Garap Film Asal-usul Kota Surabaya

Kekunoan semakin langka. Sebaliknya, kekinian semakin seksi. Lantas, bagaimana kekunoan itu bisa menjadi seksi?

Jika seseorang bisa menemukan suatu elemen yang kontras, maka itu bisa menjadi kunci untuk bisa menemukan kekunoan yang seksi.

Kekunoan yang seksi bisa membelalakkan mata, menghentakkan rasa yang ending-nya bisa menjadi senjata.

Adakah senjata itu buat Kota Surabaya?

Senjata harus dicari dan digali karena kekunoan keberadaannya sering terselubung tapi ada di sekitar kita. Berbeda dengan kekinian, yang sudah ada di mana mana dan mudah dilihat mata.

Surabaya, sebagai kota besar dan cenderung lebih modern, sering lupa dan bahkan melupakan jejak masa lalunya.

Apalagi pengaruh global yang membawa serta nilai nilai budaya yang tidak selaras dengan budaya lokal tradisional. Niscaya cepat atau lambat, budaya dan sejarah lokal cepat tidak kekal.

Belum lagi masyarakat modern di era milenial ini menganggap kearifan lokal itu kuno dan tidak sezaman dengan era modern.

Memang, kuno itu tidak modern. Karenanya jika yang kuno itu bisa menerobos yang modern, ini akan luar biasa. Untuk menghadirkan itu memang perlu berbagai upaya.

Siapa menduga bahwa kekunoan Surabaya itu masih ada di abad kekinian (modern, red).

Hanya di tangan mereka yang mau menggali jati diri kota, maka kekunoan yang langka itu bisa hadir di sekitar kita dan bahkan hadir di benak kita.

Siapa pernah berpikir bahwa Surabaya sekarang adalah kota besar yang berangkat dari sebuah desa kecil?

Garap Film Asal-usul Kota Surabaya
Beberapa artefak yang ditemukan di Sumur Jobong. foto: begandring

Siapa pernah berpikir bahwa dahulu kala, Surabaya adalah desa kecil yang menempel pada tepian sungai, sekarang menjadi kota besar yang merenggut sungai itu sendiri, bahkan menaungi sepanjang sungai itu.

Baca Juga  Nilai Pembauran Budaya Pada Arsitektur Bangunan di Surabaya

Realnya, Surabaya pernah menjadi sebuah desa kecil yang menempel pada tepian sungai besar. Sekarang Surabaya menjadi kota besar di mana sungai besar itu menjadi bagian kecil dari kota Surabaya. Orang Surabaya bilang, “iki wolak walik’e jaman”.

Ini adalah tentang kisah dan cerita Surabaya dan Kalimas. Berdasarkan Prasasti Canggu yang berangka 1358 M, pada saat itu Surabaya masih sebagai naditira pradeca (desa di tepian sungai) yang menempel pada Sungai Kalimas. Sekarang sungai Kalimas menjadi salah satu organ kecil dari wilayah kota Surabaya yang tambun.

Meski demikian, organ itu masih ada. Organ itu adalah jejak dan saksi bisu peradaban masa lalu. Jejak itu berupa kampung kampung kuno di antara Sungai Kalimas dan Kali Pegirian.

Bukti-bukti kekunoan masih ada dan tidak perlu diragukan kevalidannya. Ada sumur kuno yang disebut sumur Jobong. Ada prasasti yang menyebut nama Surabaya (red. Curabhaya).

Ada literasi Er Werd Een Stad Geboren yang menuliskan Surabaya sudah ada di tahun 1270.

Kekunoan kota, yang didasari oleh sumber sumber sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan itu, menjadi kabar seksi bagi orang orang milenial karena kabarnya menghentakkan rasa dan membelalakkan mata.

Sejarah itu adalah fakta yang nyata adanya. Tapi tidak banyak orang yang mengetahuinya. Maklum kekunoan (tempo dulu) adalah ujung sumbu yang berbeda dengan masa kekinian. Kekunoan di satu ujung. Kekinian di ujung yang lain.

Garap Film Asal-usul Kota Surabaya
Salah satu buku yang menjadi rujukan sejarah. foto: begandring

 

Film Dokumenter

Peran media bisa mempertemukan dua kutup yang berbeda. Salah satunya adalah media audio visual atau ringkasnya film dan televisi.

Baru-baru ini, satu televisi nasional yang berbasis di Jakarta memproduksi sebuah program dokumenter yang mengangkat Kampung Peneleh sebagai asal usul Kota Surabaya.

Baca Juga  Koleksi beraksara Jawa ꧌ꦧꦼꦂꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ꧌ di Museum Pendidikan Surabaya. (*)

Film ini dibuat berdasarkan hasil kajian The Begandring Institute, yang dirilis melalui program-program Begandring Soerabaia. The Begandring Institute adalah sub organ Komunitas Begandring Soerabaia.

Menurut Seno Brahmantyo, produser eksekutif dari RTV tertarik film dokumenter Peneleh Asal Usul Kota Surabaya karena ceritanya menarik yang tidak pernah disadari oleh kebanyakan orang.

“Banyak orang tidak pernah berpikir tentang asal-usul Kota Surabaya. Saya melihat ada sumber-sumber sejarah penting tentang asal-usul Surabaya yang bisa ditunjukkan oleh Begandring Soerabaia,” jelas Seno.

Seno memang mengusulkan pembuatan film itu kepada pihak stasiun televisi. Karena idenya menarik, ada nilai kontras, usulan Seno pun disetujui.

Seno menambahkan bahwa asal-usul sejarah Surabaya yang bermula dari desa kecil di tepian sungai itu didasari oleh sumber-sumber sejarah yang kuat. Yaitu ada sumber prasasti, sumber arkeologi dan sumber literasi.

“Sumber-sumber itu ada wujudnya. Dari sumber arkeologi ada prasasti Canggu dan sumur Jobong. Dari sumber literasi ada buku Er Werd Een Stad Geboren oleh Von Faber,” jelas Seno.

Tidak hanya sumber sumber sejarah, setting peristiwa sejarah juga masih ada. Misalnya sungai Kalimas, kampung Peneleh dan situs Sumur Jobong.

Film dokumenter ini berdurasi 60 menit dan dikerjakan atas kerja sama dengan Komunitas Begandring Soerabaia. Diharapkan film ini akan memberikan khazanah kesejarahan tentang Kota Surabaya.

Selain Peneleh sebagai asal usul Surabaya, masih ada konten lain dimana kekunoan dan kekinian bertemu dalam satu wadah kreativitas yang bersinergi. (nanang purwono)

 

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *