Begandring.com: Surabaya (26/8/23) – Menengok kembali kejayaan masa lalu kota Surabaya sebagai kota bisnis, industri dan pelabuhan, tentunya tak lepas dari berbagai alat transportasi sebagai alat pendukungnya baik di darat dan air. Kota ini sejak dulu memang sudah selalu ramai. Keramaian itu dapat dibuktikan melalui foto foto lama yang umum disebut Soerabaia Tempo Doeloe.
Dari sejumlah alat transportasi itu, transportasi air berupa perahu sudah terlihat perahu perahu di Kalimas. Perahu perahu ini berhulu dari Kediri. Jalur sungai dengan perahu perahu menjadi dominan pada alur sungai.
Paling menonjol adalah perahu untuk angkutan gula dari sekian banyak pabrik – pabrik gula, yang sudah ada kala itu dan ditransportasikan ke pelabuhan di Surabaya. Selanjutnya diekaport ke pasar Eropa.
Ibarat “tiada gading yang tak retak”, sektor transportasi via sungai banyak kekurangannya.
Contohnya pendangkalan sungai akibat letusan gunung. Akibat gangguan alam menyebabkan penurunan kualitas gula.
Untuk mengatasi masalah itu dan menjaga kualitas gula, kemudian dibuat jaringan rel kereta api oleh Staatsspoorwegen, perusahaan KA milik negara. Staatspoorwegen (SS) ini berhasil menghubungkan Surabaya dengan daerah-daerah di selatan dan baratnya sejak 1884. Disusul kemudian dengan masifnya pendirian sejumlah perusahaan kereta api atau trem swasta / partikelir sebagai operator jalur pengumpan milik negara tersebut.
Mengenai transportasi darat di dalam kota Surabaya, layanan trem bertenaga uap hadir pertama kali sejak tahun 1889 melalui jasa perusahaan bernama OJS (Oost-Java Stoomtram Maatschappij). Jalurnya membentang dari selatan hingga utara, yang merupakan pelabuhan, basis militer, perkantoran dan pasar.
Penggunanya pun cukup bervariasi. Mereka berasal dari berbagai kalangan. Mereka juga berasal dari luar kota.
Secara spesifik, OJS (Oost-Java Stoomtram Maatschappij) adalah perusahaan trem pertama di Jawa Timur. Maka yang dihadirkan
serba pertama. Contohnya adalah lokomotif. Mulanya perusahaan trem ini membeli 12 lokomotif uap tahun 1888 dari pabrikan mesin Backer & Rueb – Breda di Belanda dan mendarat di Jawa bergilir rentang 1889 – 1890.
Bentuknya persegi, khas lokomotif trem uap di negeri Belanda, berbobot ringan hanya 9 ton pada posisi siap jalan, dengan 2 roda penggerak utama. Seiring waktu berjalan, ternyata lokomotif – lokomotif itu tak cocok saat digunakan di jalur Mojokerto yang padat dengan angkutan gula, yang berat. Akibatnya kesemuanya hanya dikhususkan ‘berlari’ di Surabaya, yang dominan pada layanan penumpang.
Memang sejak semula, operasional jalur trem Surabaya diberikan aturan pembatasan operasional oleh pemerintah tak boleh melayani angkutan barang ‘murni’ karena dianggap membahayakan keselamatan warga kota.
Selusin lokomotif buatan Backer & Rueb terus melaju hingga perusahaan OJS menilai bahwa mesin – mesin itu telah mencapai batas usianya di tahun 1923, akan tetapi walau tak lagi digunakan keduabelas unit tersebut masih terdaftar sebagai inventaris perusahaan yang kemudian dibesi-tuakan tahun 1929.
Beruntung 2 unit lokomotif yakni nomer 2 dan 11 berhasil selamat sebelumnya dari kebinasaan, karena tahun 1927 dibeli oleh Pabrik Gula Tasikmadu di Karanganyar, Jawa Tengah.
Sepasang lokomotif eks OJS ini oleh pihak pabrik hendak digunakan sebagai penarik rangkaian berbeban muatan gula dari pabrik menuju stasiun Kemiri milik SS (Staatsspoorwegen). Keduanya juga diberikan nomer operasi baru yaitu “TM VIII / 8” bagi eks lokomotif OJS no. 11 dan “TM IX / 9” untuk eks no. 2. Lokomotif “TM VIII / 8” sempat mengalami penggantian ketel sesaat setelah dibeli sehingga sedikit merubah tampilan aslinya.
Sekilas tentang transportasi berbasis rel di lingkungan industri pabrik gula, sejatinya penggunaannya mulai marak ada saat awal pergantian abad 20 untuk menggantikan peran tenaga hewan yang tak efisien dari segi apapun.
Dalam sebuah literatur kuno tentang sejarah industri gula, pemakaian lokomotif uap pertama kali tercatat telah digunakan tahun 1876 di Pabrik Gula Purwodadi. Lebar rel pada jaringan industri pun kecil, berkisar 600 – 900 mm pengecualian ada pada beberapa jalur penghubung antara pabrik gula ke stasiun. Pemilihan lebar rel yang sempit ketimbang jalur 1067 mm milik mayoritas kereta api reguler dan trem, berpatok pada alasan biaya konstruksinya yang murah, berikut juga dengan anggaran pengadaan sarana dan prasarana pendukungnya.
Kembali kepada pembahasan lokomotif. Pasca kemerdekaan, lokomotif “TM VIII / 8” dimutasi ke Pabrik Gula Gondang Winangun. Kini kedua lokomotif uap eks trem uap Surabaya telah benar – benar pensiun dari pekerjaannya. Mereka telah ‘dipatungkan’ sebagai pajangan di masing – masing pabrik gula pemiliknya, tak lebih dari tujuan bersifat edukasi bagi para pengunjung dimana kedua pabrik dapat dikunjungi, sebab Pabrik Gula / PG Tasikmadu yang sampai sekarang masih aktif memproduksi gula itu terdapat wahana keliling pabrik dengan kereta wisata yang ditarik lokomotif uap.
Sementara PG Gondang Winangun yang telah berhenti dari kegiatan produksi dan ‘disulap’ menjadi musem gula lebih menjadi ironi kala ditutup saat pandemi corona lalu dan fungsi museumnya tidak benar – benar efektif biar pun hari ini dibuka kembali.
Seiring peleburan belasan PTPN (PT Perkebunan Nusantara) menjadi PT. Sinergi Gula Nusantara (SGN) yang berkedudukan di Surabaya, tepatnya di gedung yang dikenal sebagai kantor PTPN XI atau awalnya kantor pusat HVA. Maka tak ada salahnya membawa kembali satu lokomotif eks trem Surabaya berjuluk “Doon” yang tampilannya masih orisinil dari PG Tasikmadu untuk diletakkan di muka kantor. Tujuan dan maksudnya tentu lebih dari sekedar hiasan pemanis, ia dapat ‘didapuk’ sebagai maskot ataupun simbol tanda persahabatan antara induk perusahaan industri gula di Indonesia dengan kota Surabaya yang berakar pada riwayat perjalanan cerita sejarah lokomotif tersebut.
Bagi kota Surabaya sendiri lokomotif itu memiliki nilai histori penting dalam arti sebagai bagian dari titik nol atau perintis Surabaya mempunyai transportasi massal yang efisien serta modern pada eranya. Trem Surabaya adalah sebuah ikon kemajuan peradaban kota yang tak terlupakan sepanjang jaman.
Akankah lokomotif perintis trem Surabaya itu kembali ke tanah dimana ia pertama kali resmi mulai memutar rodanya? Semoga!.
Penulis: Navy Pattiruhu, Aktivis Sejarah Perkeretaapian Begandring Soerabaia. (Nev).
Sumber:
Verslag Oost-Java Stoomtram Maatschappij, 1923 – 1929
The Locomotives Bult by ‘MachineFabriek “Breda”, 1972 – Prof. A.D. Pater
Die Dampflokomotiven der Indonesischen Werkbahnen, 2018 – Uwe Bergmann