Panjebar Semangat, Majalah Tertua yang Legendaris

Jika ada yang tanya mana produk jurnalistik yang masih bertahan melintasi masa hingga zaman internet seperti hari ini? jawabannya adalah Panjebar Semangat. Terbit sejak 2 September 1933, majalah berbahasa Jawa ini masih tetap eksis hingga kini.

Panjebar Semangat bukan sekadar majalah berusia tua, namun menjadi bagian dari warisan sejarah. Munculnya dinisiasi tokoh pergerakan nasional Boedi Oetomo, yaitu dr Soetomo. Dari namanya saja kita bisa menebak, majalah ini digunakan sebagai corong pembebasan kaum pribumi.

Siang itu, majalah Mingguan Bahasa Jawa, Panjebar Semangat, naik cetak lagi. Kira-kira, kali ini adalah cetakan yang ke-3096 sejak majalah ini lahir 2 September 1933.

Oplahnya masih membubung sekali pun usianya sudah 86 tahun. Di antara 30.000 eksemplar setiap minggunya, sebagian dikirim ke Suriname hingga Negeri Belanda. Mungkin inilah satu-satunya media massa tertua di Indonesia yang masih bisa dinikmati sampai lintas benua.

“Dalam sejarahnya, inilah majalah agitasi dan pembakar semangat rakyat yang terkuat,”kata Pj Pimpinan Redaksi PS, Moechtar.

Panjebar Semangat menggunakan bahasa Jawa sejak awal berdiri sampai hari ini. Kenapa? Kata Mochtar, saat itu tidak ada rakyat kecil yang bisa berbahasa Indonesia kecuali yang mengenyam bangku sekolahan. Sementara semangat perjuangan harus dikobarkan seluas-luasnya.

Memasuki lantai dua, saya merasakan roh perjuangan itu berhembus lagi. Mesin-mesin cetak tua masih digunakan. Bahkan peta jaringan distribusi majalah selebar tiga meter terbitan tahun 1930 tetap tertempel dan masih terpakai. Jakarta masih tertulis Batavia dan Buitenzorg untuk penyebutan Bogor.

Bahkan Bung Karno juga terkesan dengan Panjebar Semangat. Di ulang tahun ke-20 PS pada 1953, presiden pertama ini memberi kesan ditulis tangan yang naskah aslinya saya lihat siang itu.

Baca Juga  Lokomotif Uap D14 : Si Hitam yang Serba Guna

Menurutnya, Panjebar Semangat berjasa membantu perjuangan nasional. “Semoga Panjang Umur”. Begitu pesan Bung Karno dalam secarik kertas yang dipigora.

Edisi pertama penerbitan ini berkop Weekblad Djawa Oemoem Panjebar Semangat. Pada delapan halaman di edisi awal ini setidaknya cukup menggambarkan betapa tulisan majalah ini begitu beraroma agitatif, lebih-lebih di masa kolonial.

Majalah yang mulanya selebar tabloid ini memiliki rubrik antara lain: Pergerakan: yang berisi liputan perkembangan gerakan kebangsaan dan upaya-upaya Belanda melakukan pencekalan, Taman Poetri: yang dipenuhi tulisan tentang pemikiran perempuan, dan beberapa rubrik lain.

Saya mengutip beberapa berita di rubrik Pergerakan untuk menunjukkan betapa ‘beraninya’ Panjebar Semangat masa itu. Tulisan Bahasa Jawa dengan ejaan lama itu saya terjemahkan bebas sebagai berikut:

Tentang PNI, Dikabarkan bahwa Bung Hatta pergi ke Turen (Malang, Red) untuk menemui pimpinan PNI setempat. Beberapa pimpinan PNI datang. Namun, polisi membubarkan pertemuan karena dianggap ilegal. Roekoen Tani Bondowoso, Vergadering (perkumpulan) Rukun Tani Bondowoso yang diketuai Roeslan dibubarkan pemerintah karena petani dilarang memiliki perkumpulan. Yang melarang adalah wakil pemerintah.

Cobaan Iman: Tanggal 21 bulan ini (September 1933, Red) “Surat kabar Sin Po mengatakan priyayi yang menjadi pimpinan Partindo (Partai Indonesia , Red) dan PNI diundang di Kabupaten Tuban. Mereka ditanya agar memilih antara organisasi atau pekerjaanya sebagai aparat negara.

Jika berat pekerjaan wajib keluar dari organisasi, menurut Sin Po banyak yang keluar dari organisasi”.

Panjebar Semangat didirikan oleh motor pergerakan nasional Dr Soetomo di paviliun Gedong Nasional Indonesia ( GNI ) Bubutan sekitar dua tahun setelah GNI berdiri. Markasnya tidak pernah pindah, yang di gedung ini. menampati paviliun sayap utara, mesin cetak Panjebar Semangat,  tetap berputar hingga hari ini pada setiap minggunya.

Baca Juga  Sulung, Kawasan Penting Lintas Zaman

Sekadar tahu saja, Sebelum mendirikan Panjebar Semangat, Dr Soetomo mendirikan koran harian Soeara Oemoem dengan alamat redaksi yang sama. Koran ini juga menggunakan bahasa Jawa. Namun, Soeara Oemoem tidak berumur panjang. Dr Sutomo dan beberapa kawannya kemudian melahirkan format baru karya jurnalistik berupa majalah.

Kini, zaman memang sudah berubah. Konten Panjebar Semangat tidak lagi menyampaikan berita agitatif. Majalan ini banyak menulis tentang kebudayaan.

Berita aktual juga dirangkum dengan liputan mendalam. Seperti jamaknya isi berita majalah mingguan.  Kalimat agitatif itu sudah tidak bisa ditemukan lagi pada penerbitan PS masa sekarang. “Mungkin hanya orang-orang tua yang masih memiliki roh PS sebagai pers perjuangan, saya generasi baru yang datang menjadi wartawan sejak 1978,” kata seorang wartawannya, Bambang Sudiyanto.

Moechtar juga mengakui ada perubahan visi PS dari majalah agitatif ke media pelestari budaya Jawa. Namun, setidaknya pesan Bung Karno supaya Panjebar Semangat panjang umur kesampaian, setidaknya sampai 86 tahun ini. meskipun butuh banyak energi di tengah arus informasi yang semakin digital. (*)

 

Ditulis Oleh : Kuncarsono Prasetyo, owner Sawoong Creative 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *