Remo Kolosal dan Darurat Seni di Surabaya

Remo Kolosal telah masuk ke dalam daftar Museum Rekor Dunia- Indonesia (MURI). Catatan Rekor MURI menunjukkan semaraknya keragaman budaya dan berbagai potensi alam Indonesia, sekaligus menunjukkan gelora semangat anak bangsa dalam mengukir karsa dan karya prestasi terunggul di bidang keahlian masing-masing.

Gelaran Remo Kolosal  kolosal pada Minggu (18/12/2022) adalah karya nyata bersama Arek-Arek Suroboyo dalam bidang seni dan budaya. Ada 65.946 peserta di ajang Remo Kolosal itu.

Remo, yang sebenarnya merupakan bagian dari seni ludruk, memang tidak semata mata tumbuh dan berkembang di Surabaya. Seni ini juga berkembang di sekitar Surabaya seperti Sidoarjo dan Jombang. Namun selama ini, ludruk dan remo sudah identik dengan Kota Surabaya.

Geliat Tari Remo, bahkan tidak sekadar disajikan di atas panggung pertunjukan, tapi sudah menjadi ritual seremonial penyambutan tamu Pemerintah Kota Surabaya.

Melalui ajang Remo Kolosal menunjukkan bahwa Arek-Arek Suroboyo dari pelajar, mahasiswa dan masyarakat umum bisa ngremo, maka ini berarti bahwa remo sudah “mendarah daging” di masyarakat Surabaya.

Menurut Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya A. Hermas Thony, Remo Kolosal itu menjadi jawaban dan respons atas Darurat Seni di Kota Surabaya.

“Darurat Seni di Surabaya adalah kondisi di mana seni lokal, utamanya Remo yang semakin terdesak oleh seni kontemporer dan asing yang tidak sesuai dengan budaya lokal. Seni Remo bisa dikatakan dalam bahaya. Karenanya perlu langkah-langkah pemulihan, perlindungan, penguatan dan pemajuan,” ujar Thony, ditemui setelah upacara Hari Bela Negara pada Senin (19/12/2022).

Ia menambahkan, sebagai kota, yang mengakui bahwa Tari Remo adalah seni dan budayanya, maka sudah sepantasnya pemerintah kota memperkenalkan Remo lebih masih bahkan secara internasional.

Baca Juga  Desak Pembentukan Badan Pengelola Cagar Budaya

Sebagai follow up dari gelaran Remo Kolosal, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyatakan bahwa Remo menjadi ekstrakurikuler wajib di sekolah sekolah. Gagasan ini disambut baik oleh Thony.

“Spirit wali kota Surabaya ini harus didukung oleh OPD-OPD yang ada di lingkungan Pemerintah Kota. Tidak cukup oleh Dinas Pendidikan saja, tapi juga harus ada Disbudporapar, Dinas Ciptakan Karya dan Bappeko,” jelas pria yang bari saja dinobatkan sebagai Tokoh Penggerak Budaya Surabaya itu.

Karenanya, dalam menjalankan kebijakan wali kota ini harus berantai dan harus ada koordinasi antarinstansi dan dinas terkait agar kebijakan ini bisa berjalan.

Thony menambahkan bahwa kebijakan ini harus ada kajian agar sekali dinyatakan sebagai aset budaya yang telah terlegitimasi, pamornya tidak turun atau malah mati. Syukur bila ekstrakurikuler ini dapat mencetak siswa siswi yang terampil di bidang seni tari Remo.

Noor Suyatin, guru SD di Surabaya, mengatakan bahwa untuk menumbuhkan rasa percaya diri, maka mereka yang sudah bisa menari perlu ada sarana untuk ekspresi lebih lanjut.

“Misalnya mereka ditanggap sebagai sajian tari selamat datang dalam acara acara,” cetus dia.

Selama ini, terang Noor,  di Surabaya memang sudah ada sarana seni dan budaya. Yaitu di kompleks Balai Pemuda. Di sana ada Balai Budaya, tempat pertunjukan. “Di tempat inilah perlu digelar pertunjukan pertunjukan seni budaya lebih rutin dan sering sebagai pengganti dari Taman Remaja yang kini sudah dibongkar,” katanya .

Noor mengaku bahwa di sekolahnya sudah siap menjalankan kebijakan wali kota Surabaya terkait Remo sebagai ekstrakurikuler karena sarana pendukungnya sudah ada, mulai dari guru, tempat dan peralatan.

“Cuma, materi ajar perlu disesuaikan dengan atmosfer lokal. Ketika kita ini lokal Surabaya, maka materi ajar seninya yang lokal. Saya menyambut gembira ketika remo menjadi materi ekskul wajib,” jelas Noo yang gemar nguri uri budaya Surabaya.

Baca Juga  Surabaya Dalam Menyongsong Kongres Bahasa Jawa VII di Surakarta.

Hal senada juga disampaikan Kepala Bidang Kebudayaan Herry Purwadi. Kata dia, perangkat pendukung untuk ekskul Remo sudah tersedia di sekolah sekolah.

“Kita juga akan melakukan kolaborasi dengan sanggar sanggar tari untuk mendukung kegiatan ekstrakurikuler yang local wisdom ini,” jelas Herry Purwadi.

“Jika di sekolah sudah ada materi seni dari luar Surabaya, hendaknya dijaga tapi seni lokal harus ada. Kita ini kan negara yang berbhineka. Boleh ada seni dan tradisi lain, tapi tradisi lokal Surabaya harus ada dan diajarkan. Ini juga mendidik nilai keberagaman,” tegas Heri. (Nanang) .

 

Artikel Terkait

One thought on “Remo Kolosal dan Darurat Seni di Surabaya

  1. Semoga Tari Remo menjadi kebanggaan warga Surabaya, khususnya generasi muda Surabaya.

    Kita sambut upaya Pemkot Surabaya dalam rangka memasyarakatkan Tari Remo, terutama kepada generasi millennial, sehingga tarian ini makin dicintai segenap warga Surabaya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *