Begandring.com: Surabaya (29/11/23) – Memasuki hari kedua Kongres Bahasa Jawa VII di Surakarta pada Rabu, 29 November 2023 diawali dengan sajian talk show dengan narasumber tunggal Prof. George Quinn, dosen senior di Australian National University, Canberra, Australia.
Prof. George Quinn adalah seorang guru besar bahasa dan Sastra Jawa, yang sudah tidak asing dengan bahasa Jawa. Kemampuannya dalam berbahasa Jawa menjadi perhatian peserta kongres dari tiga provinsi: Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Dihadapan para peserta kongres, yang terdiri dari unsur guru, akademisi, aktivis dan budayawan, Prof. George Quinn menjelaskan bahwa dirinya mulai mengenal kabudayan Jawa ketika dirinya mulai kuliah di UGM Yogyakarta pada tahun 1970-an. George menjelaskan bahwa dia tidak boleh mengambil jurusan Bahasa Inggris. Alasannya, tentu ini terlalu mudah bagi George. Maka dia diminta memilih lainnya dan dipilihnya Bahasa Jawa.
George mengingat ingat masa lalunya bahwa dalam kelas bahasa jawa, kala itu, ada 15 mahasiswa yang tentunya sudah memiliki kemampuan dasar bahasa Jawa. Dibandingkan dengan dirinya, dia mengaku bahwa ia berangkat dari posisi Nol Besar.
Ditanya, apa yang menjadi dasar motivasi belajar dan menekuni bahasa Jawa? Dijelaskan George, sambil berkelakar santai, justru karena ia merasa tidak berkemampuan berbahasa Jawa di kelas bahasa Jawa itu. Karenanya ia mengambil les bahasa Jawa di luar jalur perkuliahan. Karena guru les bahasa Jawanya (Mbak Umi kata George), memiliki paras yang cantik, akhirnya George pun kesengsem.
Inilah yang mendorong dirinya giat belajar bahasa Jawa. Dari waktu ke waktu, kemampuan bahasa Jawa George semakin baik dan berkembang. Tapi sayang kegandrungan George terhadap guru lesnya ini bertepuk sebelah tangan. Namun, George sudah berhasil belajar Bahasa Jawa dengan baik dan kemampuannya berbahasa Jawa semakin baik.
Bagi George itu tidak masalah dengan cinta yang bertepuk sebelah tangan. Tapi baginya telah tertanam dasar dasar kemampuan berbahasa Jawa, yang baginya sebagai pengantar keberlangsungan di bangku perkuliahan.
Kini setelah 50 tahun atau di tahun 2020-an, George tidak lagi berkemampuan bahasa Jawa yang berkelas nol, tapi kini sudah lebih dari kelas 9. George Qiunn bergelar Profesor, yang ahli berbahasa Jawa sebagai warga asing. Ia juga orang, yang selalu mengikuti Kongres Bahasa Jawa mulai dari yang ke I hingga ke VII.
Di Kongres Bahasa Jawa ke VII ini, dia naik panggung dan berbagi pengalaman dan kiat serta pandangan tentang perkembangan Bahasa jawa selama ini. Menurutnya, yang selalu mengikuti Kongres Bahasa Jawa mulai pertama, George dapat mengikuti perkembangannya. Di KBJ I, Bahasa pengantar yang digunakan masih menggunakan Bahasa Indonesia. Baru di KBJ ke V Bahasa jawa menjadi bahasa pengantar dalam Kongres.
“Sekarang di KBJ VII, bahasa pengantarnya kembali campuran”, demikian kata George.
Stand Pameran
Setelah talkshow usai dan sebelum dimulainya persidangan, Prof. George Quinn mengunjungi stand pameran Jawa Timur yang diisi oleh karya karya literasi dari Balai Bahasa Jawa Timur, Penyebar Semangat dan Begandring Soerabaia. Diantara karya karya itu adalah majalah Ajisaka (Balai Bahasa Jawa Timur), majalah Penyebar Semangat (PS) dan Surabaya Beraksara Nusantara (Begandring Soerabaia) serta karya literasi Indie.
Sebagaimana disampaikan oleh Prof. George Quinn dalam paparan talkshow, penulisan dalam Bahasa Jawa adalah bagian dalam upaya pelestarian identitas lokal maupun identitas nasional. Karenanya karya karya literasi baik dalam bahasa maupun aksara Jawa perlu ditingkatkan.
Di stand pameran Jawa Timur, George Quinn mengamati buku buku dalam aksara Jawa seperti Titi Tikus Ambeg Welas Asih dan Ajisaka. Selama di Ubud Bali, George mengaku membeli buku “Titi Tikus Ambeg Welas Asih”. Maka selama dalam Kongres ini, Panjebar Semangat menghadiahi satu eksemplar majalah kepada George.
“Matur nuwun sanget Pak”, ucap George kepada Kukuh Wibowo, wartawan PS yang mengikuti Kongres. (nanang)