GAJAH PAGON PENGAWAL SETIA RADEN WIJAYA

 

R. TP Wijoyo bersama rekan-rekan berada di situs Gajah Pagon.

Gajah Pagon Pengawal Setia Raden Wijaya

Oleh : “Om” TP Wijoyo

Serat Pararaton dengan panjang lebar mengisahkan, tokoh *”Gajah Pagon”*, salah satu dari rombongan pasukan *Raden Wijaya*, yang telah bertempur hebat melawan pasukan *Jayakatwang*, terluka terkena tombak di paha kakinya.

Rombongan Raden Wijaya tiba di desa *Pandakan* dan diterima dengan baik oleh kepala desa Pandakan yang bernama *”Macan Kuping”*.

Raden Wijaya menitipkan Gajah Pagon, yang sudah terluka dan tidak bisa jalan, kepada kepala desa Macan Kuping.

Berkatalah kepala desa Pandakan, “Hal itu akan membuat buruk tuanku, jika Gajah Pagon ditemukan di sini, sebaiknya jangan ada pengikut tuanku yang diam di Pandakan. Seyogyanya dia berdiam di tengah kebun, di tempat orang menyabit rumput ilalang, ditengah-tengahnya dibuat sebuah ruangan terbuka dan dibuatkan gubuk, sepi tak ada yang tahu, orang-orang Pandakan membawakan makanannya setiap hari”

Toponimi *”Pandakan”* yang muncul di dalam Serat Pararaton, bisa diidentifikasi kini *Kecamatan Pandaan*, secara administrasi termasuk dalam wilayah Kabupaten Pasuruan. Dan nama tokoh kepala desa Pandakan, “Macan Kuping”, dihubungkan dengan nama lingkungan (dusun) *”Macanan”* yang terletak di Kecamatan Pandaan kini.

Di Dusun Jogonalan, Desa Jogosari, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan,
terdapat situs purbakala berupa “Arca Nandi” (tanpa kepala), yang mana masyarakat sekitar menyebutnya dengan “Reco Banteng”. Selain itu juga terdapat peninggalan purbakala berupa “batu semacam padmasana arca”. Lokasi keberadaan situs purbakala tersebut terletak tepat di sebelah timur Dusun Macanan.

Lebih jauh, tokoh sejarawan dan arkeolog, M. Yamin dan Prof. Agus Aris Munandar berpendapat bahwa, setelah kondisi Gajah Pagon pulih, Gajah Pagon menikahi putri Macan Kuping (kepala desa Pandakan). Dan dari pernikahan itu, lahirlah *”Gajah Mada”*, sosok terkenal dalam sejarah Majapahit. Sehingga muncul teori bahwa Gajah Mada lahir di Pandakan (Pandaan ; kini).

Baca Juga  Kawasan Jembatan Merah Awal Abad 20

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *