Begandring.com: Surabaya (13/11/23): Masih dalam suasana peringatan Hari Pahlawan di Surabaya. Ada Kesempatan bermalam minggu bersama keluarga ꧌ꦧꦩ꧀ꦧꦁꦱꦸꦭꦶꦱ꧀ꦠꦩ꧍ Bambang Sulistomo, putra Bung Tomo, pahlawan nasional yang terlibat dalam kisah Perang 10 November 1945.
꧌ꦥꦼꦂꦧꦶꦚ꧀ꦗꦔꦤ꧀꧍ Perbincangan santai bersifat nostalgia dan berwacana bersama istri tercinta ꧌ꦄꦱ꧀ꦠꦿꦶꦢ꧀ꦰꦸꦭꦶꦱ꧀ꦠꦩ꧍ Astrid Sulistomo menjadikan suasana malam minggu itu menjadi ꧌ꦯꦃꦝꦸ꧍ syahdu. Bertempat di ruang taman terbuka di samping hotel di jalan Basuki Rahmad, Bambang Sulistomo maupun Astrid dapat dengan ꧌ꦱꦤ꧀ꦠꦻ꧍ santai tapi mendalam dalam berbagi tentang peristiwa masa lalu kota Surabaya terkait dengan peristiwa 10 November 1945.
Di saat yang bersamaan dalam momen itu, mereka dapat berbagi tentang apa yang seharusnya bisa dilakukan oleh generasi sekarang dan mendatang dalam mewarisi semangat dan cita cita para pendahulu bangsa yang telah memerdekaan bangsa dari ꧌ꦧꦼꦊꦔ꧀ꦒꦸ꧍ belenggu penjajahan.
Menurut Bambang ketika mengawali kisah arek arek Suroboyo pada perang kemerdekaan 10 November 1945, apa yang mereka lakukan adalah wujud nyata sebagai hak warga negara. Sebagaimana ꧌ꦠꦼꦂꦠꦸꦮꦁ꧍ tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak ꧌ꦱꦼꦱꦸꦮꦻ꧍ sesuai dengan ꧌ꦥꦿꦶꦏꦼꦩꦤꦸꦱꦾꦴꦤ꧀꧍ꦝꦤ꧀ꦥꦿꦶꦏꦼꦄꦝꦶꦭꦤ꧀꧍ perikemanusiaan dan perikeadilan.
Apa yang dilakukan pejuang pejuang Indonesia yang ada di Surabaya kala itu adalah mempertahankan kedaulatan yang telah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Mereka adalah arek arek Surabaya meski ada yang datang dari luar kota atau luar daerah. Karenanya Bung Tomo ketika menyeru dan memanggil pemuda pemuda dengan latar belakang ꧌ꦏꦼꦝꦌꦫꦲꦤ꧀꧍ kedaerahan yang beragam, mampu menyatukan perbedaan itu menjadi kekuatan.
Meski waktu telah berganti, hendaknya kekuatan yang berlatar keberagaman ini senantiasa menjadi kekuatan sekarang untuk membangun masa depan.
“Kekuatan seperti itu jangan sampai hilang. Itu yang harus diwarisi oleh generasi sekarang dan mendatang”, kata Bambang menyadari keberagaman ꧌ꦌꦠ꧀ꦤꦶꦱ꧀꧍ etnis di Surabaya.
Bambang lantas mengenang dan menerawang saat saat Ayahanda di Surabaya pada masa perang 10 November 1945, yang kala itu sebagai wartawan, maka dengan ꧌ꦥꦿꦺꦴꦥ꦳ꦺꦱꦶ꧍ profesi sebagai jurnalis, Bapaknya memerankan profesinya semaksimal mungkin dalam berjuang.
Kini, masa telah berganti dan perjuangan demi bangsa ini berubah wujud. Tidak lagi angkat senjata, tetapi angkat profesi sesuai kemampuan.
“Bagi mereka yang masih pelajar atau mahasiswa, berjuangnya ya belajar sebaik baiknya. Bagi mereka sebagai pekerja, ya bekerja sebaik baiknya. Bagi mereka sebagai dokter, ya melayani masyarakat semaksimal mungkin”, jelas Bambang dalam ꧌ꦩꦼꦟ꧀ꦝꦺꦥ꦳ꦶꦤꦶꦱꦶꦏꦤ꧀ꦈꦭꦁ꧍ mendefinisikan ulang perjuangan pada masa sekarang.
Karenanya ia berharap bahwa generasi sekarang ꧌ꦱꦼꦭꦻꦤ꧀꧍ selain harus tetap ingat sejarah seperti yang pernah diucapkan Soekarno “Jas Merah”, mereka juga harus senantiasa ingat pada perjuangan untuk masa depan bangsa untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan para pendahulu bangsa.
Dalam kesempatan bermalam minggu di Surabaya pada 11 November 2023, Astrid Sulistomo, istri Bambang Sulistomo, juga turut berbagi pandangan dalam mengisi ruang kemerdekaan. Menurutnya semua warga negara dapat berperan sesuai kemampuan dan ꧌ꦥꦿꦺꦴꦥ꦳ꦺꦱꦶꦚ꧍ profesinya.
꧌ꦄꦱ꧀ꦠꦿꦶꦢ꧀ꦰꦸꦭꦶꦱ꧀ꦠꦩ꧍ Astrid Sulistomo adalah seorang profesional di bidang kedokteran dan akademisi di bidang pendidikan tinggi. Dua profesi yang dilakoninya ini adalah jalur perjuangan dalam mengisi kemerdekaan. Diskusi santai di sela sela kunjungannya ke Surabaya dalam rangka peringatan Hari Pahlawan Nasional ini menambah esensi peringatan Hari Pahlawan bagi warga Surabaya. Sebelumnya, pada siang hari, Bambang Sulistomo, juga menyampaikan pandangannya pada acara Bedah Buku “Perjuangan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP)” di Aula Garuda Mukti Kampus MERR-C Universitas Airlangga.
꧌ꦧꦩ꧀ꦧꦁꦱꦸꦭꦶꦱ꧀ꦠꦩ꧍ Bambang Sulistomo dan Astrid Sulistomo pada malam minggu di Surabaya menjadi narasumber Miron Production, sebuah rumah produksi dari Belanda yang sedang mengerjakan sebuah film dokumenter tentang perang 10 November 1945 di Surabaya.
Menurut ꧌ꦩꦆꦫ꧀ꦫꦺꦴꦤ꧀꧍ Miron, produser film dokumenter 10 November 1945, film dokumenter ini memandang peristiwa 10 November 1945 dari tiga sudut pandang negara yang terlibat dalam perang 10 November. Yaitu Indonesia, Inggris dan Belanda. Surabaya, Indonesia adalah negara pertama dalam riset dan produksi film ini. Selanjutnya Belanda dan Inggris.
꧌ꦩꦆꦫ꧀ꦫꦺꦴꦤ꧀꧍ Miron menambahkan bahwa film ini akan menjadi media ꧌ꦌꦝꦸꦏꦱꦶ꧍ edukasi di masyarakat Belanda tentang sejarah masa lalu di Surabaya. Film ini juga sekaligus menjadi jembatan pemahaman antar dua negara dalam menatap dan membangun kerjasama di bidang kebudayaan. (nng).