Seabad Lokomotif 12: Kereta Uap Penanda Kejayaan Industri Gula Mojokerto

Penulis: Nevy Eka Pattiruhu*

Mojokerto memang terkenal sangat kental dengan segala jejak cerita klasik tentang Majapahit-nya. Namun hal itu tidak bisa mengubur bagian lain perjalanan kota yang pernah berjaya lewat industri gulanya di abad 18 sampai 19 di era kolonial Hindia Belanda.

Tepat pada hari Sabtu 2 Desember 2023, Lokomotif 12, salah satu lokomotif uap koleksi Pabrik Gula (P.G.) Gempolkrep, Mojokerto, telah sukses dipreservasi. Yakni berupa perbaikan tampilan eksteriornya sehingga nampak lebih hidup. Kegiatan preservasi tersebut diinisiasi oleh dua komunitas pecinta sejarah yakni Begandring Soerabaia dan Friends Of Du croo & Brauns Locomotive yang bekerja sama dengan pihak pabrik.

Lokomotif 12 dengan tampilan barunya. | Foto: Dok. Begandring Soerabaia

Proses pengerjaan dilakukan selama lebih kurang tiga minggu di dalam remise (sebutan untuk garasi penyimpanan lokomotif) P.G. Gempolkrep. Kegiatan preservasi ini  bertujuan melakukan perawatan dan kepedulian terhadap benda bernilai sejarah. Serta, juga suatu aksi nyata mendorong pihak P.G. Gempolkrep untuk kembali aktif menjalankan lokomotif uap setelah mereka menghentikan operasional pemakaiannya pada 2009 silam, demi alasan efisiensi.

Ada belasan lokomotif uap yang masih tersisa fisiknya di sini dengan kondisi utuh P.G. Gempolkrep. Namun Lokomotif 12, yakni lokomotif bernomer 12, dipandang paling spesial karena tahun 2023 ini ia telah genap berusia satu abad.

Ukuran fisiknya juga luar biasa, menjadi yang terbesar mengalahkan semua ukuran lokomotif-lokomotif uap yang ada bahkan dua kali lebih besar dan panjang dibandingkan lokomotif diesel di sana.

Riwayat Lokomotif 12 memang tak lepas dari bagian kejayaan industri gula di Mojokerto pada era kolonial. Ada 12 pabrik gula yang eksis saat itu.

Baca Juga  Webinar Sejarah Industri Minyak dan Gas Bumi Indonesia

Menariknya, walau Lokomotif 12 kini tersimpan di P.G. Gempolkrep, namun ia sebenarnya berasal dari pabrik gula lain yakni Suikerfabriek (Sf.) Ketanen yang dahulu berlokasi di kecamatan Kutorejo, Mojokerto.

Sf. Ketanen merupakan pabrik gula yang tergabung di dalam korporasi gula raksasa bernama “Eschauzer Concern” yang memiliki 8 dari 12 pabrik gula di Mojokerto, termasuk Gempolkrep.

Sayang riwayatnya harus tamat saat gelombang depresi ekonomi hebat dekade 1930-an, yang membuat aset seperti lokomotif “12” ini dipindahkan ke P.G. Gempolkrep yang masih satu induk perusahaan.

Lokomotif 12 saat masih beroperasi di Sf. Ketanen dekade 1920. | Foto: KITLV

Lokomotif 12 didatangkan tahun 1923 dari pabrikan Orenstein & Koppel, Jerman, untuk digunakan menarik lori-lori tebu dari areal kebun milik Sf Ketanen di sekitar areal kaki gunung Arjuno.

Oleh karena itu, desain dan tenaga Lokomotif 12 mempunyai spesifikasi khusus untuk mampu melibas jalur tanjakan berkelok membelah perbukitan. Mulai dari dibekali artikulasi roda bertipe Luttermoller, punya tender/ tangki air tambahan yang besar, hingga tempat penyimpanan bahan bakar (kayu atau ampas tebu) di belakang cukup luas. Lokomotif 12 berkekuatan 150 daya kuda serta didukung teknologi superheater yang bisa mengubah uap basah menjadi uap kering sehingga tetap hemat bahan bakar.

Penanda Kejayaan Industri Gula Mojokerto

Mojokerto memang terkenal sangat kental dengan segala jejak cerita klasik tentang Majapahit-nya, namun hal itu tidak bisa mengubur bagian lain perjalanan kota Mojokerto yang pernah berjaya lewat industri gulanya yang terkenal di abad 18 sampai 19.

Selain menjadi penopang ekonomi untuk Mojokerto sendiri di era itu, produk gula Mojokerto yang diekspor lewat pelabuhan di Tanjung Perak juga memberi dampak ekonomi yang besar di kota Surabaya.

Baca Juga  Jejak Kereta Api Semarang dan Surabaya

Saat musim gula contohnya, banyak buruh-buruh harian asal Surabaya dan Madura yang dipekerjakan membantu proses bongkar-muat di pelabuhan yang tentunya juga memberi efek beruntun ke sektor lain.

Foto bersama saat acara berlangsung | Foto: Dok. Begandring Soerabaia

Kami pun mendorong pengaktifan kembali lokomotif-lokomotif uap di P.G. Gempolkrep. Apabila setidaknya satu saja lokomotif dari belasan yang tersisa itu diaktifkan, akan merawat kenangan dan semangat kejayaan industri gula tempo doeloe.

P.G. Gempolkrep adalah sejarah hidup industri gula Mojokerto saat ini. Karena hanya P.G. Gempolkrep satu-satunya yang masih eksis hingga kini, dan secara tak langsung mewakili sebelas pabrik lain yang telah tumbang.

P.G. Gempolkrep berpotensi untuk tak hanya menjalankan fungsi sejati menjadi tempat produksi, melainkan juga menjadi tempat yang mengedukasi melalui aset-aset bersejarahnya seperti lokomotif uap.

Bukan tak mungkin pula akan menambah potensi wisata bertema sejarah selain candi-candi peninggalan Majapahit di Trowulan.

Nevy Pattiruhu (kanan) menyerahkan buku kepada General Manager P.G. Gempolkrep. | Foto: Dok. Begandring Soerabaia

Selesainya kegiatan ini  ditandai dengan proses syukuran sederhana penuh sukaria yang dihadiri jajaran manajemen pabrik termasuk Edy Purnomo selaku General Manager P.G. Gempolkrep yang mendukung penuh sehingga kegiatan kolaborasi dapat terwujud.

Di kesempatan yang sama juga beberapa poin disampaikan rekan-rekan komunitas kepada beliau terkait harapan dan tentang banyaknya perhatian dan kepedulian masyarakat terhadap aset-aset bersejarah milik P.G. Gempolkrep.

Sebagai kenang-kenangan dari komunitas kepada pihak PG, diserahkan satu buku bersampul hijau bertema traksi uap di lingkungan industri karya Uwe Bergmann yang diterima langsung oleh Edy Purnomo.(*)

 

*Nevy Eka Pattiruhu. Pegiat Sejarah di Komunitas Begandring, spesialisasi di bidang sejarah perkeretaapian.

Baca Juga  200 Siswa SMA MDC Meriahkan Festival Kepahlawanan di Balai Pemuda

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *