70 Mahasiswa Arsitektur Untag Surabaya Observasi Peneleh

Sebanyak 70 mahasiswa arsitektur Untag Surabaya melakukan observasi di kawasan Peneleh, Surabaya, Jumat (28/4/ 2023).

Kegiatan yang bersifat bakti masyarakat ini bertujuan untuk menyumbangkan pemikiran dan gagasan terkait dengan upaya pengembangan kawasan Peneleh, khususnya di bidang arsitektur dan budaya.

Kegiatan penelitian mahasiswa Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik, Untag Surabaya ini, didampingi dua dosen, R.A. Retno Hastijanti dan Muhammad Faisal. Mereka berkolaborasi dengan Begandring Soerabaia.
Kegiatan mahasiswa ini dipandu Yayan Indrayana, yang keseharian berprofesi sebagai urban designer dan Nanang Purwono, pegiat sejarah dan penulis.

Ada tiga objek yang menjadi sasaran kegiatan penelitian mahasiswa. Yakni, 5 makam di kompleks Makam Eropa Peneleh, ragam arsitektur pada rumah-rumah di lingkungan perkampungan, dan Lodji Besar yang diproyeksikan menjadi Pusat Informasi di kawasan Peneleh.

Dari 70 mahasiswa itu dibagi kelompok kelompok sesuai dengan sasaran obyek penelitian. Kegiatan kali ini masih bersifat orientasi lapangan.

“Kegiatan ini untuk memberikan gambaran faktual tentang objek dan lokasi penelitian sehingga para mahasiswa mengenal apa yang menjadi tugas tugasnya nanti,” terang Retno Hastijanti.

Retno menambahkan, output dari kegiatan ini akan menjadi masukan masukan dalam upaya mendukung pengembangan kawasan Peneleh. Terlebih untuk mendukung proposal program yang sedang diajukan oleh Begandring Soerabaia bersama mitra TiMe Amsterdam Belanda kepada Pemerintah Kerajaan Belanda.

Kawasan Peneleh, yang memang menyimpan sejarah panjang kota Surabaya, semakin menjadi perhatian banyak kalangan. Mulai dari warga setempat, mahasiswa, wisatawan, termasuk warga negara asing utamanya dari negeri Belanda.

Para mahasiswa Untag ini ikut ambil bagian dalam memaknai pentingnya Peneleh secara historis bagi kota Surabaya. Karenanya, mereka tak menyia-nyiakan kesempatan untuk memberi sumbangsih melalui karya.

Baca Juga  Desa Desa Kuno di Surabaya Kini Dimana?

“Usulan dan hasil kegiatan mahasiswa ini akan menjadi penguat dalam upaya pengembangan potensi lokal Peneleh,” tambah Hasti, panggilan akrab Retno Hastijanti yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Surabaya.

Seperti diketahui, bahwa Makam Eropa Penelah menjadi sejarah bersama antara bangsa Indonesia dan bangsa Belanda. Komplek pemakaman yang dibuka pada 1 Desember 1847 adalah tempat peristirahatan terakhir bagi warga Eropa yang tinggal dan menjadi warga Surabaya kala itu.

Meski makam itu sudah ditutup, tetapi masih dibuka bagi ahli waris, yang ingin berziarah ke para leluhurnya yang beristirahat dengan damai di Peneleh. Karenanya kompleks pemakaman ini menjadi pengikat hubungan antara warga Belanda dan Indonesia.

Merawat dan mengelola makam agar semakin memberi manfaat bagi warga kedua negara adalah tindakan yang bijaksana dalam rangka semakin mempererat hubungan kedua negara.

Sebuah perkumpulan kekeluargaan antara masyarakat keturunan Belanda, Indo (Indo Club Surabaya) dengan warga Belanda semakin mempertegas eksistensi hubungan sosial dan budaya antara Indonesia dan Belanda.
Indo Club Surabaya sering mendampingi kerabat dan tamu tamu Belanda mengunjungi Makam Peneleh. Makam Eropa Peneleh menjadi jembatan yang mempererat hubungan antara Indonesia dan Belanda.

70 Mahasiswa Arsitektur Untag Surabaya Observasi Peneleh
Retno Hastijanti dan Yayan Indrayana memberikan pengarahan teknis observasi Makam Belanda Peneleh. foto: begandring

Selain melakukan observasi ke Makam Peneleh, para mahasiswa juga diajak keliling perkampungan, utamanya yang menjadi sasaran penelitian, yaitu Kampung Pandean, Grogol dan Lawang Seketeng.

Kampung kampung, yang dipilih dalam penelitian ini adalah objek yang ada di sekitar Makam Eropa. Alasannya karena kegiatan di kampung akan menjadi penunjang kegiatan makam.

Ke depan akan diagendakan sebagaimana diajukan dalam usulan kegiatan ke pemerintah Kerajaan Belanda adalah menjadikan Makam Peneleh sebagai Perpustakaan Hidup (Living Library). Makam Peneleh ini menyajikan sejarah sasa lalu kota Surabaya.

Baca Juga  Dahlan Iskan, Pieter Merkus dan Koresponden De Locomotief

Ada pun sasaran penelitian di kampung-kampung adalah banyaknya rumah lama dengan arsitektur yang beragam mulai dari langgam abad 18 hingga abad 20.

“Bahkan langgam pasca kolonialisme juga ada di Peneleh. Langgam ini dinamakan arsitektur Jengki, di mana arsitek Indonesia mencari warna tersendiri yang berbeda dari gaya kolonial,” jelas Yayan yang berlatar belakang arsitek itu.

Keragaman arsitektur inilah yang perlu diketahui publik karena ragam arsitektur di Peneleh ini memiliki nilai nilai pendidikan, pengetauan dan penelitian. Karenanya Prodi Arsitektur Fakultas Teknik Untag mengajak mahasiswanya meneliti kekayaan arsitektur di Peneleh.

Dari penelitian ini, diharapkan semakin memperkuat kawasan Peneleh sebagai kawasan cagar budaya. Selama ini kawasan Peneleh, yang masuk kategori kawasan cagar budaya, masih separuh dari kawasan di lingkungan kelurahan Peneleh.

Kawasan Kelurahan Peneleh wilayahnya mencakup seluruh wilayah yang dikelilingi oleh batas sungai untuk sisi barat, selatan dan timur. Sedangkan batas utara adalah jalan Jagalan.

Kehadiran tim Begandring Soerabaia sangat membantu proses observasi. Karena para pegiat sejarah Begandring sangat tidak asing dengan lingkungan bersejarah ini, meski personelnya bukanlah warga dari lingkungan Peneleh.

Titik bersejarah yang juga dikunjungi para mahasiswa itu adalah Sumur Jobong di kampung Pandean Gang I. Para mahasiswa yang masih semester 2 ini terpesona melihat sumur kuno yang masih aktif. Sumur yang usianya sudah lebih dari 500 tahun itu masih mengeluarkan air yang jernih yang menyegarkan.

Untuk membuktikan kesegaran air yang bagaikan kualitas air mineral kemasan, beberapa mahasiswa meminum langsung dari sumur. Bahkan ada yang membawanya dalam botol.

Objek terakhir dalam penelitian ini adalah bangunan Lodji Besar. Diproyeksikan, Lodji Besar yang terletak berseberangan dengan Makam Eropa Peneleh akan dibuat sebagai Pusat Informasi Perpustakaan Hidup (Living Library) Makam Peneleh.

Baca Juga  Arsitektur Mausoleum Pertama di Hindia Belanda, Makam di Peneleh Ini Terancam

Pusat Informasi Perpustakaan Hidup ini akan menambah fungsi Lodji Besar yang selama ini sudah menjadi jujugan para muda dan wisatawan.

Selama ini, Lodji Besar memang sudah berfungsi sebagai kafe, yang tidak hanya menjadi tempat tongkrongan, tetapi lebih dari itu juga menjadi ruang belajar dan ruang kuliah kelas merdeka bagi beberapa perguruan tinggi di Surabaya.

“Dengan difungsikannya sebagai pusat informasi, Lodji Besar tidak hanya bermanfaat bagi publik, tetapi kehadiran pusat informasi yang menjadi program Begandring Soerabaia dan TiMe Amsterdam. Juga dan didukung oleh Prodi Arsitektur Untag Surabaya akan memberi ruang kreativitas dalam bidang informasi bagi Begandring,” jelas Nanang yang juga menjabat ketua Begandring Soerabaia ini. (tim)

Artikel Terkait

One thought on “70 Mahasiswa Arsitektur Untag Surabaya Observasi Peneleh

  1. Lestarikan bentuk apa saja yg menyimpan sejarah penting dikota Surabaya ini, agar dapat diketahui, dipahami dan dihayati oleh para penerus milenial dar sekarang hingga seterusnya dan selamanya.๐Ÿ™๐Ÿป๐Ÿ‘๐Ÿ‘Œ๐Ÿ’ช๐Ÿ‡ฎ๐Ÿ‡ฉ

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *