Subtrack selalu unik dan menarik. Bukan hanya tema-tema yang dihadirkan yang merupakan hasil penelusuran sejarah, tapi dalam aksi, para awak Subtrack mengenakan busana tematik.
Kali ini dengan tema klasik Alun-Alun Surabaya, para awak Subtrack mengenakan busana ala Jawa. Bawahan memakai kain batik, atasan baju lurik dengan mahkota kepala berupa kain ikat atau udeng.
Apa yang dikenakan para awak Subtrack ini untuk menambah atmosfer kegiatan jelajah sejarah sesuai temanya. Busana Jawa dikenakan karena tema yang diangkat adalah cerita klasik Surabaya. Yakni, ketika Surabaya masih dalam bentuk pemerintahan tradisional Kabupaten.
Adalah pengaruh Mataram ketika sistem pemerintahan lokal mengacu kepada pemerintahan di atasnya. Mataram dengan sistem monarki mempengaruhi sistem pemerintahan di bawahnya. Surabaya adalah salah satu pemerintahan bawahan Mataram.
Sejak 1625, ketika Surabaya jatuh ke tangan Sultan Agung Mataram, sistim pemerintahan nya langsung dikendalikan Mataram. Tidak hanya sistim pemerintahan saja yang di bawah pengaruh Mataram, tata sosial dan budaya Surabaya juga dalam pengaruh Mataram. Administrasi pemerintahan klasik hingga tata ruang pusat pemerintahan Surabaya meniru pola dan ala Mataram.
Maka ketika menyuguhkan narasi sejarah klasik Surabaya melalui program Subtrack, kru Subtrack mengenakan busana tradisional Jawa untuk mendukung narasi.
“Kami mengenakan busana Jawa seperti ini untuk memberi visualisasi sejarah Surabaya di era kekadipatenan dan kekabupatenan. Kami mengajak peserta Subtrack memahami sejarah kota yang kala itu masih berbentuk kadipaten dan kabupaten,” terang Manajer Subtrack Toufan Hidayat.
A. Hermas Thony, Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya dan juga tokoh penggerak kebudayaan mengapresiasi pegiat sejarah Begandring Soerabaia yang mau memperkenalkan busana tradisional di tengah tengah aktivitas modren.
“Saya salut dengan kawan kawan yang konsisten dalam menggali dan memperkenalkan sejarah dan budaya Surabaya melalui aktivitas nya. Mereka mau mengenakan busana tradisional sebagai upaya memperkenalkan busana klasik orang orang Surabaya di era modern,” kata Thony.
“Yang dilakukan kawan-kawan ini sebagai wujud dan aktualisasi Raperda Pemajuan Kebudayaan dan Nilai-Nilai Kepahlawanan Kota Surabaya yang Naskah Akademiknya sudah diparipurnakan dan diserahkan kepada Pemkot untuk proses selanjutnya,” terang politisi Partai Gerindra itu.
Thony menuturkan, aksi nyata pemajuan kebudayaan dan proses pembentukan Raperda pemajuan kebudayaan sudah berjalan beriringan.
“Dengan demikian, ketika saatnya raperda berubah menjadi perda, masyarakat tidak gagap mengikuti perda yang ada”, tambah Thony.
Menjaga Peradaban
Yuska Harimurti, penggerak Gusdurian Jawa Timur, mengaku takjub dengan temuan-temuan yang ditunjukkan tim Subtrack yang dimotori Begandring Soerabaia.
“Saya sudah ikut Subtrack beberapa kali. Salut, buat Mas Kuncar, Mas Nanang dan kawan-kawan,” katanya.
Yuska mengataklan pertama kali ikut Subtrack dengan rute menyusuri kawasan Ampel.
“Saya selalu berusaha untuk ikut. Namun ada jadwal yang saya gagal ikut karena kendala waktu. Seperti saat tracking kawasan Gubeng dan Pasar Pabean,” ujar dia.
Yuska gembira bisa ikut tracking rute Alun-Alun Surabaya. “Ini rute luar biasa. Ini sejarah kebesaran Surabaya, tapi gak banyak orang Surabaya mengetahui sejarah ini,” jelasnya.
Menurut dia, apa yang dilakukan Begandring adalah upaya serius yang sangat penting dan tak ternilai harganya dalam menjaga sebuah peradaban.
“Kota boleh maju, tapi jangan melupakan dan bahkan hancurkan sejarahnya. Karena dari sejarah inilah kita akan semakin paham bagaimana sebuah peradaban ini berawal dan menuju ke mana. Kita tinggal melihat dan mengkomparasi dengan kondisi yang ada saat ini,” tegasnya.
Yuska menambahkan, Subtrack dengan segala kapasitas para guide sekaligus sejarahwan yang sangat mumpuni memungkinkan dijadikan sebuah pelajaran sejarah menjadi hal yang menyenangkan.
“Semoga akan semakin banyak yang tertarik dan mendukung kerja kerja tim Subtrack di masa yang akan datang. Saya tunggu etape Subtrack berikutnya.
Fifin Maidarina, seorang penulis asal Surabaya, menilai Begandring jeli menentukan titik-titik sebagai wisata sejarah. Ini terbukti dengan track yang ditawarkan.
“Selalu ada rute-rute menarik yang menjadi temuan temuan Begandring,” kata dia.
Tracking wisata yang kali ini menawarkan wisata jejak Alun alun Surabaya memberikan pemahaman tentang posisi dan sejarah alun-alun Surabaya yang sebenarnya.
“Bahkan, ada sejarah pemindahan lokasi alun-alun dari kawasan Tugu Pahlawan (Kelurahan Alun-Alun Contong) ke kawasan Kemayoran yang sebelumnya saya benar benar tidak tahu. Saya yakin banyak orang seperti saya yang belum tahu sejarah Alun-Alun Surabaya ini,” katanya.
Lain halnya dengan pengakuan dr. Moenik yang baru pertama kali ikut Subtrack. “Ternyata sangat edukatif dan menyenangkan. Saya berharap program edukatif ini disosialisasikan kepada sekolah sekolah dan pemerintah yang memegang kebijakan,” harapnya.
Untuk memasyarakatkan kegiatan edukasi ini, imbuh dia, kiranya bisa dilakukan semacam lomba-lomba yang bertema sejarah pada momen seperti Hari Jadi Kota Surabaya.
“Pemerintah Kota Surabaya bisa bekerja sama dengan Begandring Soerabaia melelui program Subtrack ini,” pungkasnya. (tim)