Jelajah Jejak Kampung Eropa di Surabaya, Minggu (5/3/2023), berlangsung seru. Kegiatan yang dihelat Padma Tour & Travel bekerja sama dengan Begandring Soerabaia melalui program Surabaya Urban Track (Subtrack) ini, pesertanya sangat variatif. Usianya beragam, mulai dari anak-anak remaja, hingga dewasa.
Latar belakang pesertanya juga tidak kalah serunya. Ada Direktur Institut Français Indonesia (IFI) Surabaya Sandra Vivier dan rekannya dari Perancis.
Sebelumnya, Sandra tidak tahu bahwa di masa lalu Surabaya adalah rumah bagi warga Perancis.
“Saya ikut jalan-jalan, senang sekali. Saya belajar sejarah Indonesia dan Perancis juga! Sebelumnya tidak tau ada orang Perancis hidup di Surabaya di masa Napoleon,” tulis Sandra mengomentari artikel di Begandring.com.
Eni, peserta lainnya, mengaku banyak hal yang dapat ia pelajari.
“Selama ini saya dengar tentang bangsa kita yang merasa bahwa Belanda menjajah, tapi ternyata juga memiliki sisi baiknya. Seperti Daendels yang menghapus cultuurstelsel. Sejarah seperti ini perlu dikaji dengan baik, terutama jangan meracuni kaum muda bahwa Belanda sekadar menjajah,” jelas Eni yang seorang penulis buku buku cerita anak.
Eni menambahkan, jelajah Kampung Eropa ini memberikan gambaran bagaimana kota ini kala itu dikonstruksi karena saat itu sudah mempertimbangkan sebuah konsep kota, konstruksi tata kota, baik jalan maupun bangunan bangunan dengan masing-masing fungsi yang menjadi kebutuhan warganya mulai kantor administrasi, gereja, sekolah, rumah sakit, pabrik hingga perumahan.
“Akan lebih baik jika peninggalan sejarah ini diperhatikan pemerintah kota sebagai sumber pengembangan kota yang lebih baik lagi,” tambah Eni.
Eni juga ingin lebih jauh menjelajah. “Saya sangat penasaran untuk mengetahui hal ini selanjutnya,” tutur Eni yang ikut bersama anaknya.
Jelajah Jejak Kampung Eropa Surabaya ini tidaklah terlalu luas. Luasnya hanya sekitar 4 hektar. Jauh lebih kecil dibandingkan dengan Kota Lama Semarang (31 hektare) dan Kota Tua Batavia (41 hektare). Luasan Kota Eropa Surabaya ditempuh dengan jalan sangat santai dan berhenti selama 3,5 jam.
Uniknya Kota Eropa Surabaya yang awalnya bertembok ini berada pada lingkungan militer. Kota bertembok (walled town) Surabaya terhitung aman. Di utara tembok pernah ada benteng militer. Di selatan tembok ada kantor dan barak militer. Di barat tembok ada kantin dan perumahan perwira militer. Sedangkan di utara ada penjara militer.
Kota Surabaya di tahun 1743, ditunjuk sebagai ibu kota wilayah Pantai Utara Jawa bagian Timur akhirnya tumbuh dan berkembang sebagai salah satu pusat wilayah pertahanan Pulau Jawa. Di era gubernur Jendral Daendels (1808-1811) infrastruktur pertahanan militer semakin terbentuk di Surabaya.
Ada pabrik artileri di Pesapen, pabrik senjata di Krembangan Barat, Kantor dan Barak militer di Djotangan, Perumahan perwira militer di Krembangan dan Rumah Sakit Militer di Krembangan.
Inisiasi Daendels menjadikan Surabaya sebagai Kota Pertahanan ini dilanjutkan oleh Van Den Bosch di pertengahan abad 19. Sebuah benteng di dekat Kalimas didirikan. Namanya Benteng Prins Hendrik. Sementara namanya sendiri diabadikan di pedalaman Jawa, yaitu di Ngawi dengan nama Fort Van Den Bosch.
Karena di Surabaya keberadaan infrastruktur militer dibangun di luar batas tembok kota, maka dalam Jelajah Jejak Kota Eropa Surabaya cerita dan kisah Surabaya sebagai Kota pertahanan tidak banyak diceritakan.
Tapi sempat disinggung karena salah satu jalan di dalam kota bertembok ada yang berarti Gang Parade. Yaitu jalan Merpati yang dulunya bernama Zuresteeg atau Gang Parade.
Disebut Gang Parade karena mulut Gang ini langsung menghadap lapangan parade militer yang menjadi tempat latihan serdadu militer. Lapangan Parade ini berada di depan Barak Militer yang sekarang menjadi Kantor Polrestabes Surabaya.
Pun demikian ketika penjelajahan melalui Krembangan Timur dan sempat berhenti di Taman Krembangan, persis di barat Taman Krembangan adalah gedung tua bekas kantin militer.
Meski para peserta tidak mendapat cerita tentang riwayat kota pertahanan, namun mereka telah mengetahui secara sekilas tentang Surabaya sebagai pusat kota pertahanan di era kolonial. Maklum tracking tentang Surabaya sebagai kota militer ada tersendiri. Yaitu Jejak Daendels di Surabaya.
Untuk menambah wawasan peserta tentang Surabaya sebagai kota pertahanan, kota benteng, mereka bisa membeli buku Benteng Benteng Soerabaia setelah usai jalan-jalan.
Buku Benteng-Benteng Soerabaia mengisahkan tentang sejarah sistem perbentengan di Surabaya yang dimulai dari model perbentengan klasik, kolonial, kemerdekaan hingga model-model benteng modern pada pasca kemerdekaan.
Buku ini ditulis oleh Nanang Purwono yang terbit pada tahun 2011. Benteng-Benteng Soerabaia terhitung buku langka. Di dalamnya juga menceritakan kota bertembok yang disajikan dalam Jelajah Jejak Eropa pada 5 Maret 2023.
Buku Benteng-Benteng Soerabaia ini laris manis ketika ditawarkan kepada peserta Jelajah Jejak Eropa di Surabaya. Bagi mereka yang berminat dapat menghubungi nomor 0811-357-1967. (nanang purwono)
Kalau saya baca disini bahwa luas Kampoeng Eropa itu malahan lebih dari 4 ha. Sebab kawasan itu meliputi sepanjang jalan Rajawali dan jalan2 kecil disekitar jalan Rajawali, jalan Pahlawan hingga disekitar Museum Rokok Sampoerna dan kalau keselatan itu hingga diselatan Tugu Pahlawan berbatasan dengan jalan Bubutan. Itu pasti sdh lebih dari 4 ha luas areanya.