Aktivitas Begandring Soerabaia makin padat saja. Belum kelar gelaran Pameran Foto untuk promosi film dokumenter Soera ing Baia, Gemuruh Revolusi ’45 yang berakhir pada 18 Desember, Begandring masih menggeber kegiatan jelajah sejarah Surabaya Urban Track (Subtrack).
Subtrack kali digelar selama Senin-Selasa (12-13/122022). Pesertanya 200 siswa SMA St Agnes Surabaya. Hari pertama 100 peserta, hari kedua 100 peserta. Mereka menjelajah kawasan penting di Surabaya, yakni Peneleh dan Pecinan.
Di kawasan Peneleh, para sswa St Agnes mengunjungi Sumur Jobong, Rumah Lahir Soekarno, Rumah HOS Tjokroaminoto dan Makam Belanda Peneleh. Temanya, Kampung Kebangsaan.
Sementara di kawasan Pecinan mengangkat tema Kampung Multikultural. Mereka mengunjungi Jembatan Merah untuk mengintip keberagaman etnis (Eropa, Pecinan, Melayu dan Arab). Dari Jembatan Merah menuju ke Rumah Abu Han (Jalan Karet), Klenteng Sukhaloka (Jalan Coklat), dan eks Gedung Uni Bank (kini ditempati Harian Radar Surabaya).
Di kedua kawasan ini mereka sekadar jalan-jalan, tapi juga belajar tentang sejarah dan keberagaman etnis Kota Surabaya. Sambil menjelajah, mereka dibagi kelompok-kelompok untuk mengerjakan tugas sebagai feedback dari kegiatan.
Menurut Ratri, guru pembimbing SMA St Agnes yang menyertai jelajah sejarah, kegiatan ini sangat menarik dalam pengajaran sejarah. Karena ternyata Surabaya memiliki sejarah yang banyak.
“Dari kegiatan jelajah sejarah di kawasan Peneleh dan Pecinan, tidak hanya sejarah kepahlawanan saja yang dapat diungkap, tetapi ada cerita tentang sejarah peradaban kota dari zaman ke zaman,” tutur Ratri.
Di kelompok Pecinan , mereka berkunjung ke Radar Surabaya, yang merupakan grup Jawa Pos. Mereka diterima oleh Wijayanto (redaktur senior). Wijayanto menceritakan sejarah Jawa Pos yang mengawali media koran di gedung yang dulunya merupakan kantor Uni Bank.
Menurut Wijayanto, nama Jawa Pos bermula dari Java Post yang sudah eksis sejak tahun 1946. Sebelumnya, mereka juga memasuki Rumah Abu Han. Dengan mengunjungi rumah yang berarsitektur Tionghoa ini, mereka bisa lebih mengenal bagaimana corak dan model budaya asli etnis Tionghoa di Surabaya.
Dari pengamatan lapangan selama jelajah sejarah ini, mereka dapat lebih mengenal corak dan keragaman etnis Surabaya yang memang sudah ada sejak dulu. Karenanya fakta sejarah ini hendaknya menjadi dasar berkehidupan yang terbingkai dalam falsafah Bhineka Tunggal Ika.
Meski peserta jelajah ini adalah anak anak Surabaya, ternyata banyak yang belum mengenal dan bahkan menapakkan kakinya di sebagian bumi Surabaya. Bumi Surabaya di Peneleh dan Kawasan Kota Tua Surabaya memiliki catatan sejarah penting bagi kota Surabaya yang layak diketahui oleh warga kota, terutama para pelajar sekolah.
Kepala Sekolah SMA St Agnes Lusia Yekti Handayani, yang turut mendampingi siswanya berwisata sejarah, mengapreasiasi kegiatan ini.
“Kegiatan edukatif yang diselenggarakan Begandring melalui program Subtrack-nya sangat membantu siswa siswi dalam memperkenalkan sejarah Kota Surabaya,” jelasnya.
Kata Yekni, tahun depan dia sudah mengagendakan acara serupa. “Kisaran bulan Februari, Maret dan April 2022. kami adakan lagi,” kata Yekni .
“Kami mengucapkan terima kasih kepada Begandring telah berbagi pengetahuan bersama kami,” timpal Lusia. (nanang purwono)