Kita semua mengetahui bahwa peristiwa perobekan bendera Belanda di Hotel Oranje Surabaya yang terjadi 19 September 1945 adalah satu peristiwa penting dalam satu rangkaian penegakan proklamasi kemerdekaan Indonesia di Surabaya, orang-orang Belanda mengenang peristiwa itu dengan sebutan het vlag incident yang mengakibatkan seorang Ploegman pemimpin organisasi Indo Europesche Vereniging (IEV) tewas akibat peristiwa itu.

Menurut buku 10 November 1945: gelora kepahlawanan Indonesia, Barlan Setiadijaya, Yayasan 10 November 1945, 1991, halaman 109, “Mr. Ploegman dkk yang telah bermarkas di hotel Oranje mendapat keberanian untuk mengibarkan bendera Belanda. Mereka mendapatkan keberanian moril dan menaikan benderanya pada 18 September 45 sekitar jam 21.00. Dalam kegelapan, bagian birunya tidak begitu kelihatan, sehingga banyak yang mengira yang berkibar itu bendera merah putih, meskipun bentuknya agak aneh”

“Esok harinya, Rabu 19 September 45, mulai nampak bendera yang sebenarnya. Orang-orang Belanda yang mengawasi gedung dengan congkaknya memperolok-olok penduduk dengan penuh keheranan. Pemuda memutus aliran listrik, air dan telephone hotel Oranje, mereka berteriak agar bendera Belanda diturunkan, namun permintaan tidak digubris. Bahkan sebaliknya menunjukan sikap menantang, menghina dan mengejek. Ini menimbulkan kemarahan dan kebencian”.

Peristiwa heroik itu dengan sangat bagus diabadikan oleh seorang wartawan kantor berita Antara (sebelumnya bernama Domai) yakni Abdul Wahab Saleh. Menurut buku Pertempuran 10 November 1945: Kesaksian & Pengalaman Seorang Aktor Sejarah, Sutomo, Jakarta Visi Media, 2008, halaman 11, warga Pabean Sayangan Surabaya ini sempat dianiaya oleh pemuda NICA Inlander karena tidak senang saat beliau mengabadikan beberapa foto kegiatan RAPWI dan NICA disekitar hotel Oranje, tuduhan sebagai Intel Republik, dipukul dan dirampas klise filmnya sehari sebelumnya.
Beliau juga yang mengabadikan momen bersejarah peristiwa perobekan bendera di Hotel Oranje, beberapa roll film dikeringkan dirumahnya dan titipkan serta disimpan oleh ibunya. Roll film tersebut kemudian dibawa keluar Surabaya oleh adiknya untuk diserahkan kepada pak Abdul Wahab Saleh di Malang pada akhir Desember 1945. Roll foto tersebut kemudian diserahkan kepada Wiwik Hidayat yang bertugas di Jawatan Penerangan Jawa Timur yang berpusat di Malang.

Kami mengumpulkan foto-foto peristiwa perobekan bendera tersebut dari media dan arsip online serta mencoba untuk mengurutkan foto-foto tersebut berdasarkan waktu pergerakan masa dan peristiwa yang terjadi. Ada 10 foto yang kami dapat dan dibeberapa foto yang ada nampaknya sesuai dengan laporan yang ditulis oleh Kapten Alfred Ian Douglas Prentice seorang petugas medis Inggris anggota Operasi Mastiff Carbolic yang diterjunkan ke Surabaya.
Letnan Dua Antonissen, Kapten Alfred Ian Douglas Prentice perwira kesehatan, kapten Mirehouse perwira penghubung, Pembantu Letnan Lansdorp telegrafis, Sersan Bals, Sersan Frich dan Kopral Croome pada hari selasa 18 September 1945 jam 10.00 diterjunkan dari pesawat pembom B-24 Liberator dengan berpeti-peti perlengkapan di bekas lapangan terbang Darmo, dari situ mereka di jemput oleh perwira Jepang dan ditempatkan di Hotel Oranje.

Kapten Alfred Ian Douglas Prentice dihalaman 3 menuliskan : ”Hotel Orange merupakan bagian dari banyak peristiwa dalam cerita ini, dan pentingnya hotel ini akan terlihat ketika saya menunjukkan bahwa setiap pemilik memberinya nama yang berbeda. Orang Jepang menyebutnya Hotel Yamato, yang dengan cepat berubah menjadi Hotel Orange saat kami tiba. Orang Indonesia menyebutnya Hotel Merdeka, sementara para penghuninya lebih suka dengan nama ‘Hotel Merdeka Yang Terbatas’.
Hotel ini terletak di salah satu jalan utama di pusat kota dengan bagian depan yang sempit. Ada tempat parkir mobil di depannya, yang terlindung dari trotoar oleh tembok rendah dan pagar tanaman. Lobi pintu masuk memiliki selusin meja kecil di dalamnya, tempat orang bisa duduk dan menyeruput kopi dingin serta mengamati orang yang lewat. Bagian depan lobi hampir terbuka ke tempat parkir mobil. Di bagian belakang ada satu atau dua kamar kecil, dan kantor resepsionis, kantor manajer, dan tempat-tempat berguna lainnya. Jika Anda berjalan melewati lobi dan menyeberangi halaman yang dipenuhi bunga, Anda akan mencapai ruang makan, tempat yang besar, lapang, dengan fentilasi yang buruk, serta balkon bagian dalam yang mengelilinginya, dan atap kaca buram yang tinggi. Jendela Prancis ada di kedua sisinya, dan deretan kipas angin tergantung di atap. Di salah satu ujungnya ada dua kamar kecil dengan pintu setengah, untuk digunakan saat diperlukan kerahasiaan. Tiga halaman lagi berada di belakang ruang makan, dan dibatasi oleh kamar tidur, masing-masing dengan pancuran, beranda, dan kursi malas. Suasananya sangat tenang, kecuali pada malam hari, saat sebuah kampong di sebelahnya memeriahkan malam dengan musik gambang.
Tn. Martin, seorang Armenia, adalah manajer, dan dia menunjukkan kamar kami untuk mulai membongkar barang”.

Dari petikan laporan tersebut, pada paragraf ke 2 terdapat kalimat yang menarik dan sesuai dengan foto yang diabadikan oleh pak Abdul Wahab Saleh, yaitu “tembok rendah dan pagar tanaman”. Pada foto nomor 1, 2, 9 dan 10 pagar tanaman itu tampak dengan jelas, hal ini menepis anggapan bahwa foto-foto yang ada sebagian adalah reka ulang, namun berdasarkan apa yang dilaporkan oleh Kapten Alfred Ian Douglas Prentice dapat disimpulkan bahwa foto-foto itu diambil saat 19 September 1945 pada peristiwa peroberkan bendera Belanda.
Foto tahun 1949an pagar tanaman yang berada di depan Hotel sudah hilang sebagian, namun semua ini tetap menjadi kajian yang menarik dikemudian hari jika ada fakta-fakta baru mulai terungkap.






Melihat foto-foto aksi insiden bendera, terkhusus disaat aksi penurunan dan perobekan, yang mana tampak ada 3 orang di menara dan 2 orang ada di balkon utara Hotel Oranje, hal ini menjadi maklum jika dikemudian hari banyak kesaksian berbeda tentang siapa perobek bendera Belanda di Hotel Oranje pada 19 September 1945.

Pasca peristiwa perobekan bendera Belanda, beberapa hari kemudian terjadi kembali peristiwa besar di Surabaya, yaitu Rapat Samudera, sebuah masa aksi yang begitu luar biasa terjadi di lapangan Tambak Sari, rakyat hadir bak samudera yang bergelora, masa dibakar saraf-safar penuh agitasi, Tambak Sari bergemuruh, menandakan revolusi Surabaya yang berapi-api.
Oleh : Achmad Zaki Yamani
Sumber :
10 November 1945: gelora kepahlawanan Indonesia,Barlan Setiadijaya, Yayasan 10 November 1945, 1991.
Pertempuran 10 November 1945:Kesaksian & Pengalaman Seorang Aktor Sejarah, Sutomo, Jakarta Visi Media, 2008.
Kirab Pemerintahan Darurat R.I Jawa Timur, MKGR Jawa Timur, Surabaya, 1998.
Report by Captain Alfred Ian Douglas Prentice MC of the RAMC on his experiences as part of the Recovery of Allied Prisoners of War and Internees (RAPWI) team Surabaya, ‘Carbolic’, under operation ‘Salex Mastiff’.
ARSIP. Media Kearsipan Nasional. Nilai-Nilai kepahlawanan. Edisi 64. Juli-Desember 2014.
SANGAT ISTIMEWA…… MENGENAL YANG TERDEKAT SEJARAH KOTA DIMANA SAYA DILAHIRKAN…. SANGAT HEROIK
SOERABAIA