Saya bersyukur bisa mengunjungi Museum Brawijaya Malang, Minggu (20/3/2022) lalu. Ini karena saya penasaran ingin melihat koleksi mobil hitam milik Soengkono yang terpajang di sana. Saya memimpikan bisa melihat mobil tersebut kurang lebih 30 tahun!
Lho, kenapa?
Begini ceritanya. Ketika saya masih SD, tahun 1976-1979, ayah saya, Moentahid pernah biang , “Nang, Bapak iki lali ngedrip (memberi tanda dengan huruf pada permukaan logam) peleg mobil sing digawe Mallaby.”
Dia mendengar kabar kalau mobil hitam milik Soengkono itu masuk ke bengkel PT Go. Bengkel yang menjadi langganan Kodam V/Brawijaya ini, berada Jalan Pengampon, Surabaya.
Masa itu, keluarga kami tinggal di Pengampon XII/21, Surabaya. Ayah bekerja sebagai montir di bengkel PT Go. Dia biasa mereparasi mobil-mobil produksi Eropa dan Amerika. Ada mobil Morris, Dodge, Fiat, Bewiick, Mustang, dan masih banyak lagi.
Terhadap mobil Soengkono yang mirip ditumpangi Mallaby itu, ayah kebagian urusan mesin. Ketika mobil sudah rampung (bisa nyala dan jalan), ayah punya ide memberi tanda berupa inisial atau namanya pada peleg mobil.
Lantaran waktu sudah surup (mahgrib), pekerjaan pun berhenti. Ayah tidak mau pukul-pukul lagi. Dia akan ngedrip (memberi tanda) pada keesokan harinya.
Ketika hari sudah berganti, ayah pergi ke bengkel. Dia berjalan kaki karena tempatnya dekat rumah. Bersebelahan. Sesampainya di bengkel dan siap ngedrip, ternyata mobil hitam kuno itu sudah tidak ada. Informasinya dibawa ke Malang. Disimpan di Museum Brawijaya.
Ayah tidak jadi memberi tanda pada peleg mobil tersebut. Padahal dia ingin memberi bukti jika dia pernah mereparasi mobil bersejarah itu hingga berfungsi kembali.
Ketika saya beranjak semakin dewasa, saya berhasrat ingin melihat mobil itu. Keinginan terpendam lama , namun belum kesampaian.
Hingga pada Minggu (20/3/2022) lalu, saya bersama rekan dari Perkumpulan Begandring Soerabaia, Achmad Zaki Yamani dan Yayan Indrayana, menyempatkan berkunjung ke Museum Brawijaya. Duh, senang rasanya bisa melihat mobil bersejarah yang pernah direstorasi ayah itu.
Mengapa kala itu tersiar kabar ada mobil Mallaby? Karena nama Mallaby lebih populer dibandingkan Soengkono. Selain itu, model dan warna mobil Mallaby mirip dengan mobil milik Soengkono . Warga pun menyebut dan mengabarkan mobil Mallaby.
Apa pun nama mobil itu dan pernah ditumpangi siapa, yang jelas sesuai dengan informasi ayah bahwa mobil yang telah direstorasi itu dibawa ke Malang. Kemudian diketahui disimpan di Museum Brawijaya. Di museum ini, tidak ada mobil lain kecuali mobil kuno berwarna hitam yang mirip mobil Mallaby.
Begitu mendapati mobil impian itu, saya mendekat, lalu melihat salah satu roda dan menduga itu adalah roda yang pelegnya sudah direncanakan akan didrip ayah saya, Moentahid, yang lahir pada April 1933 dan meninggal pada 25 Agustus 2007. (*)