Klenteng Boen Bio Dibongkar, Begini Faktanya!

Redaksi begandring.com mendapatkan kiriman foto-foto yang mengabarkan Klenteng Boen Bio di Jalan Kapasan Nomor 131, Surabaya dibongkar, Senin (27/6/2022).

Dari foto-foto itu tergambar bangunan tua dari abad 19 dan 20 tersebut sudah bersih. Kecuali dinding samping (sisi barat dan timur). Tepatnya unit bangunan bagian belakang.

Untuk mengetahui lebih jelas, begandring.com menghubungi Ketua TACB Surabaya Dr Retno Hastijanti, Sekretaris TACB Prof Purnawan Basundoro, dan Liem Tiong Yang (panitia pembangunan).

Purnawan Basundoro memastikan bangunan yang dibongkar tidak termasuk bagian yang tercatat sebagai cagar budaya. “Yang tercatat bangunan utama saja, bagian depan,” jelas Purnawan.

Hal senada disampaika Retno Hastijanti yang dihubungi via WA, “Njih Mas. Yang belakang bukan BCB (Bangunan Cagar Budaya).”

Reno menjelaskan, pihak Klenteng Boen Bio sudah lama merencanakan pemugaran. Hanya baru terlaksana pada tahun 2022. Pemugaran bangunan klenteng hanya pada bangunan belakang, bukan pada zona inti yang dipakai sebagai tempat ibadah.

Klenteng Boen Bio terdiri dari dua unit bangunan. Bagian depan adalah bangunan utama yang menjadi tempat ibadah umat Kohungcu. Sementara di belakang ada bangunan penyanggah.

“Bangunan penyanggah inilah yang dipugar,” ujar Retno.

Pembuatan pondasi dengan menggunakan paku bumi. foto:begandring

 

Tinjau Lapangan

Untuk mengetahui kondisi fisik pemugaran, begandring.com mendatangi lokasi. Dari depan  tidak terlihat ada kegiatan pemugaran. Pun di bagian dalam klenteng. Kecuali di teras depan, terdapat tumpukan barang, termasuk sepasang kipas angin gantung kuno.

Tidak lama, Liem Tiong Yang datang. Begandring.com memang sudah janjian dengan Liem. Dia kemudian menunjukkan proposal pembangunan sambil menjelaskan kegiatan dan latar belakang pemugaran.

“Kami tahu apa yang sedang kami lakukan dengan pemugaran terhadap Klenteng Boen Bio ini. Bangunan utama klenteng tetap berdiri karena bangunan itu berstatus cagar budaya. Sementara yang ada di belakang tidak, meski bangunannya lama yang sejaman dengan bangunan klenteng,” katanya.

Baca Juga  Nama Jalan sebagai Narasi Sejarah Kota

“Kami juga tidak menghabiskan semuanya untuk pemugaran. Kami sisakan tembok bangunan pada sisi kiri dan kanan yang berlanggam arsitektur Tionghoa,” imbuh Liem, sambil mengajak begandring.com melihat proyek pemugaran.

Tembok kiri dan kanan yang masih membingkai jendela dan ventilasi, masih berdiri. Untuk menjaga keamanan dalam proses pembangunan, kedua sisi tembok yang masih berdiri itu disanggah oleh kaki-kaki besi. Semua pondasi bangunan lama masih in situ alias pada tempatnya. Sementara untuk pondasi baru dibuat paku bumi dengan cara mengebor, kedalamannya 20 meter.

Menurut Liem, rencananya akan didirikan bangunan 3,5 lantai, di mana lantai satu akan dipakai lahan parkir, lantai dua untuk ruang sekolah, dan lantai tiga untuk ruang pertemuan dan kegiatan budaya seperti latihan barongsai yang membutuhkan langit-langit tinggi.

“Pemugaran ini untuk menunjang sarana kegiatan sosial, pendidikan, dan budaya. Dengan sarana yang lebih representatif, ruang klenteng yang selama ini bercampur kegiatan sosial dan budaya akan terpisah. Sehingga ruang klenteng khusus dipakai untuk kegiatan keagamaan,” jelas Liem.

Proses pemugaran yang dilakukan ini mewarisi cara para pendahulu. Yaitu, membuka donasi secara terbuka. Di mana pembangunan klenteng dulu atas donasi publik. Berikut nama-nama donatur diabadikan pada prasasti bulat yang tertempel pada dinding klentengi.

“Yang berdonasi di atas Rp 10 juta, namanya akan diabadikan dalam prasasti,” ungkap Liem.

Upaya menjaga dan melestarikan nilai-nilai sejarah dan budaya, menurut Liem, dengan menggunakan materialan lama pada kontruksi baru. Ia juga berencana mengumpulkan peninggalan materialan masa lalu untuk artefak edukatif sebagai bahan informasi.

“Selain materialan bangunan, juga ada foto-foto yang menjadi bahan informasi sehingga pengunjung dan pengguna gedung akan tahu seperti apa perwujudan gedung lama,” jabar Liem.

Baca Juga  Menata dan Mengelola Kampung Eropa Surabaya

Liem juga menunjukkan buku proposal yang isinya Rencana Anggaran Belanja (RAB), desain bangunan, surat-surat ijin pembangunan dari Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Cipta Karya dan Tata Ruang, serta dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, tahun 2021.

Selain itu, proyek pemugaran ini juga mendapat surat imbauan Wali Kota SurabayaEri Cahyadi. Pemugaran yang diperkirakan menelan biaya sekitar Rp 12,5 miliar ini, akan selesai tahun depan, 2023.

Penulis menemui panitia pemugaran, Liem Tiong Yang. foto:begandring

 

Zonasi

Dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yang dimaksudkan dengan zonasi adalah penentuan batas-batas keruangan Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan kebutuhan dengan tujuan mengatur fungsi ruang pada Cagar Budaya, baik vertikal maupun horizontal.

Zonasi ini yang menentukan boleh tidaknya suatu bagian (benda, struktur dan bangunan) yang ada pada lingkungan cagar budaya diubah. Sayangnya, sebagian besar bangunan atau kompleks bangunan cagar budaya di Surabaya belum memiliki penetapan zonasi.

“Mestinya penentuan zonasi ini harus dilakukan sebelum penetapan sehingga ketika ditetapkan, bangunan cagar budaya itu telah diketahui batas-batas keruangan, baik secara horizontal maupun vertikal. Termasuk bangunan mana yang utama, pentanggah, dan pendukung,” kata Yayan Indrayana, pegiat sejarah Begandring Soerabaia yang berprofesi sebagai arsitek.

Kata dia, sesuai aturan, sistem zonasi dapat terdiri dari zona inti, penyangga, pengembangan dan penunjang. Berdasarkan batas zona itulah dapat diketahui mana yang boleh dipugar dan tidak.

Retno Hastijanti menambahkan, kebanyakan BCB belum memiliki ketetapan zonasi karena ketika itu PP belum ada. Menurut pasal 73 UU 11/2010 tentang Cagar Budaya, bahwa untuk tata cara zonasi  diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah (PP).

Menurut Retno, zonasi harus dilakukan pemilik BCB dengan menyewa konsultan. Karena harus menyewa konsultan yang berbayar, maka Pemkot Surabaya akan mempertimbangkan untuk membantu dengan membahasnya di TACB langsung.

Baca Juga  Karya HP Berlage: Gedung Singa dan Mijn Indiesche Reis

“Harusnya dari hasil konsultan zonasi, baru dibahas di TACB. Jadi TACB tinggal memberi rekomendasi dengan memvalidasi hasilatau produk konsultan tersebut,” jelas Retno.

“Untuk sekarang, sebelum dilakukan penetapan perlu dilakukan zonasi. Namun tidak harus sampai mendetail, karena sifatnya lebih kepada analisis kepentingan atau yang menunjang kepada penetapan bagian mana dari bangunan tersebut yang paling penting untuk nantinya dituangkan dalam deskripsi cagar budaya,” jelas Retno.

Kalau begitu, siapa pun yang akan melakukan pemugaran atas BCB yang dimilikinya harus memiliki surat penetapan zonasi. Karenanya, peraturan ini harus disosialisasikan kepada masyarakat luas. (*)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *