Begandring.com – Jakarta, yang masih berstatus sebagai ibukota negara Indonesia, sebelum berpindah ke kota Nusantara sebagai ibukota negara yang baru, adalah kota transit sebelum aku melanjutkan perjalanan ke Amsterdam, dimana pesawat yang ku tumpangi akan mendarat di negeri Belanda. Sebenarnya kota tujuan adalah Rotterdam.
Dengan kereta api Bima, aku tiba di stasiun Gambir Jakarta pada pukul 6 WIB di hari Minggu, 23 Juli 2023. Masih terlalu pagi dan terlalu lama untuk langsung melanjutkan perjalanan menggunakan pesawat pada Senin dini hari pk 01.10.WIB, 24 Juli 2023.
Untuk memanfaatkan waktu transit itu, aku sudah berniat berkunjung ke Kota Tua Jakarta sebagai bahan studi banding dengan Kota Lama (Eropa) Surabaya. Penataan dan revitalisasi kawasan Kampung Eropa Surabaya memang sudah digagas untuk dilakukan setelah penataan Kampung Pecinan Surabaya di kawasan Kembang Jepun selesai.
Penataan Kampung Pecinan Surabaya telah dimulai pada November 2022. Hasilnya? Silakan cek wisata kuliner Kampung Pecinan Kembang Jepun, maka anda akan dapat jawabannya.
Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata (Disbudporapar) Kota Surabaya, Wiwiek Widayati, pernah mengatakan bahwa penataan kawasan Kampung Eropa akan dilakukan setelah penataan Kampung Pecinan selesai.
Kawasan Kampung Pecinan Kembang Jepun memang dianggap telah selesai. Kini saatnya menata Kampung Eropa (Belanda) Surabaya. Kampung Eropa Surabaya tidaklah sebesar kota tua Jakarta, yang luasnya hingga 40 an hektar dan Kota Lama Semarang yang mencapai 31 hektar. Sementara Kampung Eropa Surabaya hanya 4 hektar saja.
Lantas, apa yang bisa dipelajari dari Kota Tua Batavia, yang juga sama sama disebut sebagai Kota Eropa. Kota Batavia dibangun oleh Jan Pieterszoon Coen, Gubernur Jendral VOC. Ia menjabat sebagai Gubernur Jenderal dua kali. Pada masa jabatan pertama, ia memerintah pada tahun 1619 – 1623 dan untuk masa jabatan yang kedua ia memerintah pada tahun 1627 – 1629.
Adalah Jan Pieterszoon Coen yang pada awalnya membangun kota Batavia. Kota ini dibangun pada 4 Maret 1621, yang saat itu Coen menjabat pada periode pertama (1619 – 1623).
Stad Batavia ditandai dengan kehadiran Balai Kota Batavia, yang sekarang dikenal dengan kawasan Taman dan Museum Fatahilah. Sementara Gedung Balai Kotanya itu sendirilah yang dikenal menjadi Museum Fatahilah.
Pada hari hari libur atau akhir pekan, pengunjungnya membludak. Tidak hanya berkunjung ke museum dan taman yang ada di depannya, taman di sekitar museum sudah menjadi wahana taman sejarah yang cocok untuk rekreasi keluarga.
Pada awal mulanya, Balai Kota Batavia atau stad van Batavia, dibangun pada tahun 1620 di tepi timur Kali Besar. Bangunan ini hanya bertahan selama enam tahun sebelum akhirnya dibongkar demi menghadapi serangan dari pasukan Sultan Agung pada tahun 1626.
Sebagai gantinya, maka dibangunlah kembali balai kota tersebut atas perintah Gubernur-Jenderal Jan Pieterszoon Coen pada tahun 1627 atau pada periode jabatan Coen kedua (1627 – 1629).
Awalnya Balai Kota kedua ini hanya bertingkat satu dan memasuki tahun 1648 bangunan Balai Kota dinilai sangat buruk. Karenanya pada tahun 1707, atas perintah Gubernur-Jenderal Joan van Hoorn, bangunan ini dibongkar dan dibangun ulang dengan menggunakan pondasi yang sama.
Singkat cerita, eks Balai Kota Batavia menjadi Museum Fatahilah. Kota Batavia sudah tiada, tapi melalui museum, Kota Batavia menjadi ada dan hidup. Sebuah memori publik itu terkonstruksi melalui Museum Fatahilah.
Bagaimana dengan Surabaya? Saat ini Museum Surabaya sedang menata diri. Museum ini ditata ulang sesuai timeline sejarah mulai dari era klasik, era kolonial hingga era pergerakan dan kemerdekaan. Museum Surabaya bertempat di gedung Siola di jalan Tunjungan.
Kali Besar Jakarta dan Kalimas Surabaya
Kali Besar Jakarta ini mengaliri dan membelah Kota Tua Jakarta. Sama seperti Kalimas, yang mengaliri Kawasan Kota Lama Surabaya. Keduanya adalah sarana transportasi penting. Kalimas adalah urat nadi perekonomian, pembangunan, transportasi, perhubungan dan lainnya yang menghidupi kedua Kota. Tapi dulu. Sekarang sudah berubah.
Di Jakarta, Kali Besar menjadi pendukung wahana Wisata Taman Fatahilah sekarang. Kali Besar, yang berpagar gedung raya, dihiasi dengan dermaga apung berformasi bunga. Di tepian sungai menjadi panggung panggung hiburan anak muda dalam mengasah ketrampilan seninya.
Air sungainya yang dulu tampak kotor, kini sudah terbebas dari sampah. Gedung gedung di kiri makannya sudah dipoles indah. Sementara jembatan angkat (ophaalbrug) peninggalan VOC juga masih mentereng. Puluhan wisatawan Eropa menikmati kekunoan yang sama seperti di negeri Belanda.
Sekarang namanya menjadi Jembatan Intan. Di Surabaya pernah ada jembatan seperti itu. Namanya Roodebrug atau jembatan yang bercat merah. Sekarang ada Jembatan Merah tapi beda konstruksi. Dulu terbuat dari kayu, kini berkonstruksi beton dan masih ada sisa sisa besi dari masa lalu.
Ketika sekarang kota Surabaya berharap akan menata Kota Eropa Surabaya, maka kiranya di sana perlu ada atraksi yang menarik perhatian masyarakat. Atraksi itu bisa sebuah replika jembatan angkat. Tentu ini sesuatu yang belum pernah warga Surabaya lihat tapi. Tapi di kota Surabaya pernah ada.
Jika jembatan itu dapat dihadirkan lagi sebagai upaya menjaga memori publik, maka di kawasan Kota tua Surabaya akan terlahir kembali sarana publik yang populer saat itu. Sebuah angan angan dan gagasan boleh saja diusulkan. Menghadirkan replika jembatan angkat di Kalimas Surabaya juga boleh boleh saja (nng)