan dan Kearsipan Surabaya. Ditemukan peta tahun 1930, nama Jalan Guntur dan Jalan Megawati belum ada. Dari beberapa sumber lain seperti koleksi Asia Maior, juga tidak ada nama kedua jalan itu sebelum tahun 1950.

Di antara peta-peta lama Kota Surabaya, salah satunya dari koleksi yang dikumpulkan dari periode 1952-1953, terdapat peta yang sudah menuliskan nama Jalan Guntur dan jalan Megawati. Data ini terarsip pada buku “Inventaris Arsip Kota Besar Surabaya 1950 s/d 1957”.

Peta lama, Peta Kota Surabaja menunjukkan nama jalan Djl. Megawati dan Djl. Guntur. Penulisan masih menggunakan ejaan lama “Djl” kependekan Djalan.

Guntur dan Megawati adalah dua dari lima bersaudara dari istri Bung Karno, Fatmawati. Guntur lahir pada 1943, Megawati lahir 1947, Rachmawati lahir 1950, Sukmawati lahir pada 1951 dan Guruh lahir pada 1953.

Dari kelima anak dengan ibu Fatmawati, hanya Guntur (1943) dan Megawati (1947) yang dilahirkan di tahun 1940-an.

Diduga, penamaan jalan di lingkungan Peneleh dengan menggunakan nama anak-anak Soekarno. Sehingga muncul nama Djl. Guntur dan Djl. Megawati, diduga bahwa penamaan jalan ini terjadi pada tahun 1950, sebelum kelahiran Rachmawati pada 27 September 1950. Diduga yang menamai Bung Karno.

Dugaan ini berdasarkan analisa pada pascakemerdekaan, Soekarno pernah datang ke Surabaya pada Oktober 1945, ketika diminta untuk menghentikan tembak menembak antara pejuang Surabaya dan Sekutu.

Kemudian kedatangan berikutnya pada 1951 ketika menghadiri upacara peletakan baru pertama pembangunan Monumen Sepuluh November pada 10 November 1951.

Juga tahun 1956 ketika Bung Karno sambang ke Kampung Peneleh VII untuk melihat rumah, di mana ia dulu mengenal Islam dan rumah yang menjadi sumber ilmu saat dia masih pelajar HBS.

Baca Juga  Disahkan, TACB Surabaya Jangan Kerja Itu-Itu Saja

Diduga, ada kedatangan Soekarno lain ke Surabaya yang belum diketahui dan luput dari pemberitaan. Salah satunya, dugaan penamaan Jalan Guntur dan Jalan Megawati di lingkungan Peneleh awal tahun 1950-an, sebelum kelahiran anak ketiga, Rachmawati, 27 September 1950.

Mengapa Bung Karno menyematkan nama kedua anaknya di kawasan Peneleh? Diduga, penamaan ini sebagai tetenger akan pernah adanya kehidupannya di wilayah Peneleh.

Penamaan Jalan Guntur dan Megawati, bagi Bung Karno, sebagai pengingat bahwa dirinya adalah Arek Suroboyo, lalu disematkanlah nama Guntur dan Megawati sebagai nama jalan di kawasan Peneleh.

Jarak antara lokasi Jalan Guntur dan Jalan Megawati dengan rumah lahir Bung Karno di Pandean IV sekitar 500 meter. Sementara Jalan Guntur dan Jalan Megawati bersebelahan. Jalan Megawati lebih panjang daripada Jalan Guntur. Panjang jalan Megawati sekitar 70 meter. Sedangkan Jalan Guntur lebih pendek, sekitar 50 meteran.

Jika dikaitkan tempat lahir Bung Karno di Pandean, Kelurahan Peneleh, maka nama Jalan Guntur dan Jalan Megawati yang juga berada di wilayah Peneleh adalah simbol romantisme keluarga Bung Karno di Surabaya. (*)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *