Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi melaunching buku Ensiklopedia Sejarah dan Budaya Surabaya di Balai Pemuda, Jumat sore (23/12/2022). Peluncuran buku bertepatan dengan pengukuhan Bunda Literasi Kota Surabaya.
Tiga narasumber dihadirkan dalam bedah buku tersebut. Mereka, Dekan FIB Unair Prof. Purnawan Basundoro, Nanang Purwono (ketua Begandring Soekarabia), dan Meimura (seniman) dengan moderator Kukuh Yudha Karnanta (dosen FIB Unair).
Eri Cahyadi mengatakan, buku Ensiklopedia Sejarah dan Budaya Kota Surabaya ini akan membantu menguak jati diri kota Surabaya. Dia meminta Dinas Pendidikan bekerja sama dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan menjadikan buku ini sebagai bacaan pelajar di sekolah-sekolah.
“Dinas Pendidikan ada, ya? Nah, ya. Jangan sampai gak ada. Nanti silakan bekerja sama dengan Dinas Perpustakaan agar buku ini menjadi bacaan di sekolah-sekolah,” pinta Eri.
Eri menuturkan, anak-anak Surabaya secara dini harus diperkenalkan dengan sejarah dan budaya Kota yang menjadi jati diri Kota.
“Jangan sampai anak anak kita ini tidak mengerti tentang sejarah Surabaya. Ditanya asal usul kota Surabaya gak ngerti. Tapi kalau ditanya siapa bintang K Pop bisa menjawab semua,” kata Eri.
Menurut dia, agar tidak terlindas oleh budaya asing, pengetahuan atau literasi orang Surabaya harus kuat. Untuk kuat harus membaca. Membaca bagai vitamin dan asupan bergisi yang harus dikonsumsi.
Dengan membaca, imbuh dia akan muncul pemahaman. Dengan pamahaman, orang Surabaya bisa memilih dan memilah, mana yang baik dan yang tidak baik, mana yang sesuai dengan kearifan lokal dan mana yang tidak.
“Karenanya saya mengapresiasi hadirnya buku Ensiklopedia Sejarah dan Budaya Surabaya yang ditulis secara kolaboratif oleh Arek-Arek Surabaya meski asalnya dari luar Surabaya,” tegas Eri.
“Arek Surabaya adalah mereka yang kini telah menjadi warga Surabaya meski asalnya dari luar kota,” imbuh dia.
Masih Sedikit, tapi Berkelanjutan
Buku Ensiklopedia Sejarah dan Budaya Surabaya ditulis oleh para ahli yang memiliki background beragam. Ada arkeolog, antropolog, jurnalis, pegiat sejarah dan budaya, seniman, dab budayawan. Mereka adalah Prof Purnawan Basundoro, Kukuh Yudha Karnanta, Adrian Perkasa, Abimardha Kurniawan, Ikhsan Rosyid, Delta Bayu, Rojil Nugroho, Moch Jalal, Samidi, Agus Wahyudi, Kuncarsono Prasetyo, dan Ady Setyawan.
Buku Ensiklopedia ini ditulis secara bertahap. Tahap pertama pada 2021. Tahap kedua pada 2022. Dari hasil penulisan tahap pertama, ternyata berhasil memperoleh penghargaan dari Inggris melalui ajang Time Higher Education Awards Asia 2022 yang dianugarahkan di Jepang.
Jika mereka yang di mancanegara saja bisa menghargai karya ini, berarti buku Ensiklopedia ini sangat berkualitas dan layak baca. Buku yang ditulis secara kolaboratif ini sekaligus menunjukkan sifat dan karakter Arek Suroboyo, yaitu gotong royong, holobis kuntul baris.
Purnawan Basundoro, ketua tim penyusunan buku, menjelaskan, buku ini menyajikan tidak kurang dari 30 tema tentang sejarah dan budaya Kota Surabaya.
Kata dia, dibandingkan dengan tema-tema yang bisa diambil berdasarkan materi cagar budaya yang bersifat tangible (bendawi) dan materi pemajuan kebudayaan yang bersifat intangible (tidak bendawi).
“Isi buku Ensiklopedia Sejarah dan Budaya ini masih sedikit, tapi berkelanjutan untuk menampung banyaknya materi ini. Karenanya, ensiklopedia ini akan berseri-seri,” terang Purnawan yang juga ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Jawa Timur.
Purnawan mengaku senang karena buku ini dikerjakan secara kolaboratif. Hal itu juga yang mencerminkan sifat dan karakter Surabaya yang guyub, rukun, dan saling tolong menolong.
Nanang Purwono mengatakan, buku Ensiklopedia Sejarah dan Budaya Surabaya ini bak pintu gerbang yang menghantarkan untuk memasuki belantara sejarah dan budaya Surabaya.
“Banyak materi tentang sejarah dan budaya Surabaya. Sementara, ensiklopedia ini masih memuat sebagian kecil dari isi belantara sejarah dan budaya Surabaya,” katanya.
Hal senada disampaikan Meimura. Dia sangat mengapresiasi peluncuran buku ini. “Buku ensiklopedia ini sangat penting untuk menambah khazanah pengetahuan, khususnya bagi warga Kota Surabaya,” tutur dia.
Meimura juga sempat menjelaskan soal holobis kuntul baris yang memiliki makna bergotong royong untuk mencapai tujuan bersama. Menurut dia, di dalam masyarakat Jawa, burung jenis bangau yang bernama kuntul diibaratkan kebersamaan.
“Burung kuntul kalau terbang selalu bergerombol rapi dan membentuk formasi anak panah yang meruncing di depan. Anak panah adalah alat untuk membidik sasaran dan tujuan. (tim)