Balai Bahasa Jawa Timur Apresiasi Karya Tulis Ita Surojoyo. 

Begandring.com: Surabaya (24/8/23) – Aksara Jawa menjadi semakin langka jika tidak ada yang peduli. Aksara Jawa juga dianggap semakin tradisional yang kontradiksi dengan sifat modernisasi dewasa ini. Tradisional dan modernisasi bagai dua sumbu yang berseberangan. Jika dua sumbu ini bisa menyatu, sesungguhnya akan bisa saling melengkapi dan kuat. 

Balai Bahasa Jawa Timur (BBJT) menyadari akan kelangkaan Aksara Jawa di era modernisasi ini. Sesuai dengan isi Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 022/O/1999, Bab I, Pasal 2, bahwa Balai Bahasa yang dulu bernama Balai Bahasa Surabaya, sekarang menjadi Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur. Balai ini mempunyai tugas melaksanakan penelitian, pengembangan, serta pembinaan bahasa dan sastra Indonesia dan daerah di wilayah Provinsi Jawa Timur. Selanjutnya, dalam Pasal 3 dinyatakan bahwa Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur menyelenggarakan fungsi melaksanakan kebijakan teknis Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa di bidang pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra Indonesia dan daerah. 

Di wilayah Jawa Timur, secara distinctive, ada tiga bahasa daerah, yaitu Bahasa Jawa, Bahasa Madura dan Bahasa Osing. Terhadap ketiga bahasa lokal ini diharapkan ada upaya terus menerus melakukan pembinaan dan pengembangan. Di tahun 2023, Balai Bahasa Jawa Timur, berdasarkan kebijakan yang berlaku maka BBJT mengampu bahasa Osing dan bahasa Madura saja. Sementara bahasa Jawa beserta Aksara Jawa nya menjadi tanggung jawab wilayah Jogjakarta dan Jawa Tengah. 

Ita Surojoyo (bergaun hitam) diapit Kepala Balai Bahasa Jawa Timur Umi Kalsum (berbatik coklat) dan Dalwi Ningsih, Penterjemah (berkerudung biru) di Kantor BBJT. Foto: bbjt/Begandring.

Ita Surojoyo, pegiat budaya bahasa dan Aksara Jawa asal Jawa Timur, menjadi seorang pegiat yang secara mandiri menghidupkan aksara dan bahasa Jawa di Jawa Timur

Baca Juga  Koridor Jalan Tunjungan Wujud Dimensi Sosial Adaptive Reuse

“Saya tidak punya kawan yang sama-sama  menyukai aksara Jawa di sini, tapi di Yogyakarta malah saya ikut komunitas pegiat Aksara Jawa. Jadi, terkait aksara Jawa, saya lebih banyak berkegiatan di Yogyakarta“, tutur Ita Surojoyo ketika berkunjung ke Balai Bahasa Jawa Timur pada Rabo pagi, 23/8/2023.

Pagi itu, Ita memang sengaja datang ke kantor Balai Bahasa Jawa Timur yang beralamat di jalan Gebang Putih 10, Keputih, kecamatan Sukolilo untuk menyumbangkan buku bacaan anak Nusantara, hasil karyanya. Ia datang ke Balai Bahasa Jawa Timur atas rekomendasi kawannya. Adapun buku anak yang berjudul “Titi Tikus Ambeg Welas Asih” itu ditulis dalam aksara dan Bahasa Jawa. 

Ita Surojoyo dan Umi Kulsum saling bertukar karya literasi. Ita menyerahkan karyanya, Buku Cerita Anak Nusantara “Titi Tikus”. Foto: nng/Begandring.

Buku cerita anak, yang ditulis dalam aksara Jawa ini, merupakan buku cerita anak pertama dalam aksara Jawa. Menurut Ita, buku ini selain mengenalkan budaya leluhur yang berupa aksara Jawa, buku ini juga mengajarkan kesopanan dalam bertutur bahasa dalam kultur Jawa, khususnya ketika yang muda harus berkomunikasi dengan yang lebih tua, menggunakan Krama Inggil. Selain itu buku ini juga mengajarkan nilai nilai karakter bangsa, yaitu tolong menolong dan peduli sosial. 

Buku ini tentu harus diiringi oleh kepedulian orang tua kepada anak anaknya dalam mempelajari dan membaca buku ini. Ini adalah proses pelestarian budaya leluhur. Karenanya perlu ada pendampingan orang tua dalam mentransfer isi buku kepada putra putrinya.

 

Kampanye Budaya

Ita Surojoyo memproduksi buku Titi Tikus ini secara mandiri. Ia menulis sendiri dan mencetak dengan beaya sendiri demi berkampanye penyelamatan dan pelestarian budaya leluhur, aksara dan bahasa Jawa. 

Baca Juga  Lebih Dekat dengan Jejak Bong Cina di Kampung Ketandan, Surabaya

Sebagai bagian dari kampanye budaya leluhur, ia datang ke Balai Bahasa Jawa Timur karena buku yang ia tulis terkait erat dengan fungsi Balai Bahasa ini. yakni pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra Indonesia dan daerah. Salah satu dari bahasa daerah itu adalah bahasa Jawa dengan aksara Jawanya. 

Bagi Balai Bahasa Jawa Timur, aksara Jawa dalam bentuk buku (cetak) sebenarnya sudah tidak asing. Sebelumnya Balai Bahasa sudah pernah menerbitkan majalah beraksara Jawa yang berjudul Ajisaka. Tapi buku ini untuk pembaca dewasa yang terbit sekali dalam 6 bulan atau satu tahunan. 

Majalah beraksara Jawa Ajisaka, yang diterbitkan Balai Bahasa Jawa Timur. Foto: nng/Begandring.

Ita Surojoyo ditemui langsung oleh Kepala Balai Bahasa Jawa Timur, Dr. Umi Kulsum, M.Hum., di ruang kerjanya. Umi mengapresiasi perhatian dan karya Ita yang masih bisa menyempatkan menulis buku di sela sela kesibukannya sebagai konsultan pendidikan luar negeri. Umi semakin kagum dan apresiasi terhadap karya Ita ketika Umi mengetahui bahwa Ita Surojoyo adalah sarjana dan master Bahasa Inggris. 

Ita Surojoyo didampingi Ketua Begandring Soerabaia, Nanang Purwono, yang sekalian menjelaskan tentang peran komunitas pegiat sejarah dan budaya Surabaya ini. Foto: bbjt/Begandring.

Perhatian Ita terhadap budaya leluhur bukanlah kemarin sore. Ia sudah memiliki kepedulian jauh sebelum ia duduk di bangku kuliah. Seiring dengan Bahasa Asing (Inggris) yang ia dalami, ia juga mendalami Bahasa Jawa termasuk tulis dan baca aksara Jawa. Hingga sekarang, meski ia sudah sibuk di dunia kerja, perhatiannya terhadap budaya Jawa, termasuk bahasanya tidak luntur. Malah ia semakin produktif dan menghasilkan karya karya literasi. 

Umi Kalsum dengan lembaganya yang sedang membina dan mengembangkan Bahasa daerah di wilayah kerjanya (Jawa Timur) menyambut Ita Surojoyo dalam kegiatan kolaboratif mendatang demi pelestarian dan pengembangan Bahasa dan aksara Jawa. 

Baca Juga  Penggunaan Aksara Jawa di Kantor Kantor Pemerintah Kota Surabaya Bisa Dilombakan.
Mitra baru dalam berkampanya budaya leluhur, Aksara Jawa, dengan D. Ningsih, BBJT. Foto: nng/Begandring.

Sementara bagi Ita Surojoyo sendiri, Balai Bahasa Jawa Timur akan menjadi mitra barunya dalam memperkenalkan aksara dan Bahasa Jawa. Sementara ini ia banyak berkolaborasi dengan kawan kawan dan lembaga yang ada di Jogjakarta. Bahkan buku Titi Tikus juga berkat kolaborasi dengan kawan kawan di Jogjakarta. 

Selain buku Titi Tikus, Ita juga sedang mempersiapkan buku berikutnya yang menggunakan bahasa Indonesia namun tetap ditulis dalam aksara Jawa dengan terjemahan bahasa Inggris

Buku “Titi Timus” dan majalah “Ajisaka” beraksara Jawa karya Ita Surojoyo dan Balai Bahasa Jawa Timur. Foto: nng/Begandring.

Menurut Ita, aksara Jawa yang ia gunakan dalam menulis buku adalah aksara Jawa hasil Kongres Aksara Jawa tahun 2021, Simplified. 

Ita ingin menunjukkan bahwa belajar menulis aksara Jawa bisa sesimple itu. Buku yang sedang ia persiapkan adalah tentang seorang tokoh terkenal dunia. 

Dalam kesempatan bertemu dengan Kepala Balai Bahasa Jawa Timur Dr. Umi Kulsum, Ita juga ditemui Penerjemah Dalwi Ningsih yang mendampingi Kepala Balai. Sebagai cindera mata, Ita memberikan buku Titi Tikus kepada Kepala Balai Bahasa. Sementara sebagai imbal balik, Kepala Balai Bahasa memberikan dua buku hasil produksi Balai tentang Bahasa lokal yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Yaitu bahasa Osing dan bahasa Madura ke bahasa Indonesia. (nng) 

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *