Di Surabaya ada toponimi Jalan Kalimati. Lokasinya di utara jalan Kembang Jepun yang terkenal itu. Apakah dulu jalan ini adalah kali alias sungai? Lantas apa buktinya jika ruas jalan ini dulunya sungai?
Saya menemukan satu foto langka. Judulnya “Chinessche kamp Soerabaia” (Pecinan Surabaya) dijepret fotografer Kurkdjian pada 1889, terbitan KITLV Leiden Belanda. Keterangannya itu saja. Sebenarnya foto ini hanya menyebut Jalan Songoyudan lengkap dengan pesimpangannya.
Jalan Songoyudan tahun 1889. Tampak pagar bekas sungai di kiri dan kanan. Foto: KITLV
Saya coba identifikasi di mana objek foto ini diambil, meskipun mustahil menemukan bangunan gaya Indische peranakan seperti di foto itu sekarang. Sebab meskipun kota ini sarat sejarah, perlindungan kawasan cagar budaya menggemaskan. Gaya bangunan mirip shophouse di Chinatown Singapura atau George Town, Pulau Penang Malaysia, sangat menggoda.
Kita pernah punya koridor jalan yang tidak kalah eksotis dengan negeri jiran.
Semula, saya mengira ini Jalan Kembang Jepun sebelum pelebaran 1969 seperti sekarang. Tapi jalan di foto lama ini tampak serong, sedang Kembang Jepun lurus. Saya menemukan satu petujuk saat foto lama ini dibesarkan.
Perhatikan bagian kiri! Ada pagar besi yang menutupi jalan. Sebelah kanan, pagar serupa sudah disorong sejajar dengan jalan. Saya menduga ini sebelum 1889 pagarnya sama-sama membujur.
Sebelum foto ini diambil, ini adalah sebuah sungai dan itu pagar jembatan. Tampaknya, saat foto ini dijepret dulu, sungai itu baru saja dimatikan. Nyatanya pagar jembatannya masih ada.
Sungai diurug atau kali dimatikan. Inikah visual terakhir Jln. Kalimati? Nama unik untuk sebuah ruas jalan yang silahkan disearch di mbah Google. Saya mendampingkan foto satelit Google Maps dengan peta 1866. Ada potongan sungai yang menghubungkan Sungai Kalimas dengan Sungai Pegirikan yang sekarang. Jln. Kalimati.
Lantas dimana titik foto ini? Ini potongan perempatan Jln. Kalimati-Jln. Songoyudan. Difoto dari utara perempatan menghadap selatan.
Saat di lokasi, saya hampir putus asa karena gedung-gedung banyak berubah. Lingkungannya sungguh semrawut, visualnya kaku, kotor, dan jauh dari estetika. Ternyata, ada sisa gedung di barisan kiri yang sama dengan foto lama itu. Sayang bangunan di pojokan baru saja dibongkar tahun ini. Saksi bisu sungai yang dimatikan. Kalimati. (*)
*Kuncarsono Prasetyo. Pemerhati sejarah dan pendiri Begandring Soerabaia.