Memasuki tahun 2022, sektor pariwisata dan ekonomi kreatif sudah mulai menggeliat. Demikian penegasan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, dalam Podcast Di’s Way, awal April 2022 lalu.
Menurut dia, pasca pandemi Covid-19 (2020-2021), pariwisata menjadi bersifat personalized, localized dan customized. Artinya. pariwisata yang diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan pribadi (personalized), pengembangan wisata berbasis lokal (localized), serta penciptaan wisata dengan rancangan khusus (customized).
Bersepeda yang selama ini dianggap kegiatan pribadi dan olahraga, kini dikondisikan menjadi kegiatan pariwisata yang mengunjungi objek-objek wisata secara lokal.
Pun demikian dengan berjalan kaki. Selama ini menjadi aktivitas sehari-hari, kini dijadikan sarana terintegrasikan dengan wisata. Akhirnya, muncul yang namanya walking tour. Objek wisatanya tempat-tempat lokal yang selama ini kurang terpikirkan kemudian dikondisikan menjadi jujugan dan objek wisata khusus.
Cycling tour dan walking tour sangat cocok untuk wisata kota yang bersifat lokal dan khusus. Emile Leushuis, tour planner dan tour leader dari Indotracks, Belanda, menerbitkan Gids Historische Stadswandelingen Indonesie, buku panduan jelajah kota-kota pusaka di Indonesia pada tahun 2011. Kegiatannya berjalan kaki menyusuri tempat tempat bersejarah. Ia juga mengorganisir kegiatan wisata bersepeda menyusuri kawasan pedesaan dalam desa tour.
Kala itu, minat wisata yang mengandalkan jalan kaki dan bersepeda masih terbatas. Karenanya, wisata jenis itu bersifat khusus. Tapi sekarang, ketika dalam masa new normal, kegiatan berjalan dan bersepeda menjadi tren wisata.
Ketika sektor pariwisata terkait dengan sektor ekonomi kreatif, maka dalam pengembangan dibutuhkan upaya kreatif dan inovatif yang pada akhirnya untuk mendukung kesejahteraan.
Contohnya Kota Surabaya. Selama ini, Surabaya yang menjadi kota transit dan sering dilewati saja oleh wisatawan, dituntut harus mampu menarik perhatian wisatawan untuk berhenti, setidaknya tinggal sehari untuk menikmati eksotika kota.
Apa eksotikanya? Inilah yang harus di-create agar menjadi suguhan, sajian, dan atraksi pariwisata di Surabaya.
Apakah itu ada di Surabaya? Tentu ada.
Menjadi ada atau tidak ada bergantung dari warga dalam berkreasi dan berinovasi untuk mengembangkan potensi wisatanya. Surabaya memiliki modal dasar yang bersifat histori dan heritage untuk dikembangkan menjadi objek dan atraksi wisata andalan.
Di Surabaya sudah sejumlah komunitas bersepeda yang sering mengunjungi dan menelusuri tempat-tempat bersejarah. Bahkan, di Kebon Binatang Surabaya (KBS) pada setiap minggu pagi dibuka jam-jam bersepeda (cycling hours) bagi siapa pun yang ingin berolah raga sepeda sambil menikmati KBS.
Di Surabaya juga sudah ada komunitas pegiat dan penikmat sejarah yang memanfaatkan tempat tempat bersejarah sebagai jujugan mereka. Mereka menjelajah dengan berjalan kaki.
Sayangnya kegiatan manusiawi cycling dan walking ini masih bersifat pribadi dan kelompok. Belum dikondisikan menjadi kegiatan industri pariwisata.
Peluang inilah yang harus dibangun dunia industri pariwisata Surabaya sebagaimana diharapkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno.
Sementara pelaku industri pariwisata Belanda, Emile Leushuis, sudah menawarkan paket wisata berjalan kaki dan bersepeda (cycling and walking tour) menyusuri kota-kota tua dan desa desa wisata.
Kenapa potensi ini tidak dilakukan?
Sebetulnya tidak ada kata terlambat untuk berbuat baik. Karenanya, saatnya menggali dan menginventarisasi potensi-potensi tersebut. Sehingga bisa dikenali spot-spot mana saja di Surabaya yang memiliki potensi wisata beserta ekonominya. Dengan begitu, warga setempat juga bisa teredukasi dengan munculnya potensi pariwisata yang edukatif dan ekonomis.
Secara praktis dan faktual, komunitas sejarah maupun komunitas sepeda, telah menunjukkan bukti nyata bahwa Surabaya punya potensi lokal yang andal dan berpotensi membuka peluang ekonomi.
Ketua Umum The Association of Indonesian Hospitality Leaders (AHLI), I Ketut Swabana, dalam momen East Java Tourism Summit (EJTS) 2022 menyampaikan perlunya kolaborasi pentahelix yang melibatkan pemerintah, dunia usaha, akademisi, komunitas, dan media.
Dengan kolaborasi, percepatan pemulihan dunia pariwisata, khususnya di Surabaya bisa terwujud. Surabaya merupakan kota yang memiliki potensi yang sangat besar sebagai tujuan wisata. Itu dibuktikan dengan jumlah banyaknya penerbangan ke Surabaya setelah Bali dan Jakarta. (*)