Kolaborasi Komunitas dalam Pengembangan Pariwisata

“Pandemi durung mari” (Pandemi belum usai). Upaya pemulihan masih berjalan. Apapun upaya pemulihan itu. Terlebih di sektor pariwisata. Adalah sektor ini yang benar benar terdampak. Wisatawan terpenjara. Mereka gagal move on.

Bukan “Kali kelangan kedung” (Sungai kehilangan mata air) nya, seperti bunyi salah satu ramalan jangka Jayabaya. Tapi pilar pilar industri pariwisata kehilangan sumber pendapatan. Wisatawan ibaratnya adalah kedung pariwisata, yang selama ini menjadi sumber pengucur devisa dan pendapatan.

Surabaya adalah salah satu kota yang sektor pariwisatanya sempat lumpuh. Kini, sektor pariwisata Surabaya mencoba untuk berdiri dan belajar berjalan setelah “duduk di kursi roda” atau bahkan ada “pengguna kursi roda”nya yang tertelungkup dan bahkan ada yang sudah susah dibangun kan alias mati.

Karenanya, pilar pilar yang ada di kota Surabaya harus bergandengan tangan, saling support, menjadi supporting group untuk bersama melangkah dan berlagi menggapai mentari dari ufuk timur yang terang benderang, bermandikan sinar agar sehat dan kuat serta kebal dari “pandemi” alias kesulitan ekonomi.

Kepala dua lebih baik dari satu. Kepala tiga lebih baik dari dua. Kepala empat lebih baik dari tiga. Lebih banyak lebih baik dari sedikit. Itulah kira kira perumpamaan dimana pilar pilar pariwisata kota Surabaya harus berdiri tegak bersama dan saling mengkaitkan satu sama lain sehingga menjadi pondasi dan tulang punggung penopang tegaknya tubuh pariwisata.

Surabaya memiliki aset dasar pariwisata sebagai bahan pijakan untuk tumbuh dan besar bersamanya. Surabaya memang tidak seperti Jogjakarta atau Bali dimana aset dasarnya sudah bisa menopang tubuh pariwisata tanpa secara harus dipanas panasi oleh atas nama pemulihan pariwisata.

Baca Juga  Klinik Dokter Rakjat Siap Dukung Pengembangan Peneleh. 

Aset mereka adalah kehidupan mereka. Aset mereka adalah jiwa mereka. Tradisi mereka adalah nyawa mereka. Tanpa ada pariwisata aset itu tetap hidup dan bertumbuh. Karena tradisi mereka adalah nyawa mereka juga.

Beda dengan Surabaya. Surabaya perlu dikipas kipasi agar baranya menyala dan memberi cahaya kehidupan. Surabaya tidak punya aset alam seperti Bali. Surabaya tidak punya geliat budaya yang secara natural dan otomatis bisa menyala sendiri.

Tapi bukan berarti Surabaya tidak punya apa apa. Surabaya sebenarnya sangat kaya aset pariwisata. Tapi memang berbeda dari aset aset yang dimiliki daerah lain. Bahkan Surabaya berbeda dari daerah lain. Surabaya kota Pahlawan. Surabaya menyimpan cikal bakal nilai sejarah nasional. Tapi sekali lagi semua nilai nilai ini perlu dibakar.

Kota Surabaya kota besar. Pengaruh budaya dan nilai nilai asing sangat kuat pengaruhnya di kota ini. Jika tidak sadar, maka kehidupan kota dengan mudah kerasukan budaya asing dan mo temporer yang berbeda dan bahkan bertentangan. Jika itu terjadi, maka hilanglah jati diri dan kearifan lokal yang semestinya menjadi warna dalam dunia pariwisata.

Pemerintah Republik Indonesia melalui undang undang Pemajuan Kebudayaan mendorong pelestarian (perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan) nilai nilai kebudayaan untuk sebesar besarnya digunakan demi kesejahteraan masyarakat. Karenanya pilar pilar pariwisata yang berbasis budaya dan sejarah harus bisa bekerja sama dan berkolaborasi untuk hidup dan berkembang, khususnya ketika pandemi belum sirna.

Surabaya punya aset pariwisata yang berbasis budaya dan sejarah (cultural and historical based tourism). Sekarang bagaimana pihak pihak terkait bisa dan mau berkolaborasi.

STPB REBORN

Surabaya Tourism Promotion Board (STPB) adalah Badan Promosi Pariwisata Surabaya. Badan ini memiliki Peran penting dalam mempromosikan dan menumbuhkan kembangkan sektor industri pariwisata di Surabaya. Adapun kegiatannya adalah menggelar roadshow, fam trip, trade show, pembuatan event tahunan, dan co-branding dengan business product, asosiasi, dan kesenian. Dalam badan ini  terdiri dari para profesional pelaku industri pariwisata. Dengan peran badan ini, industri pariwisata kota Surabaya bergeliat dan semarak.

Baca Juga  RRI-Begandring Soerabaia Rilis Talkshow Sejarah

Tapi kehadiran STPB ini dulu. Kita kira 10 tahun lalu. Ketika berganti rezim, badan ini hilang. Sekarang ketika dirasa untuk memulihkan industri pariwisata Surabaya, harapan memiliki sebuah organisasi bersama muncul lagi.

Gagasan untuk memiliki organisasi profesional semacam STPB muncul dari para profesional yang masih peduli dengan potensi kota Surabaya. Bertempat di hotel berbintang, Majapahit Hotel, para profesional ini membahas isu bersama sama. Yakni Pemulihan pariwisata dan pengembangan pariwisata Surabaya berbasis sejarah dan budaya.

Mereka adalah Kahar Salamun (perhotelan), Adji Wijono (Biro Perjalanan Wisata), Freddy H. Istanto (Akademis), Nanang Purwono (Komunitas Begandring Soerabaia), Chotib Ismail (Pokdarwis Ampel Heritage), Heri Lentho (Seniman) dan Sylvi Mutiara (Penikmat Wisata).

Mereka bersepakat untuk melahirkan kembali sebuah badan yang tidak hanya mempromosikan pariwisata, tetapi sekaligus upaya pengembangan aset aset wisata, khususnya yang terkait dengan sejarah dan budaya. Dengan kata lain pengembangan dan pemanfaatan pariwisata berbasis sejarah dan budaya.

Maka bisa jadi bernama “Badan Pengelola, Pengembangan dan Promosi Pariwisata Surabaya” (Surabaya Tourism Management, Development and Promotion Board atau STMDPB). Maka perannya tidak hanya sebatas mempromosikan, tetapi dengan jelas turut berupaya dalam hal pengelolaan dan pengembangannya.

Dulu, dalam badan promosi pariwisata tidak ada peran komunitas. Sekarang komunitas bisa terlibat dalam hal pengelolaan, pengembangan dan pemanfaatan karena mereka menjadi pihak terkait sebagaimana tersebut dalam Undang Undang baik itu Undang Undang Pemajuan Kebudayaan dan Cagar Budaya yang obyek obyek nya baik yang bersifat kebendaan (tangible) maupun yang bukan benda (intangible) adalah aset pariwisata.

Saatnya para profesional itu berkolaborasi demi masa depan pariwisata Surabaya. (*).

Ditulis Oleh : Nanang Purwono, Ketua Begandring Soerabaia

Baca Juga  Heroic Track: Jelajahi Jejak Pertempuran 10 November 1945, Ada Jejak Lubang Tembakan di Gedung Internatio

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *