Begandring.com: Kediri (10/9/23) – Ke kota Kediri kaki ku mulai melangkah. Di pagi buta. Matahari belum bersinar. Ayam jago pun belum berkokok. Mungkin masih terlalu pagi. Ya, pukul 03.00. Semesta masih gelap dan hawa bulan September membuat tubuh menggigil.
Tujuanku ke Stasiun Surabaya Gubeng, hendak naik kereta. Tapi apa daya tiket sudah tiada. Kuputuskan untuk naik bis meski harus menuju ke terminal bis Bungur Asih. Motor pun kencang melaju karena jalan lengang.
Terminal sudah ramai tapi bus yang kunaiki masih sepi. Konsekuensi nya bus harus menunggu. Bus berangkat sekitar pukul tujuh. Lama menunggu dan harus sabar menunggu. Akhirnya bus berangkat. Jalanan lancar dan apalagi bus yang kutumpangi adalah Patas. Bus pun cepat tiba.
Sesampai di terminal bus Kediri, perut terasa lapar. Sarapan lah soto ayam. Modelnya berbeda dengan soto ayam di Surabaya. Soto ayam di Kediri memakai cambah pendek dengan kuah seperti sup, lebih ringat dan bening. Cabenya adalah cabe utuh yang telah direbus. saya minta dua buah untuk menggugah rasa. Pedas.
Mangkok sotonya lebih kecil dari Surabaya. Akibatnya, soto semangkuk lebih cepat habisnya. Tapi mampu membuat perut kenyang dan mata terang serta pikiran pun tenang. Padahal, semalaman hati sangat tegang.
Dari terminal Kediri maunya pergi ke SMA Negeri 1 di jalan Veteran. Oleh bakul soto diarahkan naik bus kota, yang sedang ngetem di depan terminal. Saya pun bergegas menghampiri. Setelah tanya kondektur apakah bus lewat jalan Veteran, dijawab dengan tenang dan anggukan kepala, yang bertanda “ya”.
Kakiku pun naik. Ternyata bus telah penuh sesak dengan penumpang. Tidak ada bangku kosong. Saya disuruh kebelakang. Sambil jalan ke belakang, ku perhatikan para penumpang.
Semua ibu ibu muda dan anak anak mereka di usia pra TK atau preschool.
Di kursi bagian belakang pun sudah penuh ibu ibu yang memangku anak anaknya. Tidak ada bangku kosong. Kemudian seorang ibu muda menawari ku bangku dan dipangku nya anaknya. Dia baik sekali. Saya pun diapit dua ibu muda.
Bus masih ngetem dan bertanya tanyalah mereka kepadaku. Aku merasa, aku ini jurnalis kok dicerca pertayaan. Gak mau kalah kubalik mereka dengan rentengan pertanyaan. Mereka bergiliran menjawab pertanyaan ku. Ku manfaatkan waktu ngetem dengan bertanya mereka.
Kata mereka ternyata bus ini adalah bus kota, yang bebas beaya, yang difasilitasi pemerintah kota. Baru beroperasi selama satu minggu. Karuan saja banyak yang ingin mencoba. Apalagi bus bebas beaya ini untuk menghibur warga untuk berkeliling kota.
Namanya bus Satria. Menurut salah seorang penumpang yang mempersilakan saya, Elisda.
“Bus kota wisata ini adalah cuma cuma untuk warga agar mereka bisa menikmati keliling kota. Durasinya sekitar 1 jam. Menyenangkan warga. Banyak yang memanfaatkannya. Maklum usianya baru satu minggu. Banyak warga ingin mencoba” terang Elisda sambil mempromosikan kotanya.
Dia pun bertanya kepadaku yang dipikir saya juga bagian dari warga yang mau coba.
“Saya tidak mencoba. Saya salah transport. Maunya ke SMAN 1 Kediri tempat penyelenggaraan bedah buku. Mungkin saya keliru naik”, jawabku.
“Tapi gak papa dinikmati saja, nanti bis ini akan lewat sana juga”, mendengar jawaban itu aku pun lega.
Lumayan ikut berkeliling kota gratis bersama ibu ibu muda dan anak kecil kecil. Berkeliling kota hampir satu jam lamanya. Jalan kecil, lebar, yang berpagar hotel hingga pasar dilalui.
Seorang ibu muda di sebelah ku lainnya, bernama Antie, memberi petunjuk, kalau mau ke SMA Negeri 1, yang bisa dijadikan patokan adalah Kantor Polres Kota Kediri. Petunjuk ini disampaikan karena ia akan turun bersama rombongan.
Ketika rombongan ibu ibu muda itu turun, bis menjadi lapang. Aku pun bisa lihat pemandangan kota dari jendela. Tiba tiba kulihat gereja merah. Saya bilang spontan “stop”. Lalu sang kondektur berkata, berhenti depan saja pak di SMA 1.
Aku pun kaget ternyata tanpa terasa aku sampai di tempat tujuan SMA Negeri 1 untuk acara bedah buku. Ya, tibalah aku di tempat tujuan. (nng)