Mengurai Azimat Resolusi Jihad di Gelaran Surabaya Heroes Virtue

Begandring.com-Melalui Resoloesi Djihad serta Fatwa Djihad, ulama dan santri membulatkan tekad.

Kalangan santri berperan penting dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Melalui Resoloesi Djihad serta Fatwa Djihad dari Hasyim Asy’ari, para ulama dan santri menyatakan tekadnya bahwa kemerdekaan bangsa dan upaya mempertahankannya adalah bagian dari iman.

“Para ulama waktu itu seolah sangat tajam analisisnya. Resolusi Jihad ditetapkan 22 Oktober 1945. Tiga hari setelahnya, pertempuran sudah berkobar hingga puncaknya pada 10 November,” ujar Rojil Nugroho Bayu Aji, narasumber diskusi Azimat Resolusi Jihad di Basement Balai Pemuda (9/11). Seri diskusi itu bagian dari acara pameran Surabaya Heroes Virtue kolaborasi Pemerintah Kota, Komunitas Begandring Soerabaia, dan Fakultas Ilmu Budaya Unair.

Rojil Nugroho Bayu Aji saat memberikan paparan. Foto: Begandring.com

Dosen Ilmu Sejarah Universitas Negeri Surabaya (Unesa) itu menuturkan ada dua putusan dalam resolusi itu.

Yakni, (1) memohon dengan sangat kepada Pemerintah Repoeblik Indonesia soepaja menentoekan soeatoe sikap dan tindakan jang njata serta sepadan terhadap oesaha2 jang akan membahajakan Kemerdekaan dan Agama dan Negara Indonesia teroetama terhadap fihak Belanda dan kaki tangannja. (2) Soapaja memerintahkan melandjoetkan perdjoeangan bersifat “sabilillah” oentoek tegaknja Negara Repoeblik Indonesia Merdeka dan Agama Islam.

Naskah Resoloesi Djihad. Sumber: Istimewa

Resolusi tersebut berdampak signifikan. “Seluruh kyai dan santri-santrinya khususnya Jawa dan Madura bereaksi. Kita tahu bahwa pada umumnya orang di Indonesia apalagi santri, ketika sudah menyentuh agama, mereka akan berjuang bila perlu sampai mati,” lanjut Rojil, yang juga alumnus FIB Unair.

Tak hanya sampai di situ, pada 9 Nopember 1945, K.H Hasyim Asy’ari menyerukan Fatwa Djihad.

“Ketika eskalasi perang sudah semakin memuncak, fatwa jihad muncul. Itu semakin memantapkan sikap para ulama dan santri untuk hadir langsung mengambil bagian dalam perjuangan,” urainya.

Fatwa Jihad yang disampaikan K.H Hasyim Asy’ari itu berbunyi

”Berperang menolak dan melawan penjajah itu fardlu ’ain yang harus dikerjakan oleh tiap-tiap orang Islam, Iaki-Iaki, perempuan, anak-anak, bersenjata atau tidak, bagi yang berada dalam jarak Iingkaran 94 km dari tempat masuk dan kedudukan musuh. Bagi orang-orang yang berada di luar jarak lingkaran tadi, kewajiban itu jadi fardlu kifayah.”

Spektrum Makna Jihad

Baca Juga  Begandring Gelar Rapat Kerja Pertama di FIB Unair

Diskusi yang diadakan di sela Pameran foto dan arsip bertajuk Surabaya Heroes Virtue kerja sama Pemerintah Kota Surabaya dengan Komunitas Begandring itu berjalan cukup ramai. Peserta diskusi yang didominasi mahasiswa dan pelajar sekolah menyimak dengan seksama materi pameran serta paparan narasumber.

Peserta diskusi Azimat Resolusi Jihad. Foto: Begandring.com

Pada sesi diskusi, Damar, seorang peserta yang juga pelajar SMA Trimurti Surabaya memberikan tanggapan dan pertanyaan cukup serius. “Sepemahaman saya, jihad itu kan dalam pengertian berjuang di jalan agama. Sementara perang 10 November lebih kepada soal negara atau nasionalisme. Bagaimana kita memahami hal itu,” ujarnya kritis.

Untuk memperjelas konteks dari pertanyaan tersebut, Achmad Zaki Yamani sebagai moderator memberikan nukilan cerita bahwa jelang pertempuran 10 November 1945, Presiden Soekarno sempat meminta nasehat atau pandangan dari K.H Hasyim Asy’ari.

Rojil kemudian menjelaskan, makna jihad bisa diinterpretasi lebih luas. “Bahkan ketika kita bersungguh-sungguh bekerja demi keluarga, itu juga bagian dari jihad. Terlebih dalam konteks itu, situasi negara sedang darurat. Demikian juga umat Islam yang juga bisa terkena dampaknya, wajib untuk berbuat sesuatu demi negara dan agamanya.”

Foto bersama narasumber dan peserta diskusi. Foto: Begandring.com

Pun demikian, ujar Rojil, umat Islam yang berperan dalam perang revolusi Indonesia bukan hanya dari kalangan Nahdlatul Ulama saja, melainkan dari berbagai organisasi Islam lainnya. “Kolektivitas umat Islam saat itu menjadi kekuatan penting dalam perang mempertahankan kemerdekaan,” tandasnya.

Seri diskusi Surabaya Heroes Virtue di basement Balai Pemuda masih akan berlanjut hingga 12 November 1945 nanti dengan melibatkan anak-anak muda generasi-z. Sejumlah tema diskusi adalah

  1. Surabaya Pasca Perang 10 November: Kisah-kisah tentang Penyusupan dan Sabotase (narasumber: Achmad Zaki Yamani). Jumat, 10 November 2023, jam 19.00
  2. Peta Politik di balik Perang 10 November: antara orang kiri-santri-dan kelas menengah (narasumber: Kuncarsono Prasetyo). Sabtu, 11 November 2023 jam 19.00
  3. Hari Pahlawan di Mata Generasi-Z, (narasumber: Fajar Kurniawan, Farell Hamzah, Rizma Pujatirta, dan Jihan Rafifah), anggota komunitas Begandring. (red)
Baca Juga  Menelisik Gresik: Diskusi Jurnalistik Asyik di UISI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *