Riwayat Karesidenan Surabaya

Karesidenan pernah menjadi bentuk pemerintahan di Surabaya. Bahkan, Surabaya menjadi Ibu Kota karesidenan yang wilayahnya meliputi beberapa kabupaten. Yakni, Kabupaten Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Gresik, dan Lamongan.

Kepala Daerah Karesidenan Surabaya adalah seorang residen. Sedangkan beberapa wilayah (kabupaten) di bawah keresidenan dijabat oleh  asisten residen. Baik residen maupun asisten residen adalah orang Belanda. Dengan kata lain, karesidenan adalah formasi pemerintahan Belanda.

Sementara di tingkat lokal dengan bentuk kabupaten, pejabat kepala daerahnya seorang bupati yang berasal dari bangsa pribumi. Jadi, di setiap kabupaten ada seorang bupati (pribumi) yang diawasi oleh seorang asisten residen (Belanda).

Lebih ke bawah lagi dari kabupaten masih ada pejabat pemerintah yang bernama wedono. Ia mengepalai level kawedanan yang wilayahnya terdiri dari beberapa kecamatan. Dalam satu kabupaten ada lebih dari satu kawedanan. Di setiap Kawedanan, duduklah seorang Wedono (pribumi) yang didampingi dan diawasi oleh seorang Belanda dengan jabatan krotroleur.

Di wilayah Jawa bagian timur, kala itu, terdapat sejumlah pemerintahan karesidenan. Propinsi Jawa Timur belum ada. Apalagi gubernur Jawa Timur. Pemerintah Propinsi Jawa Timur baru ada pada 1929, yang ditandai dengan adanya kepala daerah: Gubernur.

Urutan gubernur pertama hingga berikutnya tercatat pada sebuah prasasti batu marmer yang tertempel pada dinding kantor gubernuran Jawa Timur. Kantor itu mulai dibangun pada awal tahun 1929.

Ruang kerja di kantor Karesidenan Surabaya (1924).

 

Dibagi 18 Wilayah

Sebetulnya sistem karesidenan ini terbentuk pada awal abad 19, di era pemerintahan Inggris di Hindia Belanda (1811-1816), khususnya di tanah Jawa. Di bawah pemerintahan Inggris, di Hindia Belanda dilakukan perubahan sistim pemerintahan dari administrasi Daendels yang berbau militeristik ke sistim administratif.

Baca Juga  Legenda Mbah Bungkul dan Sejarah Desa Islam di Surabaya

Pulau Jawa dibagi menjadi 18 wilayah Karesidenan. Di Jawa bagian timur ada 7 wilayah karesidenan yang meliputi, yaitu Kabupaten Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Gresik dan Lamongan. Di setiap karesidenan dipimpin oleh seorang residen.

Ketika Hindia Belanda kembali dikuasai oleh pemerintah Belanda (1816), bentuk karesidenan yang dibuat Inggris tidak berubah. Residen menjadi orang yang berkuasa di wilayahnya. Ia bisa mengawasi setiap aparat rendahan dan setiap orang.

Karenanya, dalam sistem pengawasan, setiap karesidenan yang di dalamnya terdapat beberapa kabupaten, ditempatkanlah seorang Asisten Residen di setiap kabupaten.

Bahkan di setiap kabupaten masih dipecah pecah menjadi wilayah Kawedanan yang setiap Wedono dikawal oleh seorang Kontroleur. Semua asisten residen hingga kontroleur adalah orang orang Belanda. Mereka mengawasi pejabat bupati (kabupaten) dan wedono (kawedanan).

Selama abad 19 inilah tercatat nama nama residen di Karesidenan Surabaya. Berikut nama nama Residen Surabaya yang ditulis dalam buku Oud Soerabaia:

 

  1. Ph. H. Baron van Lawick van Pabst (1817), 2. H. Mac Gillavry (1825-1827), 3. B.W. Pinket van Haak (1827-1830), 4. H.J. Domisili (1831-1834), 5. Mr. D.F.W. Pietermaat (1839-1848), 6. P.J.B. De Perez (1848-1853), 7. P. Vreede Bik (1853-1857), 8. Jhr. Mr. H.C. van der Wijck (1858-1860), 9. O. Van Rees (1860-1864), 10. C.Ph.C. Steinmetz (1864-1865), 11. H.M. Andrew Wiltens (1865-1868), 12. S. Van Deventer (1868-1873), 13. W.A. van Spall (1873-1876), 14. F. Beijerick (1876-1884), 15. Jhr. C.H.A. van der Wijck (1884-1888), 16. J.C. Th. Kroesen (1888-1896), 17. H.W. van Ravenswaay (1896-1901), 18. E.C.A.F. Lange (1901-1905), 19. R.H. Ebbink (1905-1908).
Kantor Residen Surabaya.

 

Goevernoer Kantoor Aloen Aloen Straat

Sistem karesidenan di Surabaya ini berjalan hingga abad 20 ketika mulai terbentuk gewest (daerah) Jawa Timur. Tepatnya pada 1928 diangkatlah seorang gubernur yang membawahi dan memimpin daerah Jawa Timur.

Baca Juga  Kisah F.J. Rotenbuhler yang Disebut Mbah Deler

Tepat pada 1 Januari 1929, daerah Jawa Timur ditingkatkan statusnya menjadi Propinsi Jawa Timur sesuai Staatsblad van Nederlandsch-Indie nr.298 van 1928, Artikel I. “…het gewest Oost-Java is een provincie… deze ordonnantie treedt in werking met ingang van 1 Januari 1929”, artinya “Daerah Jawa Timur adalah sebuah provinsi… peraturan ini berlaku mulai 1 Januari 1929).

Karena sudah resmi berbentuk provinsi, maka gubernur pertama Willem Charles Hardeman yang awalnya diangkat menjadi Gubernur Gewest Jawa Timur pada 1 Juli 1928, selanjutnya menjadi gubernur Propinsi Jawa Timur pada 1 Januari 1929.

Ketika itu W.C. Hardermaan masih berkantor di gedung Karesidenan di Jembatan Merah. Ia menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur mulai 1929-1931. Baru pada 1929 kantor Gubernur Jawa Timur dibangun di Aloen Aloen Straat, kini jalan Pahlawan 110. Hardermaan tidak merasakan dan menikmati indahnya kantor gubernur baru di Aloen Aloen Straat. Namun namanya terukir pada prasasti yang hingga kini masih tertempel di dalam gedung.

Pada tahun 1933, gubernur Jawa Timur boyongan dari Kantor Karesidenan di Jembatan Merah ke kantor Gubernur di Aloen Aloen Straat. Sedangkan kantor Karesidenan dibongkar untuk akses jalan. Sejak itulah sistem Karesidenan Surabaya berakhir. (*)

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *