TENTARA PETA SIDOARJO MEMBERONTAK

Seiring dengan pergeseran pertempuran di Pasifik yang menyebabkan kekalahan demi kekalahan yang dialami oleh Jepang, dan adanya kepentingan menarik kembali simpati rakyat Indonesia serta kebutuhan bantuan kekuatan militer dalam menghadapi perang di Asia guna mencapai kemenangan akhir, maka Saiko Sikikan memperkenankan dibentuknya Tentara Sukarela Pembela Tanah Air yang diatur dalam Osamu Seirei No 44 3 Oktober 1943 Tentang pembentukan pasukan sukarela untuk membela tanah Jawa.

Menurut Purbo Suwondo dalam bukunya yang berjudul PETA Tentara Sukarela Pembela Tanah Air yang diterbitkan oleh Pustaka Sinar Harapan tahun 1996 halaman 54 menyebutkan, pembentukan tentara PETA didorong oleh 2 faktor, yaitu Internal dan Eksternal. Internal meliputi adanya usulan dan desakan dari para ulama dan nasionalis, sedangkan Eksternal adanya kebutuhan Jepang akan kekuatan militer dalam menghadapi perang di Asia.

Perwira PETA membawa DAIDANKI yang menjadi suatu kehormatan bagi DAIDAN PETA

Dengan telah dibentuknya tentara PETA maka dibukalah Boei Giyugun Kanbu Renseitai di Bogor (Pusat Latihan Perwira Tentara Sukarela Jawa). Menurut Nugroho Notosusanto dalam bukunya yang berjudul Tentara PETA pada jaman pendudukan Jepang di Indonesia terbitan Gramedia tahun 1979 halaman 76, proses rekruitmen dikoordinasi oleh Beppan dengan bimbingan Kapten Maruzaki. Untuk itu 3 orang perwira Beppan, yakni Letnan Yanagawa, Tsuchiya dan Yonemura dikirim masing-masing ke Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk melakukan seleksi dan rekrutmen.

Pelatihan Perwira PETA di Bogor dibuka resmi pada 15 Oktober 1943, dua bulan kemudian pada 8 Desember 1943 para Daidancho (Komandan Batalyon) dilantik di lapangan Gambir. Lama pendidikan untuk tiap tingkatan Perwira PETA berbeda-beda, Daidancho (Komandan Batalyon) selama 2 bulan, Chudancho (Komandan Kompi) selama 3 bulan dan Shodancho (Komandan Peleton) selama 4 bulan. Materi pendidikan diberikan secara ringkas dan ditekankan pada displin dan semangat.

Jenderal Mayor R. Mohamad – Daidancho PETA Sidoarjo.

Pak Mohamad dalam bukunya yang berjudul R. Mohamad Dalam Revolusi 45 Surabaya yang ditulis Drs. Moehkardi diterbitkan Lima Sekawan Jakarta tahun 1993 halaman 41 menyatakan, Pendidikan Perwira PETA Angkatan I dilantik Desember 1943, Angkatan II dilantik Agustus 1944 dan Angkatan III dilantik Oktrober 1944 yang terdiri dari 11 Daidancho, 44 Chudancho dan 460 Shodancho, mereka ditempatkan di 11 Daidan baru di pantai utara Jawa, R. Mohamad termasuk Angkatan III. Seangkatan dengan beliau terdapat beberapa Chudancho dan Shodancho antara lain Chudancho Drg Moestopo, Chudancho Kadim Prawirodirdjo, Chudancho Suryoatmodjo, Shodancho Sabarudin dan Shodancho Sucipto. Mereka semua ditempatkan di Daidan baru yang berkedudukan di Buduran, Daisan Sidoarjo atau Daidan III Sidoarjo.

Baca Juga  MISTERI BONG CINA DI BELAKANG WARKOP

Di Karesidenan Surabaya atau Surabaya Syuu terdapat 4 Batalyon PETA, yaitu :

Daichi Daidan Surabaya, Batalyon I PETA Surabaya :

Daidancho : Dr. Soetopo

Fukkan : Shodancho Masduki Abu

Daini Daidan Mojokerto, Batalyon II PETA Mojokerto :

Daidancho : Katamhadi

Fukkan: Shodancho Oesman

Daisan Daidan Sidoarjo, Batalyon III PETA Sidoarjo :

Daidancho : R. Mohamad

Fukkan: Shodancho Bambang Yuwono

Daiyon Daidan Gresik, Batalyon IV PETA Gresik :

Daidancho : K.H Cholik Hasyim, kemudian diganti oleh Drg. Moestopo

Fukkan: Shodancho Yudiatmojo

Bekas Pabrik Gula Buduran yang kemudian menjadi Markas PETA Daidan III Sidoarjo

Daisan Daidan Sidoarjo atau Batalyon 3 PETA Sidoarjo menempati bekas Pabrik Gula Buduran yang saat ini menjadi Gudang Balkir Gudpuszi Pusziad Buduran Sidoarjo, dengan Susunan Daidan 3 Sidoarjo yang biasa disebut Daidan Buduran sebagai berikut:

Daidancho                : R. Mohamad (Komandan Batalyon)

Fukkan                         : Shodancho Bambang Joewono (Ajudan)

Kompi 1

Dai I Chudan              : Chudancho Drg. Moestopo (Danki 1)

Dai I Shodan              : Shodancho Darmosoegondo (Danton 1 Ki 1)

Dai II Shodan            : Shodancho Hoetomo (Danton 2 Ki 1)

Dai III Shodan          : Shodancho Djajadi (Danton 3 Ki 1)

Kompi 2

Dai II Chudan           : Chudancho Soerjoatmodjo (Danki 2)

Dai I Shodan            : Shodancho R. Mohammad Saffa (Danton 1 Ki 2)

Dai II Shodan           : Shodancho Soekisno (Danton 2 Ki 2)

Dai III Shodan          : Shodancho R. Soemeh Soeparmono (Danton 3 Ki 2)

Kompi 3

Dai III Chudan         : Chudancho Abdoel Wahab (Danki 3)

Dai I Shodan            : Shodancho Moestafa (Danton 1 Ki 3)

Dai II Shodan           : Shodancho R. Moeljono Soebijantoro (Danton 2 Ki 3)

Dai III Shodan          : Shodancho Moeljono (Danton 3 Ki 3)

Kompi 4

Dai IV Chudan         : Chudancho R. Kadim Prawirodirdjo (Danki 4)

Dai I Shodan            : Shodancho Sabaroedin (Danton 1 Ki 4)

Dai II Shodan           : Shodancho Soegijanto (Danton 2 Ki 4)

Dai III Shodan          : Shodancho Kardono (Danton 3 Ki 4)

Pejabat Daidan

Eisei Gakari (Perwira kesehatan)           : Chudancho dr. Zainal Abidin

Enshu Gakari (Perwira latihan)              : Shodancho Soetjipto Kartodjojo

Heiki gakari (Perwira persenjataan)     : Shodancho Soedjoso

Keiri Gakari (Perwira keuangan)           : Shodancho Koesharto

Buppin Gakari (Perwira perbekalan)    : Shodancho Soenarjo Iskandar

Baca Juga  Gedung Pengadilan Tinggi

Secara keseluruhan kekuatan Daidan III Sidoarjo ada 400 personil termasuk 3 pelatih dan 2 pengawas dari tentara Jepang. Para Gyuhei, Bundancho dan Shodancho wajib tidur dalam asrama, namun boleh keluar Daidan pada hari Jumat untuk sholat dan hari Minggu untuk pesiar. Daidancho dan Chudancho diperkenankan tidur diluar asrama bersama keluarga. Daidancho Mohamad bersama keluarga tinggal di rumah yang cukup besar didepan Daidan.

Pasukan pengawal DAIDANKI

Gyuhei Daidan Sidoarjo banyak berasal dari desa di daerah Sidoarjo dan sekitarnya, banyak diantara mereka yang buta huruf dan tidak bisa berbahasa Indonesia, cara berfikir mereka sederhana, mudah diatur dan mudah digembleng semangatnya. Setiap malam para Prajurit PETA yang buta huruf mendapatkan pelajaran baca tulis serta bahasa Indonesia.

Drg. Moestopo, Chudancho Sidoarjo yang menggantikan Daidancho Gresik

Namun suatu ketika di Daisan Sidoarjo pernah terjadi konflik internal yang hampir menjadi suatu “bencana besar”, peristiwa ini terjadi beberapa bulan setelah Pemberontakan PETA Blitar, antara bulan Mei dan Juni 1945. “Pemberontakan” ini bermula dari mutasi Chudancho Drg Moestopo menjadi Daidancho di Daiyon PETA Gresik menggantikan Daidancho K.H Cholik Hasyim yang copot karena menolak memberikan hormat kepada Perwira Jepang. Kabar yang berkembang bahwa Shodancho Darmosugondo selaku Shodan tertualah yang akan menggantikan posisi Chudancho Drg Moestopo karena sifatnya yang kebapakan dan pengayom, mendengar kabar itu Dai I Chudan atau Kompi 1 senang dan gembira, namun ternyata digantikan oleh Chudancho Soerjoatmodjo dari Dai II Chudan atau Kompi 2 lulusan OSVIA mantan komis di Kabupaten Sidoarjo seorang ningrat yang angkuh dan keras keJepang-Jepangan.

Rasa kecewa anggota Dai I Chudan tak tertahankan lagi sehingga melakukan aksi “pemberontakan”, Bundancho Mukhlis dengan 1 regu anggotanya keluar Daidan dengan bersenjata lengkap dan berbaris menuju lapangan latihan dekat kuburan kramat dibelakang Daidan, mereka sembunyi selama 2 hari 2 malam nyepi dan tirakat, Bundancho Mukhlis dengan 1 regunya tidak ada maksud memberontak, meraka hanya protes terhadap sikap pemimpinya.

Barisan PETA

Saat apel pagi Chudancho Soerjoatmodjo mendapati satu regu anak buahnya tidak ada dan melapor ke Daidancho Mohamad, mendapat laporan itu beliau marah dan memerintahkan Chudancho Soerjoatmodjo dan Shodancho Darmosugondo untuk mencari sampai ketemu dengan ancaman apabila tidak kembali ke Daidan akan diserahkan ke Kempetai.

Sehari kemudian barulah keberadaan mereka ditemukan sedang tidur-tiduran di makam keramat, Chudancho Soerjoatmodjo dan Shodancho Darmosugondo merayu mereka untuk kembali ke Daidan. Bundancho Mukhlis dengan 1 regunya berkenan kembali ke Daidan asalkan Chudancho Soerjoatmodjo merubah sikap kepemimpinannya, tuntutan itu disanggupi oleh Chudancho Soerjoatmodjo. Akhirnya mereka kembali ke markas, Daidancho Mohamad marah sekali hingga Bundancho Mukhlis dengan 1 regunya menerima hukuman sel selama satu minggu dan ada yang kena tampar Daidancho. Masalah ini dapat diselesaikan oleh Daidancho Mohamad dengan bijaksana secara internal hingga tidak melibatkan Kempetai yang akan berujung kepada hukuman berat.

Baca Juga  T.R.I.P dan T.G.P Pelajar Pejuang Surabaya

Usia Daisan Daidan Sidoarjo yang dipimpin Daidancho Mohamad kurang dari satu tahun, mereka dibubarkan pada 19 Agustus 1945 yang sehari sebelumnya meraka harus menggudangkan semua senjatanya, anggota PETA Sidoarjo menerima gaji 6 bulan serta mendapatkan sisa bahan pakaian dan makanan sebelum pulang ke tempat masing-masing.

Daidan PETA

Saat pembentukan BKR pada bulan September 1945 banyak Perwira dari Daidan III PETA Sidoarjo yang kemudian menjadi pimpinan pasukan atau menjadi pejabat, antara lain :

Daidancho R. Mohammad                      : BKR Jawa Timur Urusan Darat.

Chudancho Drg. Moestopo                     : Ketua BKR Jawa Timur.

Chudancho Soerjoatmodjo                     : BKR Jawa Timur Urusan Keuangan.

Chudancho Abdoel Wahab                     : Ketua BKR Karesidenan Surabaya.

Chudancho R. Kadim Prawirodirdjo     : Komandan Resimen TKR Sidoarjo.

Shodancho Bambang Joewono             : Danyon VII BKR Karesidenan Surabaya.

Shodancho Darmosoegondo                  : Danki III BKR Kabupaten Gresik.

Shodancho R. Mohammad Saffa           : Danki 1 Batalyon 1BKR Sidoarjo.

Shodancho Sabaroedin                            : Komandan PTKR Sidoarjo.

Shodancho Soetjipto Kartodjojo           : Danyon 1 BKR Sidoarjo.

Yang tragis, dikarenakan masalah pribadi yang dipendam sejak lama Soerjoatmodjo kemudian dieksekusi oleh Sabaroedin yang dikenal dengan nama Macan Sidoarjo sekitar tanggal 19 Oktober 1945 dengan tuduhan mata-mata NICA, Soerjoatmodjo ditembak kemudian dipenggal didepan orang banyak, Soerjo tidak sendiri, dia dieksekusi bersama 4 orang lainya, yang salah satunya adalah Ir. Van Dort Administratur Pabrik Gula Candi yang juga dituduh sebagai mata-mata NICA, mereka semua dieksekusi ditengah Alun-Alun Sidoarjo.

Oleh : Achmad Zaki Yamani

 

Sumber :

Riwayat Perjuangan Batalyon Darmosoegondo oleh Kaspari Staf II K.D.M Surabaja, Van Ingen, Surabaja.

Tentara PETA pada jaman pendudukan Jepang di Indonesia, Nugroho Notosusanto, Gramedia, 1979.

R, Mohamad Dalam Revolusi 45 Surabaya, Drs. Moehkardi, Lima Sekawan, jakarta, 1993.

PETA Tentara Sukarela Pembela Tanah Air, Purbo S Suwondo, Pustaka Sinar Harapan, 1996.

Pemberontakan PETA di Cileunca Panggalengan Bandung Selatan, Ahmad Mansyur Suryanegara, Jakarta, 1996.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *