Tak terasa kedua bola mata saya berair. Saat menyaksikan tayangan ribuan Bonek (julukan suporter Persebaya Surabaya) menggelar aksi keprihatinan. Menyusul insiden sepak bola di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang pada 1 Oktober 2022 lalu. Tragedi kemanusiaan yang menewaskan 130 orang Aremania, julukan suporter Arema FC.
Aksi tersebut dilakukan di Monumen Tugu Pahlawan. Monumen bersejarah yang terkait dengan peristiwa perang heroik pada 10 November 1945. Monumen yang diresmikan Ir Soekarno, presiden pertama RI pada 10 November 1952.
Ribuan bonek bukan hanya warga Surabaya, tapi juga datang dari beberapa daerah di Jawa Timur. Mereka secara spontan mengadakan acara. Tak butuh membentuk panitia. Juga tak perlu menyiapkan piranti-piranti layaknya mengadakan event. Cukup informasi lewat WAG dan pengumuman di media sosial.
Acara belum dimulai, area Tugu Pahlawan sudah dipadati Bonek. Mayoritas yang hadir dari kalangan anak muda. Ada juga dari kaum perempuan yang datang bersama anaknya masih masih berusia balita.
Di Tugu Pahlawan tangis pun pecah. Mereka bermunajat. Menyampaikan rasa duka cita dan berbelasungkawa. Memohon agar semua amal ibadah korban Tragedi Kanjuruhan diterima Allah SWT. Mengenang NKRI tanpa memikirkan rivalitas.
Dalam aksi itu, Bonek menyanyikan lagu Indonesia Raya, Bagimu Negeri, Song fro Pride. Ada satu lagu lagi yang membuat saya tercengang. Liriknya sungguh puitis. Menyentuh. Saya pernah mendengarkan lagu ini, tapi tidak tahu siapa yang menyanyikannya.
Tak butuh waktu lama untuk mencari referensinya. Ya, lagu milik Endank Soekamti. Grup band asal Jogjakarta. Judulnya, Sampai Jumpa.
Datang akan pergi/Lewat ‘kan berlalu/Ada ‘kan tiada/bertemu akan berpisah
Awal ‘kan berakhir/Terbit ‘kan tenggelam/Pasang akan surut/ bertemu akan berpisah
Hey, sampai jumpa di lain hari/Untuk kita bertemu lagi/Kurelakan dirimu pergi
Meskipun ku tak siap untuk merindu/Ku tak siap tanpa dirimu/Kuharap terbaik untukmu…
“Rivalitas hanya 90 menit, lebih dari itu kita sudah bukan lawan. Kita kawan, kita saudara. Jangan sampai ada kejadian yang sama terulang kembali. Cukup ini yang terakhir,” begitu ucap Husain Ghozali, koordinator Green Nord 27 atau Bonek tribun utara.
foto: disway.id
***
Tragedi Kanjuruan jadi momentum perdamaian Bonek dan Aremania. Isu tersebut kini jadi bahasan serius. Baik di jajaran petinggi pemerintahan pusat dan daerah, klub-klub sepak bola, bahkan di kalangan netizen.
Persebaya Surabaya melalui akun media sosialnya, Rabu (5/10/2022), mengumumkan dengan judul “Nawaitu Perdamaian”. Persebaya juga menyatakan akan mengadakan pertemuan dengan Arema. Persebaya ingin Bonek bisa mengakhiri rivalitas atau permusuhan dengan Aremania.
Azrul Ananda, perwakilan keluarga pemegang saham Persebaya, juga telah berkomunikasi langsung dengan Presiden Klub Arema Gilang Widya Pramana, untuk membahas hubungan kedua pihak ke depan.
Memang bukan hal mudah, tapi bukan berarti tak bisa dilakukan. Perseteruan bebuyutan Bonek daan Aremania itu memang terjadi sejak lama. Meski asal muasalnya maupun pemicunya sampai sekarang belum ada yang bisa menjelaskan.
Upaya mendamaikan Bonek dan Aremania juga bukan kali ini saja. Salah satunya yang pernah dilakukan koran lokal di Surabaya. Sekira tahun 2002, koran lokal ini berupaya memediasi perdamaian antara Bonek dan Aremaneia. Beberapa tokoh dari kedua belah pihak diundang dan dikumpulkan.
Mereka berdiskusi, mengurai persoalan dan mencari solusinya. Hasilnya, mereka sepakat untuk mengakhiri permusuhan. Mendukung tim sepak bola tim sepak bola masing-masing tanpa harus mengusung rasa benci, amarah, dan dendam.
Pemberitaan perdamaian di-blow up besar-besaran. Menjadi headline di halaman depan koran tersebut. Plus foto utama perwakilan Bonek dan Arema yang sedang bersalaman. Publik pun menyambut hangat. Mengapresiasi adanya informasi yang menyejukkan itu.
Tapi fakta di lapangan tidaklah sama. Permusuhan suporter masih berlangsung . Khususnya di level akar rumput. Baik Bonek maupun Areman masih saling ejek. Media sosial pun selalu riuh setiap kali kedua klub besar di Jawa Timur itu bertanding.
foto: bola.net
***
Kini, upaya perdamaian itu dijajaki kembali. Setelah terjadi Tragedi Kanjuruan yang memilukan itu. Yang menjadi perhatian banyak negara di dunia.
Saya optimistis momentum ini sangat tepat untuk mendamaikan Bonek dan Aremania. Kita mungkin masih ingat gempa bumi dan tsunami di Aceh dan Nias pada 20224. Peristiwa yang meluluhlantakan Aceh dan Nias. Pada ujungnya menyatukan TNI dan anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Lantaran tsunami, baik TNI maupun GAM sepakat untuk melakukan gencatan senjata. Mereka berjibaku menyelamatkan seluruh korban jiwa. Meski waktu masih dalam situasi operasi militer: TNI menghadapi GAM.
Ada beberapa hal yang pantas dicermati untuk mewujudkan perdamaian itu. Pertama, menanggalkan ego sektoral. Yang mencuat akibat adanya kepentingan kelompok tertentu mengalami tekanan atau mencari keuntungan demi kelompoknya. Simpelnya, masing-masing pihak harus legowo untuk tidak mengungkit-ungkit masa lalu yang buram itu.
Kedua, perdamaian harus melibatkan banyak stakeholder sepak bola. Baik PSSI, operator liga, klub, dan fansnya sendiri. Upaya edukasi harus terus menerus dilakukan. Membelah mereka dengan melarang menonton sepak bola bila tim kesayangannya bertanding bukan solusi terbaik. Pun dengan memahami kultur dari masing-masing fans juga sangat diperlukan. ‘
Ketiga, mengedepankan prinsip kolaborasi. Ada yang menyebut rivalitas dari masing-masing fans ini sebagai harta karun sepak bola yang sebenarnya. Hanya saja, cara mengekspresikannya yang menjadi pembeda. Jadi, bagaimana rivalitas ini bisa dinaikkan levelnya dengan pola dan cara yang lebih baik dan lebih elegan, inilah PR kita bersama.
Atmosfer sepak bola di Tanah Air sekarang lagi bagus-bagusnya. Timnas Senior dan Timnas U-20 dipastikan berlaga di Piala Asia 2023. Hal serupa juga akan dilakoni Timnas U-17 yang hampir pasti lolos ke Piala Asia.
Para punggawa Timnas Indonesia itu berasal dari klub-klub sepak bola di Tanah Air. Mereka bersatu dan berjuang bersama demi membela Merah Putih. Semangat itu sepantasnya menjiwai para suporter kita.
Pantas kiranya kita berharap, Bonek dan Aremania, berikut suporter lainnya bisa bersama di dalam stadion sepak bola. Menyaksikan Piala Dunia U-20 yang akan digelar di Indonesia nanti. Mereka bernyanyi dan bersorak bersama. Lagu kita masih sama: Indonesia Raya. Semoga. (*)